Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

The Wolf's Unseen Obsession

Cassie_Eva
--
chs / week
--
NOT RATINGS
294
Views
Synopsis
Dia jahat..namun untuknya dia akan berubah menjadi tembok pelindung, bahkan jika itu harus melupakan taring. Namun jika dia lari darinya, taring yang terlupakan siap diingatkan bahkan jika itu harus melukainya dengan taring tajam miliknya. Erich Crimson Dunkelheit, dari spesies manusia serigala jantan ganas. Kepribadian yang licik dan menipu dengan kebaikan hati, namun nyatanya hitam seperti tinta gelap. Wujud manusianya tidak kalah tampan dengan setiap suku kata manis godaan yang memperdaya manusia, dia tidak serakah, hanya makan jika dia lapar. Dia menjalani segalanya dalam kebosanan, memburu manusia hanya untuk mengisi dirinya sendiri. Namun setelah melihatnya, semua kebosanannya hilang dan tergantikan dunia baru. Ketertarikan. Obsesi. Keinginan. Róisín Rose Miller, seorang gadis manusia yang diliputi ketakutan dan kebencian. Dia berusaha mendekatkan diri pada dunia perburuan, dan bermimpi untuk membasmi keganasan makhluk bertaring. Meskipun, kehidupan sekolah dan setiap perkataan yang keluar dari mulut orang tersayang selalu menundanya. Didorong oleh rasa dendam dan kebencian meski tubuh diliputi rasa takut. Dia tidak peduli, dan mengikuti langkah mimpinya. Rose Moonlit Malice. Erich Moonlit Passion. Moonlit Malice, Moonlit Passion.
VIEW MORE

Chapter 1 - Prolog

Mata merah cerah bagaikan buah cabai matang di pohon, memperhatikan setiap langkahku. Setiap jejak hidupku yang akan aku tuju. Setiap bayangan mata yang memperhatikanku dari kejauhan, mengirimkan perasaan takut dan benci.

Aku menjalani rutinitas sehari-hari di dunia yang diselimuti ketakutan terhadap makhluk yang diyakini tidak pernah ada. Setiap hari dan kapan pun, manusia akan selalu diselimuti rasa takut yang membara bagai api dan keberanian yang ada hanya setetes seperti air. Tekad hanyalah hembusan angin yang tidak mampu mematahkan pohon kayu, bukan peluru yang menembus tubuh lalu mati.

Rumah bergaya Victorian merupakan atap tempat aku berteduh dan berlindung. Namun, dia tidak akan selamanya menjadi pelindungku. Segalanya tidak akan sama seiring berjalannya waktu dan zaman.

Dan, keadaannya semakin buruk.

Setiap guntur dan kilat yang menyambar, setiap tetes air hujan yang membasahi tanah kering. Badai salju datang dan menghujani tanah dengan warna putihnya, jejak kakiku yang berdarah menginjak tumpukan salju. Meninggalkan jejakku dan jejak kakinya, dia mengikutiku. Tidak ada darah, hanya jejak kaki.

Dia menjilat darahku.

Aku punya tekad, meski tubuhku diliputi ketakutan, kebencian dan keinginan untuk merobek perut makhluk werewolf. Dan dia yang mengamatiku dan menakutiku.

Tanganku terasa lembab dan lengket, selimut yang menutupi tubuhku terasa dingin saat larut malam. Tirai tipis yang tergantung di jendela bergoyang mengikuti irama angin malam yang lembut. Jendelanya terbuka, bergerak kecil dan menampilkan pemandangan malam yang tenang di luar. Mataku sekilas menangkap sepasang mata berwarna merah cerah yang kemudian menghilang, seolah-olah dia tahu jika aku juga sedang menatap matanya.

Mata merah itu membuatku takut, membuatku takut untuk mengambil langkah. Matanya seakan ada dimana-mana, mengurungku di tempat dengan ribuan bola mata.

Matanya mengamatiku.

Suara langkah kaki menginjak dedaunan kering, suara auman serigala yang nyaring di kejauhan. Aku tidak pernah menganggap itu hantu, tapi aku berasumsi itu hantu.

Seperti hantu, tapi bukan hantu.

Tapi menghantui.

Dia selalu ada, di kejauhan.

Mengamatiku dengan mata yang menghantui.

Menakutiku.