Di jalanan yang ramai, tampak seorang Wanita muda tengah berjalan tergesa-gesa. Di tangannya ada selebaran yang Ia genggam erat.
"Liu Yanwei!" Dari belakang terdengar seseorang memanggil nama Gadis itu yang merupakan Liu Yanwei. Ketika Liu Yanwei menengok kebelakang, seorang Wanita lainnya yang seumuran dengannya datang mendekatinya.
"Yanwei, Kau ingin pergi ke mana buru-buru begitu?" Tanya Lu Yueyi, sahabat Liu Yanwei.
"Ternyata Kau, Yueyi. Lihat ini." Liu Yanwei memberikan selebaran yang Ia pegang pada Lu Yueyi.
Lu Yueyi membentuk mulutnya seperti huruf O. "Studio Wuling mengadakan kontes menari untuk merekrut anggota baru. Ini hal yang baik."
Liu Yanwei terlihat antusias. "Benar sekali! Studio Wuling adalah tempat impian para penari. Ini adalah kesempatan langka. Aku akan mencoba mewujudkan impianku."
"Semangat, Yanwei!" Lu Yueyi memberikan semangat pada sahabatnya.
"Kita akan bertemu lagi nanti." Liu Yanwei bergegas pergi setelah selesai berbicara.
Ia berjalan dengan langkah lebar. Tiba-tiba teleponnya berdering keras, pertanda ada seseorang yang meneleponnya.
"Apa lagi ini?!" Kesalnya. Ia pun menjawab panggilan yang masuk.
"Hey Nona, apa yang Kau lakukan di tengah jalan?!" Teriakan seseorang terdengar nyaring mengarah padanya.
Liu Yanwei tidak fokus. Dari arah depannya ada mobil yang melaju cepat ke arahnya.
BRAKK
Liu Yanwei merasa tubuhnya kehilangan tumpuan. Ia pun jatuh ke aspal yang keras. Sebelum Ia kehilangan kesadaran, samar-samar Ia mendengar suara sahabatnya. "Yanwei?"
♪♪♪♪♪
"Liu Yanwei, bangun!" Di atas ranjang yang keras, tampak seorang Wanita muda yang kering kerontang dengan pakaian lusuh. Kala mendengar seruan keras terarah padanya, Ia pun bangun.
"Bagus sekali! Kamu sudah menginap di tempatku dan kau hanya bermalas-malasan? Bangun dan cucilah pakaian-pakaian yang menumpuk!" Suara yang keras kembali terdengar.
"Kau ini siapa? Kenapa menyuruhku untuk mencuci pakaianmu? Cuci saja sendiri. Kau pikir aku pelayanmu?" Liu Yanwei berkata tidak senang. Sesaat setelah dia selesai berbicara, Ia tiba-tiba tertegun.
"Aku dimana? Kenapa aku disini? Bukankah aku kecelakaan? Seharusnya aku berada di rumah sakit bukan? " Monolognya dalam hati. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling dan merasa heran. "Ini dimana? Kenapa semuanya terlihat kuno? " Tanyanya lagi saat melihat tempat yang Ia huni terlihat sangat kuno. Perabotan-perabotan di sana juga tampak usang.
"Apa kau mendengar yang kukatakan?" Liu Yanwei tersadar dari lamunannya saat suara yang keras itu kembali terdengar. Wajah Wanita itu terlihat kesal karena ia sedari tadi mengoceh tapi Liu Yanwei sama sekali tidak memperhatikannya.
Ia menatap Wanita paruh baya di depannya. "Siapa sebenarnya orang ini? " Ia masih tidak mengerti apa yang terjadi.
Meskipun belum sepenuhnya paham, tapi ia tidak mau disuruh-suruh oleh orang yang tidak dikenalnya. Iapun membela diri. "Aku tidak akan melakukan apapun. Kenapa kau menyuruh-nyuruhku?"
"Kau ingin aku usir dari rumahku? Kemana kau akan pergi? Sudah baik aku mau menerimamu disini. Apa kau ingin ku pukuli lagi supaya menurut? Cepat kerjakan!"
"Tidak!"
Liu Yanwei tiba-tiba merasakan sesuatu di kepalanya. Kepingan-kepingan ingatan mulai bermunculan di ingatannya.
⟨Cepat kerjakan ini! ⟩
⟨Ayah, ibu, bangunlah.⟩
⟨Aku akan menerimamu disini, tapi jika kau ingin tinggal maka tidak cuma-cuma.⟩
⟨Kau sudah tinggal di tempatku dan masih tidak tahu diri. Terima hukumanmu.⟩
⟨Ampuni aku, bibi.⟩
⟨Kenapa nafasku terasa berat? Ayah, ibu, aku tidak tahan lagi.⟩
Liu Yanwei membelalak lebar. Dari kepingan-kepingan ingatan itu Ia kini sadar jika Ia telah memasuki tubuh seorang Wanita lemah yang telah meninggal akibat dipukuli bibinya. Tidak hanya itu, nama wanita itu juga sama sepertinya, yaitu Liu Yanwei.
"Jadi jiwaku masuk ke tubuh wanita bernama Liu Yanwei di zaman kuno. Ia telah meninggal karena tidak tahan dengan rasa sakit yang dideritanya." Batinnya.
"Apa yang kau pikirkan? Kau benar-benar ingin ku pukuli." Sang bibi pun mengambil tongkat kayu panjang yang ada di samping pintu. Ia mengayunkan tongkat tersebut ke arah Liu Yanwei, bermaksud memukulinya. Tapi Liu Yanwei dengan cepat menghindar. Ia mendorong bibinya hingga wanita itu terjatuh.
"Kau benar-benar...."
"Apa kau pikir aku akan membiarkanmu menindasku sesukamu? Kau mengatakan aku harus membantumu untuk membalas budi. Tapi kau memaksaku bekerja terus menerus layaknya pelayan. Jika tidak kau akan mengusirku. Dan kau berucap aku tidak tahu diri? Dengarkan aku bibi, jika kau mengusirku aku tidak akan memohon padamu. Aku tidak mudah untuk di tindas lagi!"
Bibi bangkit dan menunjuk Liu Yanwei. "Kau pikir kau bisa hidup dimana jika tidak bernaung padaku? Baiklah kalau begitu. Jika kau ingin pergi, maka pergilah. Jangan harap aku mau menerima permohonanmu."
Liu Yanwei tidak mengatakan apapun dan segera pergi.
Ia melihat rumah sederhana dan kecil itu. "Hidup sederhana saja dia sombong. Bagaimana jika dia orang kaya? Membalas budi katanya? Sungguh tidak masuk akal!" Ia menghentakkan kakinya dan pergi meninggalkan halaman rumah.
♪♪♪♪♪
Liu Yanwei menikmati keramaian di sekitarnya. "Ibukota terlihat sangat ramai. Tapi aku masih tidak menyangka akan hal ini. Ternyata dimensi ruang dan waktu itu ada."
Saat asik melihat-lihat, ia merasa perutnya keroncongan. Iapun menghela nafas berat. "Dimana aku bisa makan? Dari ingatan orang ini dia sudah tidak diberi makan selama dua hari. Tentu saja sekarang aku kelaparan. Tubuhnya juga sangat lemah."
Ia melihat sekeliling. Ada penjual bebek panggang di tepi jalan. Asap yang mengepul membuat ia ngiler.
"Liu Yanwei, kau harus memikirkan cara."
Ia menengok ke kanan dan ke kiri, mencoba mencari sesuatu yang bisa membuatnya menghasilkan uang. Tak jauh dari tempatnya berdiri, ada penari jalanan yang tontonan nya sepi. Hanya ada beberapa orang di sana. Ia pun terpikirkan sebuah ide.
"Liu Yanwei, ini kesempatanmu." Ia pun menghampiri penari jalanan tersebut.
"Permisi, pak."
Sang penari jalanan menghentikan aktivitasnya. Ia menatap wajah Liu Yanwei penuh pertanyaan.
Mengetahui hal itu, Liu Yanwei mengutarakan maksudnya. Ia berbicara sedikit berbisik. "Pak, bisakah saya bergabung dengan anda sebentar saja?"
Pria setengah baya itu menanggapi. "Tidak banyak orang yang tertarik dengan figur di jalanan. Takutnya tidak ada hasil."
"Anda tenang saja. Saya pastikan orang-orang akan berkumpul untuk menonton. Dan kita bisa mendapat banyak keuntungan."
"Bagaimana kamu bisa percaya diri?"
"Anda lihat saja. Jika untung banyak saya akan mengambil seperempat dari keuntungan itu. Jika untung sedikit saya tidak akan mengambil sepeserpun. Bagaimana? Anda setuju?"
"Baiklah." Pria paruh baya itu berpikir sejenak sebelum akhirnya menyetujui Liu Yanwei.
"Bagus."
Liu Yanwei berjalan ke tengah. Ia mulai menggerakkan tubuhnya dengan gemulai. Ini adalah tarian yang dibuatnya sendiri di zaman modern. Ia menyebutnya tarian 'bangau menari'.
Orang-orang disekitar mulai berkerumun. Karena gerakan yang asing dan unik itu membuat orang-orang merasa penasaran. Satu per satu dari mereka berdatangan mengelilingi Liu Yanwei yang menari. Liu Yanwei tersenyum senang.
"Nah, Liu Yanwei, akhirnya tarianmu berguna di sini."
Liu Yanwei terus menari. Ia mengambil tabung bambu dan menari mengitari penonton. Suara koin memasuki tabung bambu terdengar. Saat semuanya sudah menyumbang, Liu Yanwei kembali ke tengah dan mengakhiri tariannya. Tepuk tangan terdengar dimana-mana.
Liu Yanwei membungkuk kepada penonton, setelahnya menghampiri pria paruh baya.
"Ini hasil yang di dapat hari ini. Saya menghitungnya dan mendapatkan 30 keping perak dan 22 keping perunggu."
Penari jalanan itu takjub. "Aku tidak pernah menyangka jika bisa mendapatkan uang sebanyak ini. Bahkan setelah lama aku menari disini aku tidak pernah melihat lebih dari 8 keping perak di tangan."
Liu Yanwei hanya tersenyum tipis menanggapinya.
"Karena saya mengatakan jika hanya akan mengambil seperempat dari keuntungan, maka saya akan mengambil 8 keping perak ini. 22 keping perak dan 22 keping perunggu ini bisa anda simpan."
"Apakah kau hanya akan mengambil hasil sedikit seperti itu? Ini semua kerja kerasmu. Kau bisa mengambil lebih banyak dariku."
Liu Yanwei buru-buru menolak. "Tidak perlu. Ini sudah cukup bagi saya. Kalau begitu saya pamit."
Liu Yanwei meninggalkan tempat itu dengan 8 keping perak di tangan. "Bebek panggang, aku datang." Ucapnya tersenyum senang.