Chereads / Reincarnation : Caroline Of Brunswick / Chapter 2 - Awal baru? (Happy or Tragedy?)

Chapter 2 - Awal baru? (Happy or Tragedy?)

Saat aku terbangun, ini bukan di rumah sakit ataupun apartemenku. Segalanya terlihat asing dengan bau yang tidak familiar seperti kayu dan minyak. Tubuhku juga terasa aneh dan kepalaku terasa agak berat seperti ada yang membelahnya lalu menyatukannya kembali. 

Perlahan-lahan aku mengamati sekitarku, mencoba mencari tahu dimana ini sebenarnya. Atapnya begitu tinggi terasa sangat jauh denganku. Terdapat lukisan bunga-bunga pastel dan malaikat-malaikat kecil yang tampak hidup menghiasi ruangan dengan detail yang menakjubkan. Lilin-lilin yang tergantung di gantungan kristal besar di langit-langit Memantulkan bayangan yang bergerak pelan. Aku merasa seperti para malaikat sedang menari di atasku.

Aku tetap tidak bisa terima karena ini jelas bukan duniaku.

Aku mencoba bangkit dari tempat tidur yang memiliki ukuran begitu besar dengan ukiran dewa-dewa yunani di pinggirannya. Saat aku mulai berdiri tubuhku terasa aneh , kecil, dan ringan. Gerakan yang kulakukan terasa berbeda dari biasanya. Setelah perlahan aku mengangkat tanganku, aku menemukan bahwa itu jauh lebih kecil dari yang seharusnya. Jemariku teras sangat kecil dan mungil, apa yang sebenarnya terjadi?pikirku.

Saat aku mencoba memahami kekacauan dalam pikiranku, suara lembut seorang wanita membuatku tersentak.

"Kau sudah bangun, Putri Caroline?"

Aku menoleh cepat. Wanita muda berdiri di dekat pintu. Wajahnya lembut, namun penuh perhatian. Rambutnya yang kecokelatan disanggul sederhana, dan ia mengenakan gaun pelayan yang rapi. Matanya menatapku penuh harap.

Putri Caroline? Aku hanya menatapnya bingung. Apa dia salah orang? Kenapa dia memanggilku seperti itu? Aku menunduk lagi ke tanganku, mencoba mencari jawaban. Ada sesuatu yang lebih aneh. Aku merasakan tekstur kain lembut dan berat melingkupi tubuhku. Aku menyentuhnya dengan ragu, dan jari-jariku bersentuhan dengan sutra halus. Gaun panjang ini mewah, dengan renda dan sulaman emas yang berkilau di bawah cahaya lilin.

Aku bangkit dengan hati-hati, hampir saja aku tersandung karena gaun panjang itu. Kakiku yang kecil hampir tidak mampu menopang tubuh mungil ini dengan seimbang. Pelan, aku berjalan menuju cermin besar di sudut ruangan. Setiap langkah terasa asing, seolah aku adalah seorang bayi yang baru belajar berjalan. Ketika aku sampai di depan cermin dan melihat pantulan di dalamnya, jantungku seolah berhenti berdetak.

Wajah yang kulihat di cermin bukanlah wajahku.

Itu adalah wajah seorang anak perempuan, mungkin berusia tujuh tahun. Rambut pirang kecokelatan miliknya disanggul rapi, sementara matanya yang biru besar menatap ke arahku penuh kebingungan. Pipi tembamnya dihiasi sedikit warna merah muda alami, dan gaun mewah yang membungkus tubuh kecilnya tampak sempurna.

Aku mengenali wajah itu.

Bukan karena aku pernah bertemu dengannya, tetapi karena aku pernah melihatnya di buku sejarah. Ini wajah Putri Caroline Amelia Elizabeth dari Brunswick, seorang bangsawan dari abad ke-18. Foto lukisan dirinya pernah kulihat ketika belajar sejarah Eropa. Namun kini, dia bukan hanya sekadar gambar dalam buku-aku adalah dirinya. Atau setidaknya, aku berada dalam tubuhnya.

Panik mulai menjalar. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Apa yang terjadi padaku? pikiranku berputar cepat, tetapi aku hanya bisa mengingat potongan ingatan samar-samar. Jalan raya yang ramai, bunyi klakson truk yang memekakkan telinga, dan... gelap. Itu terakhir kali aku menjadi diriku sendiri-Celine. Sekarang, aku terjebak dalam tubuh Caroline, di tempat dan waktu yang bahkan tidak kumengerti.

"Apa yang terjadi padaku?" bisikku pelan, lebih kepada diriku sendiri daripada siapa pun di ruangan itu. Namun pelayan itu, yang masih berdiri di dekat pintu, tampak mendengarnya. Matanya penuh kekhawatiran.

"Putri Caroline? Anda baik-baik saja?" tanyanya dengan lembut, melangkah maju untuk mendekatiku. "Apa Anda merasa tidak enak badan? Haruskah saya memanggil dokter?"

Aku tertegun sejenak, berusaha keras untuk tidak panik. Jika aku mengatakan sesuatu yang salah, siapa yang tahu apa yang akan terjadi padaku di tempat ini? Dengan susah payah, aku memaksakan senyum.

"Aku... baik-baik saja," kataku pelan. Suaraku tinggi dan kecil, terdengar asing di telingaku.

Pelayan itu tampak ragu sejenak, tetapi ia akhirnya mengangguk. "Syukurlah," katanya. "Adipati akan lega mendengar Anda sudah bangun. Ia sangat khawatir ketika Anda jatuh sakit kemarin."

Adipati? Aku menelan ludah. Jadi aku benar-benar berada di masa lalu, di lingkungan kerajaan pula. Sakit? Apakah itu alasan aku terbangun di sini? Atau apakah tubuh Caroline ini memang jatuh sakit sebelum aku masuk ke dalamnya?

Aku tidak punya waktu untuk berpikir lebih jauh ketika pelayan itu kembali berbicara.

"Saya akan mengambilkan sarapan untuk Anda, Putri. Anda pasti lapar setelah beristirahat begitu lama."

Aku hanya mengangguk pelan, membiarkan wanita itu keluar dari kamar. Begitu dia pergi, aku langsung menghempaskan diri ke kursi dekat cermin. Jantungku masih berdetak kencang, tetapi aku tahu aku harus tetap tenang. Ada terlalu banyak pertanyaan yang berputar di kepalaku, tetapi aku tidak punya satu pun jawaban.

Aku menatap sekeliling kamar untuk mencoba mencari petunjuk. Ruangan ini besar, jauh lebih besar dari kamar apartemenku. Setiap sudutnya dihiasi dengan ukiran emas dan furnitur antik yang indah. Ada tumpukan buku di meja kecil dekat tempat tidur, tetapi semuanya terlihat tua, dengan sampul kulit dan huruf-huruf yang tampak kuno. Sebuah jam besar berdiri di sudut, suara detaknya mengisi keheningan ruangan.

Namun, tidak ada satu pun benda di kamar ini yang memberiku jawaban.

Aku mencoba memfokuskan pikiranku. Jika ini benar-benar tubuh Caroline, maka aku harus mencoba mengingat apa pun yang kutahu tentangnya. Dia adalah putri seorang bangsawan Jerman yang kemudian menikah dengan George IV dari Inggris. Tapi kehidupannya jauh dari bahagia. Caroline sering menjadi korban intrik politik, dan hidupnya penuh dengan skandal dan penghinaan dari suaminya sendiri. Tapi itu semua terjadi bertahun-tahun setelah ia dewasa. Kalau sekarang dia masih kecil, apa yang harus kulakukan?

Sebelum aku bisa berpikir lebih jauh, pintu kamar terbuka kembali. Pelayan tadi masuk membawa nampan perak yang penuh makanan. Aroma roti hangat dan buah-buahan segar memenuhi ruangan. Di belakangnya, seorang pria tua berpakaian mewah mengikuti. Wajahnya penuh wibawa, tetapi ada kelembutan di matanya. Dia membungkuk sedikit, memberi salam.

"Selamat pagi, Yang Mulia. Saya berharap Anda merasa lebih baik hari ini."

Aku menatapnya dengan waspada. "Siapa Anda?" tanyaku, mencoba terdengar percaya diri meskipun suara kecilku bergetar.

Pria itu tampak sedikit terkejut, tetapi kemudian tersenyum. "Saya Baron von Herzfeld, penasihat Anda, Putri. Anda mungkin masih bingung setelah sakit kemarin. Tetapi jangan khawatir, semuanya akan baik-baik saja."

Aku mengangguk pelan, tidak ingin menunjukkan kebingunganku yang lebih besar. Baron itu tampak seperti pria yang cerdas dan penuh perhatian, tetapi aku tidak tahu apakah aku bisa mempercayainya. Jika ini adalah istana kerajaan, maka siapa pun bisa saja menjadi sekutu atau musuh.

Selama beberapa hari berikutnya, aku mencoba menyesuaikan diri. Tubuh kecil ini terasa aneh, tetapi aku perlahan mulai terbiasa. Aku belajar berbicara sesedikit mungkin agar tidak mengundang kecurigaan. Untungnya, Caroline masih dianggap terlalu muda untuk terlibat dalam politik atau urusan istana, sehingga aku hanya perlu berurusan dengan para pelayan dan pengasuh.

Para pelayan selalu berbicara dengan nada hormat, tetapi aku bisa merasakan adanya ketegangan di antara mereka.

Namun, semakin lama aku berada di sini, semakin banyak pertanyaan yang menggangguku.

Apa yang menyebabkan semua ini? Apakah aku bisa kembali ke tubuh asliku? Bagaimana jika aku tidak pernah bisa kembali?

Waktu akan menjawab semua pertanyaanku-atau setidaknya, aku berharap begitu. Tetapi sampai saat itu tiba, aku hanya bisa berharap bahwa aku tidak membuat kesalahan yang fatal di tempat ini.