Ratu tetap duduk di bangku kayu di depan rumah, matanya menerawang menatap jalan setapak yang mulai diselimuti cahaya jingga matahari senja. Angin sore bertiup pelan, mengibaskan ujung kerudungnya. Di sampingnya, Ulpa masih berbincang ringan dengan Sam, sesekali tertawa kecil mendengar cerita suaminya tentang pekerjaannya di ladang hari ini.
"Besok aku mungkin harus pergi lebih awal. Ada beberapa bagian ladang yang butuh lebih banyak perhatian," kata Sam sambil membersihkan tangannya dengan kain kecil yang selalu ia bawa.
Ulpa mengangguk paham. "Kalau begitu, aku akan menyiapkan bekal lebih awal," ujarnya.
Ratu mendengar percakapan mereka dengan perasaan campur aduk. Baginya, hal-hal kecil seperti ini—suami dan istri yang berbagi cerita setelah seharian berpisah—adalah sesuatu yang terasa begitu asing dalam kehidupannya. Bersama Robert, yang ada hanyalah percakapan singkat, terkadang lebih banyak diam daripada berbicara. Apalagi akhir-akhir ini, pernikahan mereka semakin terasa renggang.
Ulpa menoleh ke arah Ratu, menyadari sejak tadi wanita itu lebih banyak diam. "Ratu, kau mau masuk? Atau kita duduk di sini lebih lama?" tanyanya lembut.
Ratu tersentak dari lamunannya dan tersenyum tipis. "Aku... masih ingin duduk di sini sebentar," jawabnya pelan.
Sam, yang baru saja selesai mencuci tangannya di sumur dekat rumah, melirik Ratu sekilas. "Kalau kau butuh sesuatu, jangan ragu bilang, ya," katanya.
Ratu mengangguk, meskipun ia sendiri tak tahu apakah ia benar-benar bisa mengungkapkan apa yang ia butuhkan saat ini.
Beberapa saat berlalu dalam keheningan. Hanya suara jangkrik mulai terdengar dari kejauhan. Ulpa menyandarkan tubuhnya sedikit pada sandaran bangku. "Ratu, sebenarnya aku ingin bertanya sesuatu," ucapnya tiba-tiba.
Ratu menoleh, sedikit terkejut dengan nada suara Ulpa yang lebih serius. "Apa?"
Ulpa menatapnya dengan lembut, tetapi ada kehati-hatian dalam matanya. "Apa kau sudah memikirkan apa yang akan kau lakukan selanjutnya?"
Ratu terdiam. Ia tahu pertanyaan itu pasti akan muncul, cepat atau lambat. Namun, ia sendiri belum memiliki jawabannya. Ia datang ke rumah Ulpa dalam keadaan kacau, tanpa rencana, tanpa kepastian tentang apa yang harus ia lakukan.
"Aku..." Ratu menarik napas dalam. "Aku belum tahu, Ulpa."
Ulpa tidak mendesaknya lebih lanjut. Ia hanya mengangguk kecil, memahami betapa sulitnya situasi yang sedang dihadapi oleh kakak iparnya ini.
Sementara itu, Sam yang duduk di sisi lain bangku hanya diam, membiarkan mereka berbicara tanpa ikut campur. Ia bisa merasakan bahwa ada sesuatu yang lebih dalam yang belum Ratu ungkapkan. Namun, Sam bukan tipe orang yang akan memaksa seseorang untuk berbicara jika mereka belum siap.
Hari semakin gelap, dan Ulpa akhirnya berdiri. "Ayo kita masuk. Udara mulai dingin."
Ratu mengangguk pelan, meskipun pikirannya masih dipenuhi dengan banyak hal yang belum bisa ia ungkapkan.
Malam itu, ketika semuanya sudah kembali ke kamar masing-masing, Ratu terbaring di tempat tidurnya, menatap langit-langit kamar. Ia mengingat bagaimana Sam dan Ulpa terlihat begitu serasi, bagaimana rumah kecil mereka terasa begitu hangat meskipun sederhana.
Dan di dalam hatinya, ia bertanya-tanya—apakah ia pernah merasakan hal yang sama dalam hidupnya.
Panggilan yang Tak Terduga
Pagi itu, matahari baru saja naik ketika Sam selesai membersihkan diri setelah subuh. Ia sedang duduk di depan rumah, menikmati udara pagi sambil menyeruput teh hangat yang dibuat Ulpa. Hari ini, ia harus kembali ke ladang lebih awal, seperti yang ia rencanakan semalam.
Di dalam rumah, Ulpa sedang membantu Ratu menyiapkan sarapan. Meskipun suasana masih canggung, setidaknya Ratu sudah mulai beradaptasi dengan keadaan di rumah ini.
Saat itu, suara dering ponsel tiba-tiba memecah keheningan. Sam mengeluarkan ponselnya dari saku dan melihat nama yang tertera di layar—Robert.
Sam mengerutkan kening. Ia sudah menduga cepat atau lambat Robert akan menghubunginya, tetapi ia tak menyangka akan secepat ini. Dengan sedikit ragu, ia menekan tombol jawab dan mendekatkan ponsel ke telinganya.
"Halo?"
Di seberang sana, suara Robert terdengar sedikit lelah. "Sam, aku ingin bertanya sesuatu."
Sam menegakkan punggungnya. "Apa itu?"
"Apa Ratu ada di sana?" Suara Robert terdengar datar, tetapi ada ketegangan yang tersembunyi di baliknya.
Sam terdiam sejenak, matanya melirik ke arah dalam rumah, ke arah dapur tempat Ulpa dan Ratu berada. Ia tahu Robert hanya ingin memastikan, tetapi ia juga tahu bahwa ini bukan pertanyaan yang mudah untuk dijawab.
"Ada apa memangnya?" Sam akhirnya menjawab dengan hati-hati.
Robert menghela napas panjang. "Aku hanya ingin tahu dia baik-baik saja atau tidak. Dia pergi begitu saja tanpa kabar."
Sam bisa merasakan bahwa Robert mencoba menahan emosinya. Namun, ia juga tidak bisa langsung menjawab tanpa mempertimbangkan perasaan Ratu.
Ulpa, yang keluar membawa cangkir teh untuk Sam, melihat ekspresi suaminya yang berubah. Ia tidak langsung bertanya, tetapi cukup paham siapa yang sedang menelpon.
Setelah berpikir sejenak, Sam akhirnya menjawab, "Dia baik-baik saja."
Hening.
Robert sepertinya sedang mencerna jawaban itu. "Jadi dia memang ada di sana?"
Sam tidak langsung mengiyakan, tetapi juga tidak membantah. "Yang jelas, dia butuh waktu."
Di seberang sana, Robert terdengar menghela napas lagi, kali ini lebih berat. "Baiklah..." Suaranya meredup. "Kalau dia memang tidak ingin bicara denganku sekarang, aku tidak akan memaksanya."
Sam mengangguk meskipun Robert tidak bisa melihatnya. "Aku rasa itu yang terbaik untuk sekarang."
Robert tidak berkata apa-apa selama beberapa detik sebelum akhirnya menutup telepon tanpa perpisahan yang panjang.
Sam menurunkan ponselnya, menatap layar yang kini kembali gelap.
Ulpa duduk di sampingnya, menaruh cangkir teh di meja kayu. "Robert?" tanyanya pelan.
Sam mengangguk. "Dia hanya ingin memastikan Ratu ada di sini."
Ulpa menggigit bibirnya, tatapannya beralih ke dalam rumah. "Apa kau memberitahu Ratu?"
Sam menggeleng. "Belum. Aku rasa lebih baik aku bicara denganmu dulu."
Ulpa menghela napas, merasa dilematis. "Aku tidak tahu apakah ini keputusan yang benar, tapi... kita harus memberi tahu Ratu bahwa Robert menghubungi."
Sam mengangguk setuju. "Tapi kita biarkan dia yang memutuskan apakah ingin berbicara atau tidak."
Mereka berdua terdiam sejenak, sama-sama menyadari bahwa ini hanyalah awal dari sesuatu yang lebih besar.
Dan di dalam rumah, tanpa mereka sadari, Ratu berdiri di balik pintu, mendengar percakapan mereka dengan hati yang bergetar.