Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Mafia yang Menyukai gadis Pendek

🇮🇩Vann_Story
7
chs / week
The average realized release rate over the past 30 days is 7 chs / week.
--
NOT RATINGS
22
Views
Synopsis
Di kota yang penuh dengan hiruk-pikuk dan kehidupan malam yang tak pernah berhenti, Alessandro "Alex" Romano, seorang pemimpin mafia yang ditakuti, merasa ada kekosongan dalam hidupnya meskipun memiliki segala kekuasaan dan loyalitas. Suatu malam, ia mencari ketenangan di sebuah kedai kopi kecil yang sederhana, tempat di mana ia bertemu dengan Mila, seorang gadis biasa yang tidak takut padanya. Meski awalnya merasa tertarik dengan ketenangan Mila, Alex mulai merasakan perubahan dalam dirinya setiap kali berinteraksi dengannya. Mila, yang tidak terintimidasi oleh reputasi kelam Alex, mendengarkan kisah hidupnya tanpa menghakimi. Seiring waktu, hubungan mereka berkembang, dan Alex mulai merasakan kedamaian yang tidak bisa ia temukan di dunia kekuasaannya. Namun, Mila tahu dunia mereka berbeda, dan ia harus memilih antara hati yang berbicara dan bahaya yang mengancam.
VIEW MORE

Chapter 1 - Bab 2: Dilema yang Tumbuh

Malam itu, kedai kopi terasa lebih sunyi dari biasanya. Suasana hangat yang biasanya mengelilingi ruangan kini terasa berbeda—lebih tegang, lebih nyata. Alex duduk di meja yang sama seperti biasa, namun pikirannya jauh dari kedamaian yang biasanya dia temukan di sini. Dia memikirkan kata-kata Mila, kata-kata yang menggelitik hatinya dengan cara yang tak terduga. "Aku ingin melindungimu," ucapannya terngiang-ngiang dalam benaknya, menggema di setiap sudut pikirannya. Seolah-olah, kata-kata itu lebih dari sekadar pernyataan—itu adalah janji yang sulit untuk dipahami.

Di luar, suara deru kendaraan dan langkah kaki yang tak pernah berhenti masih terdengar samar. Namun, di dalam kedai kopi yang sederhana itu, waktu terasa melambat. Dunia yang biasanya penuh dengan ancaman dan kekerasan, kini terasa jauh dari jangkauan. Bahkan meski Alex sudah terbiasa berada di tengah kerumunan orang yang selalu menghindari pandangannya, malam ini terasa berbeda. Ada keheningan yang terlalu nyata.

Mila, di sisi lain, merasa hatinya lebih berat. Setiap kali dia menatap Alex, ada kegelisahan yang menyusup ke dalam dirinya. Tentu, dia merasa sesuatu yang luar biasa ketika bersama Alex. Tapi itu juga menakutkan. Dunia yang Alex jalani bukanlah dunia yang bisa dia masuki begitu saja. Apa yang bisa dia lakukan dengan seseorang yang hidup di ujung pisau setiap harinya? Dunia yang penuh darah, perhitungan, dan ancaman—itu adalah dunia yang sama sekali tak bisa dia bagi. Dia bukan wanita yang terjebak dalam khayalan. Mila tahu apa yang harus dilakukan untuk bertahan hidup. Dan mengikuti dunia Alex bukanlah jawabannya.

Hari itu terasa lebih lambat dari biasanya. Mila tahu kalau kedai kopi itu sudah menjadi bagian dari rutinitas hidupnya—tempat yang selalu memberikan ketenangan di tengah dunia yang kadang terasa terlalu cepat. Namun, sekarang kedai itu juga menjadi tempat yang penuh dengan keraguan. Meskipun Alex tidak berada di sana setiap saat, pikirannya selalu mengisi ruang itu, seperti bayangan yang tak bisa hilang.

Di tengah kebingungannya, Mila kembali ke rutinitasnya di belakang meja kasir. Pekerjaannya—menyiapkan kopi, berbicara dengan pelanggan yang tak pernah menuntut lebih—adalah hal yang paling dia kuasai. Tapi kali ini, tangan Mila terasa lebih gemetar. Pikiran tentang Alex terus melayang, membayangi setiap gerakannya. Apakah ada kemungkinan dunia mereka bisa bersatu? Apakah mungkin untuk Alex keluar dari bayang-bayang kehidupannya yang penuh kekerasan dan melangkah ke dunia yang lebih sederhana, lebih damai?

Namun, saat pikirannya melayang, pintu kedai kopi kembali terbuka, dan langkah kaki yang familiar mengisi ruang itu. Alex. Mila menoleh, dan meski hatinya berdetak lebih cepat, dia berusaha menenangkan diri.

"Selamat malam, Mila." Suara Alex begitu dalam, namun kali ini terdengar berbeda. Tidak ada nada kekuasaan yang biasanya terasa jelas. Hanya ada keheningan di antara kata-katanya.

Mila mengangguk, dan meskipun dia berusaha tetap tenang, dia tahu ini akan berbeda. "Selamat malam, Tuan Romano. Apa yang bisa saya bantu malam ini?"

Alex duduk di meja yang sama dengan biasanya. Namun kali ini, dia tidak memesan kopi sesederhana biasanya. Mata Alex tak terlepas dari wajah Mila. Dia bisa melihat ketegangan yang tergambar jelas di mata gadis itu. "Aku ingin bicara," kata Alex, suaranya sedikit lebih lembut, seolah mencoba meredakan kegelisahan yang ada di antara mereka.

Mila merasa sedikit terkejut, namun dia tak ingin menunjukkan ketakutannya. "Tentu, ada yang ingin Anda bicarakan?"

"Kenapa kamu tidak takut padaku?" tanya Alex tiba-tiba, suaranya terdengar serius. Pertanyaan yang, meskipun sederhana, terasa begitu dalam.

Mila terdiam sejenak, mencoba mencari jawaban yang tepat. "Aku... tidak merasa ada alasan untuk takut," jawabnya perlahan. "Kamu mungkin berbeda dari orang lain, tapi itu tidak berarti aku harus takut padamu."

Alex menatapnya lebih lama, matanya penuh rasa ingin tahu. "Apa yang membuatmu merasa seperti itu?"

Mila menghela napas, melawan detak jantung yang tak teratur. "Aku mungkin tidak tahu sepenuhnya tentang dunia yang kamu jalani, Alex. Tapi aku tahu satu hal—kamu bukan monster. Dan aku rasa, kamu juga tahu bahwa hidupmu tidak hanya tentang kekuasaan dan ketakutan."

Alex terdiam. Kata-kata Mila menyentuh hatinya lebih dalam dari yang dia duga. Entah kenapa, dia merasa semacam harapan yang muncul dari dalam dirinya. Namun, dia juga tahu bahwa harapan itu sangat rapuh. "Mila..." suaranya pelan. "Aku... merasa seperti ada sesuatu yang berubah. Dunia yang kujalani... terasa kosong. Tapi aku tidak tahu bagaimana cara keluar dari semua ini."

Mila menatapnya, merasakan beratnya kata-kata itu. "Alex, kamu tahu betul bahwa dunia kita berbeda, kan? Aku tidak bisa begitu saja mengikutimu masuk ke dalam hidup yang penuh bahaya. Aku ingin percaya bahwa ada sesuatu yang lebih baik. Tapi aku juga tahu ada risiko yang harus dihadapi."

Alex menundukkan kepalanya, merasakan beban kata-kata Mila yang begitu jujur. "Aku tahu itu. Aku tidak bisa menjanjikan dunia yang sempurna. Dunia ini keras, dan aku sudah terlalu lama berada di dalamnya. Tapi... aku ingin mencoba sesuatu yang lebih baik. Bersama denganmu."

Mila merasa hatinya tergetar mendengar kata-kata itu. Perasaan yang selalu dia coba hindari kini muncul begitu kuat, meski dia berusaha keras menolaknya. "Aku juga ingin itu, Alex. Tapi bagaimana kita bisa melarikan diri dari dunia kita yang sudah begitu dalam?"

Alex mengangkat wajahnya, dan dalam tatapannya ada ketegasan yang muncul kembali. "Aku tidak tahu. Aku tidak punya jawaban pasti. Tapi yang aku tahu adalah aku tidak ingin kehilangan kesempatan untuk mencoba. Aku ingin kamu tahu bahwa aku akan berusaha."

Mila terdiam, meresapi kata-kata itu. Hatinya bertanya-tanya apakah ini akan menjadi awal dari sesuatu yang lebih besar. Sesuatu yang akan mengubah hidup mereka berdua.

"Aku tidak bisa melarikan diri dari semua ini, Alex," kata Mila akhirnya, suaranya penuh keraguan namun juga penuh harapan. "Tapi aku ingin memberi kita kesempatan untuk mencoba. Mungkin tidak sempurna, tapi lebih baik daripada tidak mencoba sama sekali."

Alex tersenyum, meskipun senyum itu terasa berat. "Mungkin itu adalah awal yang baik."

Dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Alex merasa ada sesuatu yang lebih dari sekadar kekuasaan dan kekerasan yang selama ini mengelilinginya. Ada secercah harapan yang tumbuh dalam dirinya, sesuatu yang dia tidak pernah tahu ada.

To be continued...