Maura Azretta. Itu adalah namaku namun sering dipanggil dengan sebutan 'Maura' aku mempunyai Abang yang bernama Giovano Putra. Menjadi anak paling kecil sebenarnya ada enaknya dan ada tidak enaknya. Tidak boleh pulang larut malam, sering-sering nongkrong dan tidak boleh berboncengan dengan cowo kalau Mama, Papa, dan Abang tidak mengenalinya. Begitulah nasib anak paling kecil perempuan pula.
Walaupun dirumah lebih kalem dan lemah lembut namun, berbeda lagi saat disekolah. Aku dikenal dengan sebutan 'wanita bar-bar' tidak apa-apa aku tidak marah ataupun tersinggung karena itu benar adanya.
Punya orang tua yang gila kerja menjadikan aku anak yang haus akan kasih sayang. Definisi uang berlimpah, kasih sayang kekurangan. Siapa yang tidak iri melihat anak yang selalu diantar jemput oleh Papa dan Mamanya. Siapa yang tidak iri melihat kebersamaan mengobrol bersama dan saling lempar candaan, semua anak menginginkan itu semua. Uang bisa dicari namun kebahagiaan? Apakah mereka bisa dibeli? Tapi, Maura tetap tidak boleh egois karena orang tuanya pun bekerja untuk dirinya.
dia tetap bersyukur walaupun kadang nangis sedikit.
Di sekolah,
Seperti biasa Maura Azretta akan selalu mendapatkan hukuman karena datang terlambat. Ia selalu bersikap santai kalau terlambat bahkan ketika bel berbunyi dia malah dengan sengaja melambatkan langkahnya disaat orang lain berlarian karena tidak mau mendapatkan hukuman. Maura memang berbeda dari yang lain.
"Lo nggak bosan datang terlambat terus?" tanya Erlangga Syahputra, ketua OSIS.
"Kenapa harus bosan? Gue aja nggak pernah bosan mencintai lo walaupun nggak pernah dianggap." jawab Maura dengan santai sambil mengunyah permen karetnya bahkan ia dengan sengaja membuat gelembung dari permen karet yang sedang ia makan.
"Gila!" maki Erlan sambil menatap Maura dengan tatapan sengit. Ia sudah bosan mendengar pernyataan cinta dari Maura yang bahkan kalau mereka berpapasan Maura akan mengatakan cintanya. Sungguh aneh bukan? Iya! Maura seolah-olah tidak mempunyai rasa malu.
Semua yang berada disekolah Nusa Bangsa ini sudah mengetahui kalau Maura menyukai dirinya. Bahkan, guru saja ikut andil dalam mengolok-olok Maura dan dirinya.
"Gue? 'kan gue emang udah tergila-gila sama lo!"
Mendengar ucapan dari Maura kontan langsung membuat emosi Erlan naik. Dia bahkan tidak ada tampang bersalah sedikit pun karena sudah terlambat atau sekedar meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.
"Lo bisa serius nggak sih?" tanya Erlan yang sudah mulai habis kesabaran. Waktunya terbuang sia-sia karena menghadapi Maura.
"Lah, seharusnya 'kan lo yang serius datangin bokap gue terus bilang kalau lo mau serius sama gue. Bukannya gue yang serius, dasar lelaki tidak gentleman!"
Erlan menganga. Ia benar-benar tidak percaya ada manusia seperti Maura. Sama sekali tidak ada malu dan sekarang memiliki tingkat percaya diri yang sangat tinggi. Tolong kalau ada kamera disini ia akan mengangkat kedua tangannya dan melambaikan ke arah kamera bahwasanya dia benar-benar tidak tahan.
"Sekarang lo harus bersihkan perpustakaan dan menyusun semua buku-buku disana dan membersihkan debu-debu yang menempel pada buku tersebut. paham?"
Maura hanya mengangguk dan tersenyum tipis. Ia langsung pergi meninggalkan Erlan begitu saja tanpa ucapan protes sedikit pun. Maura memang pantas dijuluki sebagai 'wanita aneh' seharusnya ia protes seperti orang lain dan meminta keringanan atas hukuman tapi, berbeda dengan dirinya.
Terpaksa, Erlan harus menyusul Maura dan menanyakan ini semua. Kenapa ia tidak protes? Kenapa juga ia tidak meminta keringanan atas hukumannya? Pokoknya dia akan bertanya!
Erlan saat ini sudah berada disamping Maura. Ia berjalan dengan lurus tanpa mau menoleh untuk menatap Maura.
"Kenapa?" tanya Erlan, ia sadar kalau Maura berkali-kali mencuri pandang ke arahnya.
Maura yang terciduk karena sudah memandangi Erlan langsung menggaruk pelipisnya yang tidak gatal dan menunjukkan senyum pepsodent nya seraya mengangguk dengan sungkan.
"Kenapa lo nggak protes?"
"Untuk?"
"Ha? Yah karena hukuman membersihkan perpustakaan lah!" kesal Erlan.
"Nggak apa-apa, 'kan gue bisa nggak belajar. Enak banget rasanya nggak belajar matematika apalagi nggak bertemu sama Pak Toriq. Seharusnya gue sama teman-teman udah janjian mau terlambat tapi malah ada kendala." jelas Maura dengan santai.
Bruk!
Gedebuk!
Erlan seolah-olah menunjukkan kekesalannya pada Maura dan melampiaskan semuanya kepada dinding yang berada tepat disebelahnya. Ia meninju-ninju dan terus mengumpat seraya menatap Maura dengan tatapan, emm- kebencian mungkin?
Dia benar-benar tidak habis pikir dengan Maura. Setelah melampiaskan kekesalannya ia langsung pergi meninggalkan Maura tanpa sepatah kata apapun lagi yang keluar dari mulutnya.
Maura yang melihat kepergian Erlan hanya bisa menyeritkan dahi, "kenapa? Emangnya gue salah apa?" Gumamnya.
Kembali lagi ke kamus wanita kalau, wanita tidak pernah salah! Laki-laki lah yang selalu salah. Bukan begitu?
***
"Kenapa lo masam-masam gitu? Maura buat ulah lagi?"
"Gila! Maura cantik gitu kok mau coba sama Erlan? Udah berwajah tembok sedingin kulkas lagi."
"Anjir! Muka lo kek pantat kuali!"
"DIEM LO SEMUA!! GUE HANYA BUTUH LO SEMUA DIEM JANGAN BUAT GUE TAMBAH EMOSI" teriak Erlan.
Kontan semua teman-teman Erlan langsung terdiam. Mereka hanya melihat Erlan tanpa bertanya karena kalau bertanya sama saja mereka menguji diri sendiri untuk diterkam oleh macan. Iya! Selain sebeku es batu Erlan juga segalak macan! (Mama Cantik alias emak-emak komplek yang kalau bunganya dipetik dengan sembarang akan ngereog nggak jelas.)
"Datang bulan hari pertama kali yah?" bisik Kenzo. Ia juga nampak menunjuk-nunjuk ke arah Erlan dengan mata yang dibuat sesipit mungkin.
"Nah, lupa beli softex kali makanya uring-uringan begitu." Jawab Fano yang tak kalah berbisik agar Erlan tidak mendengar pembicaraan mereka berdua. Kalau Erlan bisa tahu habis badan mereka babak belur paling mentok rambut rontok lah.
"Wih! Erlan. Masa lo dibilang lagi datang bulan terus lupa beli softex karena bocor. Gila, kalau gue jadi lo rasanya harga diri udah tercabik-cabik brouww" adu Bima, dia memang paling cepu dan lemot diantara mereka semua.
Fano dan Kenzo yang mendapatkan tatapan maut dari Elkan langsung bersiap untuk melarikan diri. Sebelum berlari dengan seribu bayangan mereka tak lupa menatap Bima dengan tatapan mengintimidasi.
"Demi sempak Erlan gue bakal bales mulut Bima syalan! Dasar Bima antv bagus Shiva bantuin polisi dan memenjarakan penjahat," ujar Kenzo disela larinya.
"Tolol! Disaat genting gini lo masih bisa mikirin kartun? Emang Kenzo goblok. Ini juga gara-gara lo anjir!" jawab Fano yang terus memaki Kenzo.
Disela-sela berlarinya mereka sesekali melihat kebelakang untuk melihat Erlan mengejar mereka atau tidak. Saat dikira-kira aman mereka berhenti dan duduk dengan napas yang tersengal-sengal dan tidak berdaya. Keringat yang bercucuran didahi mereka disertai napas yang tidak teratur.
"Nah, ini mereka Erlan!" teriak Maura yang langsung membuat Elkan menoleh dan langsung berjalan menuju dimana keberadaan Kenzo dan Fano berada.
Kenzo dan Fano hanya pasrah dan menatap Bima dan Maura penuh dendam sementara yang ditatap hanya menunjukkan wajah yang polos sambil terus menahan tawa.
"Bima dan Maura syalan! Bangsat anjir!" lirih Fano.
"Gapapa, sabar, paling botak setengah pala gue." gumam Kenzo sambil menatap takut-takut ke arah Elkan yang wajahnya masih memerah dengan tangan yang mengepal.
Tolong, tolong selamatkan kami! Kami akan diamuk masa, eh, maksudnya diamuk Erlan orang paling galak sedunia bahkan, ia bisa mengalahkan emak-emak komplek.
BERSAMBUNG.
baca dan dukung terus cerita ini yaa teman-teman.
lov u alll