Di sebelah kanannya duduk The Line 99, George Simbian, pria yang dikenal karena keganasannya dalam menjalankan operasi di Los Angeles. Di tangannya terdapat sebuah pistol perak yang ia putar-putar dengan santai.
Di sebelah kiri Mr. Patriot, duduk The Line 100, Elya Stainberg, wanita berambut pirang dengan sikap tenang namun mematikan. Ia adalah otak di balik ekspansi keuangan dan perdagangan ilegal di Kanada.
Para The Line lainnya duduk di sepanjang meja, termasuk The Line 101, Alejandro Martinez, seorang pria berwajah dingin yang mengendalikan wilayah Meksiko, serta pemimpin-pemimpin lainnya:
The Line 102, Ricardo Gutierrez (Nikaragua); The Line 103, Victor Morales (Honduras); The Line 104, Santiago Ortega (Kuba); The Line 105, Gabriel Torres (Guatemala); The Line 106, Manuel Rivas (Panama); The Line 107, Claudia Esteban (Kosta Rika); The Line 108, Carlos Fernandez (Republik Dominika); The Line 109, Jean-Louis Pierre (Haiti); The Line 110, Miguel Suarez (Belize); The Line 111, Hector Alvarez (El Salvador); The Line 112, William Carter (Bahamas); The Line 113, Donovan Blake (Jamaika); The Line 114, Sebastian Trinidad (Trinidad dan Tobago); The Line 115, Lucia Rivera (Dominika); The Line 116, Adrian Bellamy (Saint Lucia); The Line 117, Marcus Brown (Antigua dan Barbuda); The Line 118, Eleanor Drake (Barbados); The Line 119, Richard Cole (Saint Vincent dan Grenadines); The Line 120, Peter Grant (Grenada); The Line 121, Samuel Fox (Saint Kitts dan Nevis);
Rapat dimulai dengan suara Mr. Patriot yang dalam dan terukur.
"Semuanya berjalan sesuai rencana. Namun, ada hal yang perlu kita bicarakan."
Sebuah layar besar di ujung ruangan menyala, menampilkan peta Amerika Utara dengan berbagai jalur perdagangan yang dikendalikan oleh The Heptagon.
Pembahasan dalam Rapat
Kartel Meksiko: Pembahasan dengan Alejandro Martinez (The Line 101)
Mr. Patriot memandang Alejandro Martinez dengan tatapan dingin.
"Alejandro, kau mengendalikan wilayah yang paling bermasalah saat ini. Apa laporanmu tentang kartel di Meksiko?"
Alejandro menghela napas panjang sebelum menjawab. "Kartel mulai mencoba bermain sendiri. Mereka ingin mandiri, tidak lagi bergantung pada kita untuk pasokan senjata."
George Simbian mencibir. "Mereka terlalu percaya diri. Mungkin kita perlu memberi mereka peringatan kecil."
Namun, Mr. Patriot mengangkat tangannya, menghentikan perdebatan.
"Kita tidak akan menghancurkan mereka, Alejandro. Sebaliknya, kita akan menyusup. Cari orang dalam yang bisa kita kendalikan. Uang selalu berbicara."
Alejandro tersenyum kecil. "Baik, Mr. Patriot. Saya akan mengurusnya."
Ekspansi ke Kanada: Pembahasan dengan Elya Stainberg (The Line 100)
Mr. Patriot kemudian menoleh ke Elya Stainberg.
"Elya, bagaimana perkembangan ekspansi kita di Kanada?"
Elya menjawab dengan tenang. "Kami sudah menguasai sebagian besar pelabuhan di Vancouver dan Toronto. Namun, ada beberapa hambatan dari pihak berwenang yang mulai mencium aktivitas kita."
Mr. Patriot mengangguk. "Kita tidak bisa kehilangan Kanada. Tingkatkan suap kepada pejabat setempat. Pastikan mereka bekerja untuk kita, bukan melawan kita."
Elya tersenyum tipis. "Akan saya pastikan, Mr. Patriot."
Ekspansi ke Alaska: Tugas George Simbian (The Line 99)
Mr. Patriot menatap George Simbian.
"George, Alaska adalah tanggung jawabmu. Apa rencanamu untuk wilayah itu?"
George mengangkat bahu, senyumnya menyeringai. "Transit melalui pelabuhan kecil di sana akan membuat distribusi lebih aman. Kami sudah mulai menyuap beberapa pejabat lokal."
Mr. Patriot mengangguk. "Pastikan itu berjalan lancar. Alaska bisa menjadi jalur penting untuk ekspansi kita ke Asia."
George menepuk dadanya. "Akan beres."
Masalah di Kosta Rika: Ungkapan Claudia Esteban (The Line 107)
Saat rapat hampir selesai, Claudia Esteban angkat bicara. "Mr. Patriot, saya punya masalah besar di Kosta Rika."
Semua mata tertuju padanya.
"Salah satu kelompok kecil di wilayah saya mencoba mengambil alih kontrol distribusi. Mereka tidak hanya menolak bekerja sama, tetapi juga menyerang salah satu gudang kita."
Mr. Patriot menyilangkan tangannya. "Apa yang kau butuhkan?"
Claudia melirik George Simbian. "Saya membutuhkan bantuan dari orang-orang yang benar-benar terlatih. Mereka memiliki markas yang sulit ditembus."
Mr. Patriot hanya menatap George. Dalam sekejap, George mengangguk paham.
"Turunkan tim dari akademi," kata George dengan senyum dingin. "Anak-anak itu butuh ujian lapangan, bukan?"
Mr. Patriot tersenyum tipis. "Claudia, masalahmu akan selesai segera."
Bersulang untuk Kesuksesan
Rapat akhirnya selesai setelah beberapa jam diskusi yang intens. Para The Line perlahan berdiri dari kursi mereka, meninggalkan suasana serius dan berganti dengan percakapan yang lebih santai.
Di sudut ruangan, seorang pelayan datang dengan nampan berisi gelas-gelas kristal yang diisi dengan anggur merah terbaik. Mr. Patriot berdiri di tengah ruangan, mengangkat gelasnya tinggi-tinggi.
"Untuk kekuatan kita, untuk visi kita, dan untuk masa depan The Heptagon!"
Para The Line mengikuti, mengangkat gelas mereka dan berseru serempak. "Untuk The Heptagon!"
Gelas-gelas beradu dengan dentingan elegan. Senyuman kecil muncul di wajah setiap pemimpin, meskipun mereka tahu bahwa pekerjaan mereka belum selesai.
George Simbian, yang biasanya terlihat serius, berbicara dengan nada sedikit lebih ringan kepada Elya Stainberg. "Jadi, Elya, kapan kau akan mengundangku ke Vancouver? Kudengar steak di sana cukup legendaris."
Elya tersenyum tipis. "Kapan pun kau siap, George. Tapi jangan harap aku akan membayarnya."
Tawa kecil memenuhi ruangan, menandakan bahwa, meskipun mereka adalah bagian dari organisasi kriminal paling berbahaya di dunia, mereka tetap manusia yang sesekali menikmati kebersamaan.
Setelah bersulang, Mr. Patriot melangkah keluar dari ruang rapat dengan tenang. Ajudannya, seorang pria muda berambut hitam bernama Richard Vane, mengikuti di belakangnya. Para The Line yang masih berada di dalam ruangan memperhatikan bagaimana Mr. Patriot tetap menjaga aura otoritas bahkan saat suasana santai.
Saat berjalan menyusuri koridor panjang dengan dinding kaca yang memperlihatkan pemandangan malam kota New York, tiba-tiba ponsel Mr. Patriot berdering.
Richard menoleh sedikit, heran. Jarang sekali ponsel Mr. Patriot berbunyi, apalagi selama rapat atau setelahnya.
Mr. Patriot mengambil ponsel dari sakunya, melihat layar sebentar, lalu mengangkatnya.
"Ya," ucapnya dengan nada tegas.
Suara dari ujung telepon terdengar dalam dan penuh otoritas. "Patriot, dengarkan baik-baik. Pemilihan presiden 2004 harus dimenangkan oleh petahana. Tidak ada ruang untuk kegagalan."
Mr. Patriot tidak bereaksi secara emosional, tetapi matanya menyipit sedikit, menandakan tingkat keseriusan yang meningkat.
"Kami tidak berbicara tentang sekadar kemenangan. Kami berbicara tentang dominasi total. Setiap kandidat oposisi harus dijatuhkan. Media, keuangan, bahkan kehidupan pribadi mereka semuanya ada dalam kendalimu."
"Mengerti," jawab Mr. Patriot singkat namun penuh kepastian.
Suara itu melanjutkan, "Ini bukan hanya tentang presiden. Ini tentang keberlangsungan jaringan kita. Jika dia kalah, seluruh pondasi yang kita bangun di Amerika akan runtuh. Kau tahu apa yang harus dilakukan."
Mr. Patriot mengangguk meskipun orang di seberang telepon tidak bisa melihatnya. "Aku akan memastikan semuanya berjalan sesuai rencana."
"Bagus," kata suara itu dengan nada lebih dingin. "Gunakan semua sumber daya yang kau butuhkan. Tidak ada batasan."
Setelah beberapa detik hening, suara itu menambahkan, "Kita tidak hanya memastikan kemenangan. Kita memastikan musuh kita tidak pernah bangkit lagi."
"Dimengerti," ucap Mr. Patriot. Tatapannya tetap lurus ke depan, penuh fokus.
"Laporan perkembanganmu akan dinilai langsung. Jangan buat kesalahan, Patriot."
Panggilan itu terputus, meninggalkan kesunyian yang terasa berat.
Richard menatap Mr. Patriot dengan tatapan penuh rasa ingin tahu tetapi tetap menjaga profesionalismenya.
"Tuan, apakah ada yang bisa saya bantu?" tanyanya hati-hati.
Mr. Patriot memasukkan ponselnya kembali ke saku, lalu berhenti berjalan. Ia menatap Richard sekilas sebelum berkata, "Kita akan membuat sejarah, Richard. Pastikan semua rencana kita berjalan sempurna."
Di dalam ruang rapat, beberapa The Line yang masih berada di sana memperhatikan percakapan itu dari kejauhan. Mereka saling bertukar pandang, mencoba menebak siapa yang baru saja berbicara dengan Mr. Patriot.
George Simbian, yang dikenal sebagai salah satu pemimpin paling brutal, bersandar di dinding sambil melipat tangannya. "Apa pun itu, jika Mr.Patriot mengangguk seperti itu, maka ini sesuatu yang besar."
Elya Stainberg menambahkan dengan nada dingin. "Sesuatu yang besar untuk kita semua."
Saat Mr. Patriot melanjutkan langkahnya, Richard tetap berjalan di belakangnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Malam itu terasa berbeda, penuh dengan ketegangan yang tidak bisa dijelaskan.
Di luar gedung, pemandangan New York yang terang benderang menjadi saksi bisu dari percakapan yang baru saja terjadi percakapan yang mungkin akan mengubah arah sejarah dunia.
Mr. Patriot tidak hanya memimpin dunia bawah. Ia adalah salah satu penggerak bayangan dari kekuatan global yang jauh lebih besar.