Langkah Kael ringan namun pasti saat ia memasuki gerbang menuju Menara lantai satu. Pilar-pilar raksasa menjulang tinggi di sekelilingnya, seperti raksasa batu yang mengawasi setiap pendatang. Di dekat pintu masuk, sebuah papan pengumuman besar dengan ukiran huruf mencolok berdiri tegak.
> Aturan Lantai 1:
1. Untuk naik ke lantai dua, setiap individu harus mengumpulkan dua Token Menara.
2. Token pertama dapat diperoleh dengan membunuh tiga jenis monster yang ditentukan dan menyerahkannya kepada Administrator Menara.
3. Token kedua dapat diperoleh dengan membunuh monster di Reruntuhan Gelap dan menyerahkannya kepada Administrator.
4. Perdagangan token dilarang. Hukuman bagi pelanggar akan ditentukan oleh Administrator.
Selamat datang di Menara. Semoga keberuntungan menyertai perjalananmu.
Kael membaca aturan itu dalam diam, mencerna informasi dengan cepat.
"Jadi ini tahap pertama…" gumamnya pelan.
Saat ia masih mempelajari aturan, seseorang tiba-tiba berdiri di sampingnya.
"Apa kau sudah memutuskan akan pergi ke mana lebih dulu?"
Kael menoleh.
Seorang gadis berdiri di sana. Rambut hitamnya sebahu, matanya besar dan bersinar penuh semangat. Ia tersenyum lebar, tampak percaya diri. Pakaian sederhananya memberi kesan bahwa ia bukan petarung berpengalaman dengan perlengkapan mahal.
"Namaku May!" katanya dengan ceria. "Kau juga pemula, kan? Bagaimana kalau kita bekerja sama?"
Kael mengerutkan kening.
"Tidak," jawabnya singkat.
May mengedip. Sejenak, dia tampak terkejut, tetapi tidak kehilangan semangatnya.
"Kenapa? Menara ini berbahaya, kau tahu? Berjalan sendirian bukan ide yang bagus."
Kael melirik papan pengumuman lagi, lalu menghela napas.
"Aku punya tujuan sendiri," katanya tanpa menjelaskan lebih lanjut.
May mendesah, menyilangkan tangan. "Setidaknya berburu monster bersama dulu? Kalau kau tidak nyaman, kita bisa berpisah setelahnya."
Kael menatapnya sejenak.
Membawa orang lain ke dalam rencananya adalah ide buruk. Terlebih lagi, ia tidak bisa memastikan keselamatan May jika mereka bertarung bersama.
"Tidak," ulangnya lebih tegas.
May mendengus, lalu tersenyum tipis. "Kau takut aku akan menghambatmu?" tanyanya tiba-tiba.
Kael diam.
May menatapnya lebih tajam, senyumnya sedikit memudar. "Atau kau takut tidak bisa melindungiku?"
Kael terdiam sejenak. Kata-kata itu menusuk lebih dalam dari yang ia duga.
Namun, tanpa menjawab, ia hanya berbalik dan melangkah pergi.
May memperhatikan punggungnya yang menjauh, lalu menghela napas. "Kalau kau berubah pikiran, aku masih di sekitar sini," katanya, meskipun Kael sudah tak mendengarnya lagi.
Namun, sebelum Kael sempat beranjak lebih jauh, seorang pria dengan pakaian rapi mendekatinya May.
"Kau sendirian?" tanyanya dengan suara ramah, tetapi ada nada menghitung dalam intonasinya. "Aku seorang mentor bagi pemula. Jika kau membutuhkan bantuan, aku bisa membimbingmu."
May menatap pria itu dengan alis sedikit berkerut. "Mentor?"
"Ya. Aku sudah berada di menara selama beberapa tahun. Aku tahu tempat-tempat yang aman untuk berburu monster dan cara mendapatkan token dengan lebih efisien."
May tampak berpikir sejenak.
Sementara itu, meskipun Kael sudah berjalan cukup jauh, telinganya sempat menangkap percakapan mereka.
Sebuah perasaan aneh muncul di hatinya.
Namun, ia menepisnya. Itu bukan urusannya.
Tanpa ragu, ia melangkah lebih jauh ke dalam menara.
-