1350 - Trowulan
( Agastya melompat-lompat di atap bangunan, menghindari para penjaga penginapan.)
Agastya: "HUAA~ Hari yang indah untuk berkencan, tapi kenapa mereka malah mengejarku? Kalian ini penggemar atau penjaga, sih?!"
(Para penjaga menggeram, mencoba menangkapnya, tetapi Agastya dengan lincah menghindari mereka sambil sesekali menendang genteng ke arah mereka.)
Penjaga: "TANGKAP DIA! JANGAN BIARKAN DIA KABUR!"
Agastya (tertawa): "Hahaha! Serius? Kalian harus latihan lebih giat lagi kalau mau menangkapku!"
(Setelah beberapa trik licik, Agastya tiba di gerbang, bertemu sahabatnya, Kusuma Wijaya, yang kini menjadi Bhayangkara tingkat atas.)
Agastya: "Eh, Kusuma! Ku dengar-dengar kau naik pangkat? Wah, kapan-kapan traktir aku dong!"
Kusuma (menghela napas): "Kenapa aku merasa ini bukan pertemuan yang menyenangkan... Kau ngapain di sini?!"
Agastya: "Santai, aku cuma mau jalan-jalan sedikit... dan mungkin menyapa seseorang yang spesial~"
Kusuma (curiga): "Jangan bilang..."
(Tiba-tiba, suara penjaga lain terdengar mendekat.)
Penjaga: "HEI! DIA ADA DI SANA!"
Agastya (pura-pura kaget): "Waduh, mereka masih ngejar?! Hei Kusuma, bantu aku sedikit yaa~"
Kusuma: "Hah?! Jangan bawa-bawa aku dalam masalahmu, dasar bocah!"
(Tanpa menunggu jawaban, Agastya menepuk pundak Kusuma, lalu kabur ke arah penginapan.)
Di Penginapan Keluarga Inara
(Agastya memanjat ke jendela lantai dua dan melihat Inara sedang menyirami bunga yang pernah ia berikan dulu.)
Agastya (sambil tersenyum): "Kak Inara... Lama tak bertemu."
(Inara terkejut, menjatuhkan pena, lalu buru-buru menghampiri jendela.)
Inara: "Kamu...? Agastya?"
Agastya (sambil melipat tangan): "Wah, sudah lupa ya? Padahal aku sering muncul dalam mimpimu, kan?"
Inara (memerah): "Jangan omong sembarangan!"
Agastya: "Hehe, bercanda. Tapi serius, Kak Inara makin cantik. Sayang sekali aku masih jelek."
Inara (tertawa kecil): "Terserah kamu saja... Tapi, kamu memang sudah banyak berubah ya?"
Agastya (mendekat): "Yah, lima tahun cukup lama untuk berpetualang dan menjadi lebih hebat. Oh ya, aku dengar Kak Inara akan ikut turnamen besok malam?"
(Sebelum Inara bisa menjawab, suara langkah kaki mendekat.)
Inara (panik): "Agastya, Ayahku! Cepat pergi!"
Agastya (cengengesan): "Ehh?! Pertanyaanku belum dijawab loh?"
Inara: "Besok malam! Setelah itu... kita bisa menghabiskan malam bersama." (wajahnya merah)
Agastya (terdiam, lalu tersenyum licik): "Cih! Janji ya?"
(Inara buru-buru memberi koin kerajaan Timur sebagai simbol janji.)
Inara: "Sekarang pergi!!"
(Agastya melompat keluar jendela tepat sebelum pintu kamar terbuka. Masuklah Brata Pramantha, ayah Inara, dengan tatapan tajam.)
Brata (dingin): "Siapa tadi?"
Inara (berpura-pura tenang): "Tidak ada siapa-siapa, Ayah."
(Brata menatap jendela yang masih terbuka, melihat jejak kaki kotor di balkon.)
Brata: "Hmm... Baiklah. Jangan lupa tutup jendela dan cuci kakimu." (nada suaranya seakan tahu sesuatu)
(Inara menelan ludah.)
Di Jalanan Trowulan
(Agastya berjalan dengan senyum puas, lalu tiba-tiba pundaknya ditepuk dari belakang. Secara refleks, ia menangkap tangan orang itu dan hampir membantingnya.)
???: "Tunggu! Tunggu! Ini aku!!"
(Agastya melihat sosok pria ramah yang tertawa lebar—Hendra Pramantha, kakak Inara.)
Agastya: "Mas Hendra?! Kenapa main sentuh-sentuh dari belakang sih? Hampir kubanting tahu!"
Hendra (tertawa): "Hahaha! Aku cuma penasaran, sudah ketemu Inara?"
Agastya: "Tentu saja, walau Ayah kalian hampir menangkapku..." (meringis)
Hendra: "Haha! Itu memang gaya Ayah. Dia tak suka putrinya dekat dengan pria. Tapi tenang saja, aku mendukungmu!" (menepuk bahu Agastya)
Agastya: "Haha, terima kasih, Mas. Ngomong-ngomong, Mas punya seragam prajurit Kerajaan Timur, tidak?"
Hendra: "Punya, tapi untuk apa?"
Agastya (nyengir): "Rahasia. Bisa pinjam?"
Hendra: "Boleh sih, tapi jangan sampai kau bikin masalah..." (menghela napas)
(Hendra memberikan gauntlet khas prajurit Timur, yang memiliki pisau tersembunyi.)
Agastya (terkejut): "Seriusan ini dikasih ke aku?"
Hendra: "Hahaha! Tenang saja, anggap ini sebagai hadiah karena kita bakal jadi saudara nanti~" (mengedipkan mata)
(Agastya terdiam, lalu tersenyum penuh tekad.)
Agastya: "Baiklah! Aku akan menjaga benda ini baik-baik!"
(Hendra tertawa, lalu melambaikan tangan.)
Hendra: "Aku masih ada rapat dengan para Patih. Hati-hati ya, bocah."
(Agastya menatap gauntlet di tangannya, lalu mengepalkan tangan. Pisau tajam muncul dari dalamnya.)
Agastya (terpukau): "Gila... Senjata ini keren banget..."
(Bersambung...)