Aku yang telah di kuasai kepanikan segera memotong pembicaraan Ratu Kencana Wungu, karena dari atas Kereta Kencana aku melihat Ayah dan adik ku sedang terisak ketika seorang ustad memimpin tahlil dan mengirimkan al-fatihah untuk ku.
"Suma ila arwahi khususon Kanaya Binti Somad, Al-Fateha!"
Para bapak-bapak dan remaja di kampung ku langsung membacakan surat al-fatiha yang di kirimkan untuk diriku.
Aku langsung menjadi panik dan ingin segera turun dari kereta kencana, akan tetapi ketika aku melihat bahwa Kereta Kencana yang aku naiki masih mengambang dan belum menyentuh tanah. Aku hanya mampu menatap Ratu Kencana Wungu dengan tatapan memelas.
"Ratu, tidak bisakah kau meminta Patih Lodaya untuk menurunkan Kereta Kencana ini lebih dekat ke tanah?" pinta ku lirih.
"Sabarlah Tuan Putri, jika Kereta Kencana dan satu legion tempur ini mendarat di tanah, maka...."
"Ratu ku mohon, aku ingin menemui ayah ku!" pinta ku sambil menggoyangkan tangan Ratu Kencana Wungu.
Ratu Kencana Wungu menatap ku, dari tatapannya seolah-olah dia ingin mengatakan apakah aku yakin dengan keputusan ku. aku hanya menganggukan kepala ku sambil menggenggam erat tangan Ratu Kencana Wungu.
"Patih Lodaya, ikutilah keinginan Tuan Putri Kanaya!"
"sendiko Gusti Ratu!" jawab Patih Lodaya sambil menggerakan kekangnya.
Perlahan namun pasti Kereta Kencana yang ku mendarat dengan sempurna di jalana depan rumah ku. Kuda Hitam dan Putih seolah tidak senang ketika disuruh diam di depan rumah ku. kedua kuda yang gagah itu meringkik dengan sangat kencang.
Seketika itu juga para warga yang baru saja selesai mengirimkan Al-Fatiha untuk ku, langsung saling tatap dan mereka memegangi punuk belakang mereka.
"Kok tiba-tiba suasana jadi ga nyaman seperti ini ya?" ucap salah satu warga.
"apakah Arwah Kanaya pulang ke rumah ya setelah kita mengirimkan Al-Fatiha?" timpal salah satu warga yang lainnya.
"Hust, jangan ngawur kalian!" bentak pak Kades sambil melotot kearah warga yang bergosip, "Ayo Pak Ustad Zulkifli kita lanjutkan acara 7 hari Kanaya!"
Tepat ketika Pak Kades berkata seperti itu, satu batalion tempur pasukan laut dalam baru saja mendarat di belakang Kereta Kencana dan segera mengelilingi rumah ku untuk memastikan keamanan ku.
"astaghfirullahaladzim!" ucap Pak Ustad Zulkifli sambil menunjuk dua anak buah Patih Lodaya yang berdiri paling dekat dengan rumah ku.
"ma....ma...macan!" ucap Ustad Zulkifli sambil menunjuk dua anak buah Patih Lodaya yang mendekat.
Tidak lama kemudian pak Ustad Zulkifli pingsan, karena kedua anak buah Patih Lodaya berwujud seperti Harimau sebesar sapi dengan warna hitam dan putih.
"Hah Macan?" ucap Pandu lirih dan melirik ke bapak ku.
Sedangkan Pak Kades segera berlari mencoba membantu untuk menyadarkan pak ustad Zulkifli dan para warga yang lainnya langsung berusaha menjauhi teras rumah ku. secara perlahan para Warga desa ku merasa merinding ketika seluruh rumah ku telah di jaga secara berlapis-lapis oleh batalion tempur Patih Lodaya.
Bapak yang di lirik oleh Pandu dan melihat reaksi para warga yang ketakutan langsung berjalan keluar rumah dan berhenti tepat di depan dua Harimau besar anak buah Patih Lodaya.
"Nak apakah itu kamu Nak?" ucap Bapak ku lirih sambil melihat kesekeliling rumah.
Melihat kejadian itu aku langsung melompat turun dari kereta kencana dan meghampiri bapak ku. ketika aku sudah berada di depan Bapak ku dan diriku diapit oleh dua Harimau besar aku langsung tersenyum sambil memegang tangan bapak ku.
"Pak, Kanaya belum mati pak!" ucap ku sambil menggenggam tangan kanan bapak.
Seketika itu juga Bapak langsung menarik tangan kanan yang ku genggam dan wajah langsung berubah menjadi serius dan melihat kesekitar.
"aneh, kenapa tadi perasaan ku ada yang menarik tangan ku!" gumam bapak pelan takut terdengar warga desa.
Melihat hal itu aku berkali-kali berteriak memanggil nama Bapak ku, "Bapak...Bapak, ini aku Kanaya!" ucap ku sambil menggerakan tangan ku di hadapan bapak ku.
Aku berusaha menggoyangkan bahu Bapak ku, akan tetapi Bapak ku tetap tidak melihat ku, justru raut wajahnya menjadi semakin kebingungan ketika aku menggoyangkan tubuh tuanya dengan kedua tangannya.
Bapak sebisa mungkin tetap dia dan tidak ingin membuat kegaduhan ketika dia merasakan bahunya digengangam oleh suatu makhluk yang tidak bisa dia lihat. Bapak ku hanya berdiri sambil membakar rokoknya dan kembali memandangi sekitar ku seolah Bapak tidak melihat eksistensi ku.
Aku menangis dan menjerit frustasi ketika menyadari bahwa Bapak ku dan para warga kampung tidak bisa melihat kehadiran ku. Ditengah rasa frustasi ku, aku langsung menengok kearah Ratu Kencana Wungu.
"Ratu, kenapa mereka semua tidak bisa melihat diri ku?"
"Tuan Putri masih terselubung oleh tabir Gaib, jadi saat ini mereka semua tidak bisa melihat dirimu." Ucap Ratu Kencana Wungu sambil terbang kearah ku dari Kereta Kencana.
"Ratu....apakah mereka selamanya tidak bisa melihat ku dan memeluk lagi?" ucap ku yang langsung terisak dan memeluk tubuh Ratu Kencana Wungu.
Belum sempat Ratu Kencana Wungu menjawab pertanyaan ku tiba-tiba ada keributan dari belakang Kereta Kencana.
Brak...Brak!
Beberapa anak buah Panglima Lodaya segera datang ke arah sumber keributan tersebut. Kemudian terdengar longlongan anjing dari kejauhan yang sangat memilukan hati. Para warga langsung berpandang-pandangan ketika mendengar suara longlongan anjing.
Bulu kuduk para warga semakin meremang dan suasana mistis semakin dirasakan oleh para warga. Malam ini sungguh sangat mencekam bagi para warga, dengan kehadiran satu batalion tempur anak buah Pati Lodaya dan juga sosok kuat seperti Ratu Kencana Wungu dan juga Patih Lodaya yang mengantarkan kepulangan ku.
Sudah dapat dipastikan para warga merasakan gesekan energi gaib milik para penghuni Laut Dalam yang datang ke alam manusia untuk mengantarkan diriku.
"Pak Somad, saya mohon pamit dulu. Saya lupa belum mengunci pintu rumah saya!" ucap salah seorang warga berpamitan kepada Bapak ku yang masih berdiri di depan pagar kayu rumah ku.
Bapak ku hanya bisa tersenyum canggung ketika melihat warga tersebut pamit, setelah bersalaman dengan bapak ku. warga tersebut terlihat menelan ludahnya sendiri ketika dia melihat jalana kampung yang sepi dan gelap.
Lalu setelah mengumpulkan keberaniannya, warga tersebut mengangkat sarungnya keatas dan segera berlari dengan sangat kencang meninggalkan rumah ku.
Auuuuu!
Dari belakang Kereta Kencana kembali terdengar lolongan anjing yang sangat memilukan, para warga yang tersisa saling lihat satu sama lain. Kemudian setelah itu aku merasakan sebuah gempa kecil dan suara berdebum sangat keras, seolah-olah ada beberapa makhluk yang sangat besar sedang berjalan menuju ketempat ku berada.
Udara menjadi lebih dingin dan lebih menakutkan, seakan ada sesuatu yang sangat jahat yang berusaha menekan dan mendominasi daerah paling ujung tempat pasukan Patih Lodaya berdiri membentuk pagar dengan tubuh mereka.
Secara Perlahan terdapat beberapa siluet tubuh suatu mahkluk yang sangat besar dan tinggi dan tidak lama setelah itu terdengar suara pria yang berdehem keras.
"Ehem!"
Deheman pria tersebut terdengar jelas oleh ku dan juga para warga yang ada di rumah ku. suara deheman tersebut sangat berat dan dalam. Seolah-olah lelaki yang berdehem ukururannya sangat besar.
Tidak lama setelah itu para warga yang tersisa langsung kocar-kacir meninggalkan rumah ku tanpa pamit kepada Bapak Ku.
"hey...kalian mau kemana, istigfar bapak-bapak!" teriak pak Kades mencoba menenangkan para warga yang panik dan berlari berhamburan keluar rumah ku.
Pandu yang melihat hal itu segera menghampiri Bapak ku dan saling pandang. Sedangkan Pati Lodaya terlihat sangat murka ketika dia mendengar suara lelaki tersebut berdehem.
"Makhluk kurang ajar, beraninya dirimu membuat kekacauan di hadapan Tuan Putri dan Ratu Kencana Wungu!" dengus Patih Lodaya Kesal, kemudian dia melesat terbang di ikuti oleh dua harimau besar yang tadi membuat pak ustad pingsan.