Tae-min berdiri di depan gerbang sekolah yang megah, merasakan udara dingin yang menyapu wajahnya. Sore itu, langit mendung, memberi kesan suram di hari pertama ia tiba di Seoul. Selama ini, ia hanya mendengar cerita tentang kota besar ituātempat di mana para pemuda berjuang untuk mendapatkan posisi dan bertahan hidup. Tapi sekarang, dia berada di sana, siap untuk memulai babak baru dalam hidupnya.
Namun, langkah pertama itu terasa berat. Tae-min bukanlah tipe orang yang mudah beradaptasi. Sejak kecil, dia terbiasa hidup terisolasiāterpinggirkan di sekolah lamanya, selalu menjadi objek bully. Kini, di sini, dia berharap bisa menemukan kedamaian, jauh dari bayang-bayang masa lalunya.
"Selamat datang di Seoul," suara seorang siswa menghentikan lamunannya. Tae-min menoleh, melihat seorang pemuda dengan tubuh kekar dan senyum samar. Pemuda itu mengenakan seragam sekolah dengan jaket kulit hitam yang mencolok. Mungkin dia salah satu siswa senior yang terkenal di sekolah ini.
"Pertama kali di sini?" tanya pemuda itu, masih tersenyum. "Gua bisa tunjukin lo tempat-tempat menarik di sini."
Tae-min mengangguk pelan, tak tahu harus menjawab apa. Ia ingin berkenalan, tetapi ada sesuatu dalam diri pemuda itu yang membuatnya waspada. Sikap santainya mencurigakan. Dan Tae-min sudah cukup sering berurusan dengan orang-orang yang hanya peduli pada diri mereka sendiri.
Pemuda itu berjalan ke sampingnya. "Gue Khaled, lo bisa nyebut gue K," katanya tanpa mengulur waktu. "Jangan khawatir, gue pasti bakal bantu lo."
Khaled. Nama yang terdengar asing bagi Tae-min, tetapi sesuatu tentang sosok ini terasa berbeda. Sikapnya terlalu santai, hampir seperti dia tidak peduli dengan apa yang terjadi di sekitar. Tae-min pun mengangguk, menyembunyikan kekhawatirannya. Di dunia baru ini, dia tidak punya banyak pilihan selain mengikuti alur yang ada.
Langkah demi langkah, mereka melintasi halaman sekolah yang dipenuhi dengan siswa-siswa yang tampak sibuk dengan kehidupan mereka masing-masing. Beberapa geng berkumpul di sudut, mengobrol dengan suara keras, sementara yang lainnya tampak berjalan dengan penuh percaya diri, seolah-olah dunia ini sudah ada dalam genggaman mereka.
Tae-min merasa terasing di tengah keramaian itu. Dia tahu, ini bukan tempat untuk orang lemah seperti dirinya. Namun, dia sudah terjebak. Tidak ada jalan kembali.
"Lo tau gak?" Khaled bertanya, menghentikan langkah mereka di depan sebuah ruangan besar. "Di sini ada sistem yang gak semua orang ngerti. Geng-geng gede, wilayah, dan... orang-orang kayak lo bakal langsung kerasa."
Tae-min mengernyitkan dahi. "Maksud lo apa?"
Khaled tertawa ringan. "Geng-geng besar di Seoul ini gak peduli siapa lo. Mereka cuma peduli sama kekuatan. Kalo lo gak cukup kuat, lo bakal jadi bahan tertawaan."
Tae-min menelan ludah. Tak ada yang bisa dia katakan. Semua yang Khaled katakan memang benar. Dia sudah merasakan kerasnya dunia sejak dulu.
"Jangan khawatir," Khaled melanjutkan, "Lo akan belajar. Gua pastiin lo bertahan di sini. Kalau lo ikut dengan yang benar, lo bakal jadi lebih kuat dari sebelumnya."
Tae-min hanya diam, memandangi dunia baru yang terbentang di hadapannya. Satu hal yang dia tahu pasti, Seoul bukanlah tempat yang ramah. Dan untuk bertahan, dia harus menemukan kekuatan yang lebih dari sekadar fisik. Mungkin, kekuatan itu ada dalam dirinya. Mungkin saja...