Senja di pelabuhan Majene selalu menyimpan keajaiban tersendiri. Langit yang memerah perlahan berubah menjadi kanvas gradasi jingga dan ungu, sementara angin laut menyapu lembut wajah para nelayan dan pengunjung yang hendak mengakhiri hari dengan secangkir kopi hangat. Di antara deru ombak yang berirama dan riuh rendah percakapan warga, tersimpan sebuah kisah yang kelak akan menjadi awal perjalanan cinta yang tak terlupakan.
Di sudut dermaga, Bojes berdiri termenung sambil memandangi cakrawala. Pemuda berusia dua puluh tahun ini memiliki tatapan yang dalam, seolah-olah setiap kilatan sinar mentari yang tersisa di ufuk barat menyimpan harapan dan kerinduan yang tak terungkapkan. Kehidupan yang sederhana di Majene telah mengajarinya tentang kerasnya perjuangan, namun ia tetap menyimpan impian besar untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Hari itu, ia tengah menunggu kapal penyeberang yang akan membawanya merantau ke Kalimantan—sebuah langkah yang penuh keberanian dan pengorbanan.
Bojes mengenakan kemeja putih sederhana dengan celana panjang biru yang sudah pudar warnanya, seolah-olah menggambarkan perjalanan hidup yang telah melewati banyak liku. Di tangannya yang kasar, tergenggam erat sebuah tas kecil yang berisi barang-barang pribadinya, saksi bisu dari segala mimpi dan cerita yang pernah terukir dalam benaknya. Meski hatinya berdebar, ia mencoba menenangkan diri, membiarkan pikiran melayang seiring debur ombak yang menyambut malam.
Tak jauh dari situ, Lia melangkah dengan anggun menyusuri trotoar dermaga. Gadis itu, dengan rambut hitam legam tergerai bebas di bawah hembusan angin, memancarkan kehangatan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Matanya yang besar menyimpan sejuta cerita, seolah-olah ia telah membaca kisah-kisah dalam setiap sudut pelabuhan. Lia tidak pernah menyangka bahwa hari itu akan berbeda; ia tengah dalam perjalanan pulang setelah membantu ibunya di sebuah warung kecil, ketika langkahnya membawa ke dermaga yang penuh kenangan.
Dalam kesehariannya, Lia dikenal sebagai sosok yang ceria dan tegar. Meski latar belakang kehidupan yang tidak terlalu mudah, ia selalu berusaha menatap dunia dengan optimisme dan kepercayaan bahwa setiap pertemuan memiliki arti yang mendalam. Hari itu, ketika matahari mulai tenggelam, takdir mempertemukan kedua insan yang selama ini berjalan di jalur yang berbeda.
Pertemuan itu terjadi secara tiba-tiba. Di tengah keramaian pelabuhan yang mulai sepi, tatapan Bojes yang sedang larut dalam pikirannya bertemu dengan pandangan lembut Lia. Waktu seolah berhenti sejenak ketika mata mereka saling menatap, seakan-akan ada pesan rahasia yang hanya bisa dimengerti oleh hati yang telah lama merindukan kehadiran sosok lain. Dalam keheningan yang hanya dipecahkan oleh bisikan angin dan gemerisik ombak, mereka saling tersenyum—senyum yang penuh arti, menyapa harapan yang baru saja dimulai.
Bojes, dengan langkah perlahan, mendekati Lia. "Malam ini sangat indah, ya?" ujarnya, suaranya serak karena penuh emosi yang sulit diungkapkan. Lia membalas dengan senyum tipis, "Iya, seakan langit ingin menyampaikan rahasia kepada siapa saja yang mau mendengarkan." Kata-kata sederhana itu mengalir bagai alunan melodi yang merdu, membuka jalan bagi perbincangan yang mulai mengisi kekosongan di antara mereka.
Mereka pun mulai berbincang tentang hal-hal sepele—tentang keindahan senja, riuh rendah suara kapal yang berlabuh, dan cerita-cerita kecil yang terukir dalam kehidupan sehari-hari. Bojes bercerita tentang impiannya untuk merantau, tentang bagaimana setiap detik yang ia lewati di dermaga adalah persiapan untuk menggapai kehidupan yang lebih baik. Lia, dengan penuh semangat, menceritakan tentang kecintaannya pada laut dan betapa setiap ombak seolah menyanyikan lagu yang hanya bisa ia dengar ketika hatinya terbuka untuk merasakan.
Percakapan itu mengalir tanpa hambatan, seolah-olah mereka telah saling mengenal sejak lama. Di balik kata-kata yang terucap, tersimpan harapan dan mimpi yang saling melengkapi. Bojes merasa seolah-olah ia menemukan tempat di mana ia bisa menjadi diri sendiri, sementara Lia menemukan bahwa di balik keberanian seorang pemuda terdapat kelembutan yang selalu ia impikan.
Di antara cerita dan tawa yang mengisi malam itu, suasana pelabuhan semakin terasa magis. Lampu-lampu kecil yang tergantung di sepanjang dermaga mulai menyala satu per satu, menciptakan bayangan lembut di atas permukaan air. Cahaya itu menari-nari, membentuk pola-pola yang seolah-olah melukiskan kisah-kisah rahasia yang hanya diketahui oleh langit dan laut. Bojes dan Lia duduk di sebuah bangku kayu tua, berbagi keheningan yang tidak perlu diwarnai oleh kata-kata. Dalam diam itu, mereka merasakan bahwa pertemuan ini lebih dari sekadar kebetulan—ini adalah awal dari sebuah perjalanan yang akan mengubah kehidupan mereka selamanya.
Bojes merasa bahwa setiap detik bersama Lia adalah anugerah. Ia mulai membayangkan masa depan yang tak terduga, di mana perjuangan dan pengorbanan akan terbayar dengan kebahagiaan yang hakiki. "Aku selalu merasa bahwa setiap pertemuan punya makna tersendiri," ujar Bojes lirih, menatap laut yang semakin gelap. Lia mengangguk setuju, "Kadang, dalam kesederhanaan, kita menemukan arti yang lebih dalam. Mungkin inilah yang disebut takdir." Kata-kata mereka bergema seiring dengan deru ombak yang tak pernah berhenti, menyatukan dua jiwa yang selama ini berjalan di jalan yang berbeda.
Malam semakin larut, namun kehangatan yang tercipta antara Bojes dan Lia tak juga memudar. Suara peluit kapal yang hendak berangkat mulai terdengar, menandakan bahwa waktu untuk melangkah ke babak selanjutnya telah tiba. Di antara kerumunan yang mulai berpindah, Bojes dan Lia tetap terdiam, seolah enggan melepaskan momen yang begitu berarti. Mereka saling berpandangan, mengetahui bahwa pertemuan ini telah menorehkan bekas di dalam hati masing-masing yang takkan mudah dilupakan.
Dalam benak Bojes, bayangan Lia terus mengisi ruang-ruang hampa. Setiap detik yang berlalu, ia semakin menyadari bahwa pertemuan ini adalah titik awal dari perjalanan yang penuh tantangan, di mana cinta harus diuji oleh waktu dan keadaan. Ia berjanji pada dirinya sendiri bahwa apa pun yang terjadi, ia akan selalu mengingat malam itu—malam di mana dua jiwa bersatu dalam keheningan pelabuhan, menemukan secercah harapan di balik cakrawala yang jauh.
Sementara itu, Lia pulang dengan langkah yang ringan namun penuh makna. Di benaknya, bayangan Bojes selalu hadir, mengiringi setiap langkahnya. Ia tahu bahwa di balik tatapan dalam Bojes terdapat kerinduan dan semangat yang sama, yang membuatnya percaya bahwa kisah mereka belum selesai ditulis. Setiap ombak yang menghantam dermaga, setiap desir angin yang menyapa, seolah mengabarkan bahwa pertemuan itu adalah awal dari sesuatu yang lebih besar—sebuah kisah cinta yang harus dijalani meski penuh liku.
Di pagi hari berikutnya, langit Majene menyambut dengan sinar mentari yang lembut. Bojes terbangun dengan perasaan yang berbeda, seolah malam sebelumnya telah mengukir harapan baru dalam dirinya. Dengan tekad yang semakin bulat, ia bersiap untuk menghadapi perjalanan merantaunya, namun kali ini dengan hati yang lebih ringan karena telah menemukan seseorang yang mampu membuatnya merasakan arti kehidupan yang sesungguhnya.
Bersamaan dengan itu, Lia memulai hari dengan semangat yang tak kalah. Setiap sudut kota terasa lebih hidup, seakan pertemuan di pelabuhan memberikan warna baru dalam hari-harinya. Ia menyapa tetangga, menyusuri jalanan dengan senyum, dan terus teringat akan obrolan hangat yang mengisi malam itu. Di benaknya, ia menyimpan harapan bahwa suatu hari nanti, jalan hidupnya akan kembali bersinggungan dengan Bojes, dan mereka dapat melanjutkan kisah yang telah terajut di dermaga dengan lebih sempurna.
Hari-hari pun berlalu, namun bayangan pertemuan itu tetap hidup dalam ingatan keduanya. Bojes, dalam perjalanan menuju pelabuhan keberangkatan, selalu teringat akan wajah Lia yang berseri-seri di bawah sinar senja. Ia menyimpan foto kecil Lia yang tak pernah ia lepas dari saku, sebagai pengingat bahwa di mana pun ia berada, ada seseorang yang menunggu dengan harapan dan cinta yang tulus. Begitu pula, Lia yang kini kembali ke rutinitasnya, sering menyelipkan momen-momen singkat ketika ia melihat laut dari jendela, seolah ingin menangkap kembali kehangatan yang pernah ia rasakan di dermaga.
Pertemuan mereka di dermaga itu, meski hanya singkat, telah meninggalkan bekas yang mendalam. Seolah-olah, di balik hiruk-pikuk pelabuhan dan rutinitas harian, terdapat ruang khusus yang hanya diisi oleh kenangan akan malam yang penuh makna. Di sanalah, jejak pertemuan itu mulai menorehkan kisah cinta yang perlahan namun pasti akan mengubah jalan hidup mereka. Kisah yang dimulai dengan tatapan yang saling mengisi, dengan kata-kata sederhana yang menembus relung hati, dan dengan keheningan yang berbicara lebih dari ribuan kata.
Dalam sekejap, pelabuhan Majene yang menjadi saksi bisu pertemuan itu berubah menjadi tempat yang dipenuhi harapan. Masyarakat yang biasa berlalu-lalang di dermaga mungkin tak menyadari betapa besar makna di balik pertemuan dua insan ini. Namun bagi Bojes dan Lia, setiap inci pelabuhan adalah bagian dari perjalanan yang telah dimulai—sebuah perjalanan yang penuh dengan pengorbanan, impian, dan tentu saja, cinta yang tulus.
Malam itu, ketika langit kembali menutup hari dengan kegelapan yang dipenuhi bintang, Bojes masih terdiam sejenak di pinggir dermaga. Ia menatap bintang-bintang yang berkelip, seolah-olah setiap satu dari mereka adalah pesan dari alam yang mengingatkannya untuk tidak pernah melupakan pertemuan itu. "Mungkin ini baru permulaan," gumamnya, seakan berbicara pada dirinya sendiri, yakin bahwa di balik kegelapan selalu ada cahaya yang menunggu untuk menerangi jalan.
Tak jauh dari situ, Lia yang telah menginap di sebuah rumah sederhana pun terjaga oleh kenangan manis itu. Di balik jendela kamarnya, ia menatap langit malam yang sama, berharap bahwa suatu hari nanti, Bojes akan kembali menyeberangi batas waktu dan jarak untuk bertemu lagi dengannya. Ia tahu bahwa meskipun waktu memisahkan, hati yang tulus selalu menemukan jalannya untuk bersatu kembali.
Jejak pertemuan di dermaga itu tidak hanya meninggalkan cerita dalam benak dua insan, tetapi juga menginspirasi banyak orang di sekitarnya. Cerita tentang dua hati yang bertemu dalam keheningan senja pelabuhan menjadi legenda kecil di Majene—sebuah pengingat bahwa di tengah kesederhanaan, cinta sejati selalu menemukan celah untuk tumbuh dan berkembang.
Dan begitulah, bab pertama dari kisah Cinta: "Jejak Takdir di Dermaga" berakhir dengan sebuah janji yang tersurat di antara bintang dan ombak. Janji bahwa pertemuan ini bukanlah suatu kebetulan, melainkan takdir yang telah digariskan oleh tangan waktu. Bojes dan Lia, dengan segala kekuatan dan kelembutan yang mereka miliki, akan melangkah ke babak selanjutnya dengan keyakinan bahwa cinta yang telah terajut di dermaga itu akan menjadi fondasi untuk segala impian dan harapan di masa depan.
Dalam keheningan malam itu, pelabuhan Majene menyimpan rahasia kisah yang baru saja dimulai. Setiap riak air, setiap desau angin, dan setiap detik yang berlalu menjadi saksi bisu bahwa di dunia ini, pertemuan takdir bisa terjadi kapan saja, di tempat yang tidak terduga. Dan bagi Bojes serta Lia, malam itu adalah awal dari perjalanan panjang—perjalanan yang akan terus mereka ukir bersama, menapaki setiap rintangan dengan keyakinan, dan menyongsong hari-hari esok dengan cinta yang abadi.
Mungkin, di masa depan, ketika mereka menengok kembali ke malam itu, mereka akan tersenyum mengenang betapa sederhana dan murninya awal mula kisah mereka. Karena di dermaga yang sederhana itu, di bawah langit yang bersenandung, telah terukir jejak pertemuan yang akan selalu mengingatkan mereka bahwa cinta sejati tak pernah mengenal jarak dan waktu.
Dengan setiap hembusan angin yang menyentuh wajah, Bojes dan Lia belajar bahwa hidup ini adalah rangkaian momen-momen kecil yang saling terhubung, membentuk satu cerita besar yang penuh warna. Dan cerita itu, dimulai dari pertemuan pertama di dermaga, akan terus hidup dalam setiap detak jantung mereka—mengingatkan bahwa dalam setiap pertemuan, tersimpan keajaiban yang mampu mengubah hidup.
Bersambung...