Chereads / kekosongan menelan semesta, / Chapter 6 - Bab 5: Jejak Kegelapan

Chapter 6 - Bab 5: Jejak Kegelapan

Bagian I – Fajar Kebangkitan

Pagi itu datang dengan lembut, namun keheningan yang menyelimuti kota tua seolah masih menyimpan bayang-bayang malam yang penuh penderitaan. Di pinggiran medan pertempuran, di antara reruntuhan dan puing-puing yang tersisa dari pertempuran semalam, Siora terbaring lemah di atas permukaan tanah yang dingin. Tubuhnya yang sempat terkulai kini menunjukkan tanda-tanda kehidupan; luka-luka yang sebelumnya menganga kini tersutikan, seolah-olah kekuatan kegelapan yang mengalir dari takdirnya telah menyembuhkan setiap luka.

Dalam kondisi yang setengah sadar, Siora membuka matanya perlahan. Warna biru tua yang dulu tampak redup kini bersinar dengan kilauan baru—sebuah cermin dari kekuatan yang baru saja membangkitkannya. Ia mendapati dirinya terbaring di antara reruntuhan, dan suara deru angin membawa aroma tanah basah serta sisa asap dari pertempuran. Di sisi tubuhnya, ia merasakan kehangatan yang aneh, seolah ada energi gelap yang meresap ke dalam setiap serat jiwanya.

Tak lama kemudian, langkah lembut terdengar mendekat. Livia, dengan wajah penuh kecemasan yang kini bercampur haru, berlutut di samping Siora. "Siora, kau… kau kembali?" bisiknya, matanya berkaca-kaca.

Siora mencoba mengumpulkan kekuatannya dan menyeringai lemah, "Aku… aku tidak tahu bagaimana, Livia. Aku merasakan kekosongan itu menyelimuti, lalu… seketika, semua rasa sakit itu menghilang."

Livia menggenggam tangan Siora dengan erat, "Kau harus tahu, itu bukan keajaiban biasa. Aku melihat kilatan cahaya yang gelap, dan suara… suara yang seakan berkata, 'Kau tidak akan mati kerana sejak kau memiliki Koin Kegelapan, kau adalah milikku.' Aku tahu itu datang dari The Void."

Mendengar kata-kata itu, Siora terdiam sejenak. Dalam benaknya terngiang kata-kata yang pernah ia dengar dari The Void di medan pertempuran semalam. Sesuatu dalam dirinya merespons, seolah-olah ikatan yang sudah terbentuk sejak lama kini semakin kuat. "Aku ingat… kata-kata itu. Aku merasakannya mengalir di seluruh tubuhku. Luka-luka ini… seakan ditutup oleh kekuatan yang lebih besar dari diriku."

Livia mengusap pelan pipi Siora, "Kau istimewa, Siora. Koin itu memilihmu. Kau adalah yang terpilih di antara para pemilik koin. Dan setiap kali kau memanggil, The Void akan datang."

Bagian II – Refleksi di Tengah Reruntuhan

Setelah memastikan bahwa Siora telah stabil, Livia membantu mengangkatnya perlahan. Mereka berjalan bersama melalui jalanan yang masih dipenuhi puing dan bayang-bayang pertempuran. Langkah Siora terasa berat, namun setiap gerakannya kini dipenuhi dengan tekad yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Di sepanjang perjalanan, Siora mencoba memahami perasaan campur aduk yang menghantuinya.

Dalam sebuah lorong yang ditinggalkan oleh waktu, di mana ukiran-ukiran kuno tergores di dinding batu, Siora berhenti dan memandangi sebuah relief yang tampak seperti simbol kuno. "Lihat, Livia," ujarnya lirih sambil menunjuk ke ukiran itu, "ini sepertinya menceritakan tentang pemilik koin yang telah datang sebelum kita. Mungkin ini petunjuk bahwa aku memang memiliki takdir yang lebih besar."

Livia meneliti ukiran tersebut dengan seksama, "Aku tidak tahu pasti, tapi simbol ini mengingatkanku pada cerita-cerita yang diceritakan oleh para tetua di kuil. Mereka bilang bahwa setiap pemilik Koin Kegelapan harus menempuh perjalanan untuk menemukan kebenaran tentang diri mereka sendiri—bahwa hanya yang terpilih yang dapat mengukir sejarah baru di tengah kegelapan."

Siora menghela napas panjang, "Aku merasa campuran antara takut dan harapan, Livia. Ketakutan karena bayang-bayang pertempuran yang menghantui, dan harapan karena aku tahu, entah mengapa, aku ditakdirkan untuk lebih dari sekadar bertahan hidup. Aku ingin tahu mengapa The Void memilih untuk menghidupkanku kembali, apa arti sebenarnya dari kata-katanya itu."

Livia menggenggam tangan Siora lagi, "Kita akan menemukan jawabannya, Siora. Kita hanya harus terus mencari, mendengarkan bisikan yang tersisa, dan memahami setiap jejak yang ditinggalkan oleh takdir."

Bagian III – Dialog di Antara Kenangan

Mereka menemukan sebuah tempat persembunyian kecil—bekas ruang pertemuan para sesepuh The Obsidian Circle—yang masih menyimpan sisa-sisa naskah kuno dan artefak berharga. Di ruangan itu, di antara tumpukan gulungan dan buku-buku usang, Siora dan Livia duduk bersama.

Siora membuka salah satu gulungan dengan hati-hati, "Di sini tertulis bahwa setiap pemilik Koin Kegelapan memiliki ikatan yang tak terpisahkan dengan The Void. Takdir mereka dituliskan dalam bisikan dan luka. Aku harus memahami arti dari setiap kata yang pernah kudengar… dari setiap getaran yang pernah kurasakan."

Livia memandang gulungan itu dengan serius, "Mungkin di sini, kita bisa menemukan petunjuk tentang asal usul koin ini. Aku pernah mendengar cerita bahwa koin itu dibuat pada masa peradaban kuno, sebagai alat untuk menghubungkan manusia dengan kekuatan yang lebih tinggi—atau lebih gelap."

Siora menggigit bibirnya, "Ketika aku terkena mantra di medan pertempuran, rasanya seperti semua luka di dalam diriku diisi ulang oleh energi yang aneh. Aku tidak merasakan sakit, hanya kekosongan yang mendalam, seolah-olah aku diremajakan oleh kegelapan itu sendiri. Aku merasa… seperti aku telah berubah."

Livia mendekat, "Kau bukan hanya bertahan, Siora. Kau bangkit dengan kekuatan yang tak terbayangkan. Ingatlah kata-kata The Void, 'Kau tidak akan mati kerana sejak kau memiliki Koin Kegelapan, kau adalah milikku.' Itu bukan hanya janji, tapi ikatan yang menghubungkanmu dengan kekuatan itu. Dan itu membuatmu istimewa."

Siora menatap Livia dengan mata yang berkaca, "Aku merasa seolah aku telah mendapatkan kesempatan kedua—kesempatan untuk mengubah nasibku, bahkan jika itu berarti harus berjalan di antara kegelapan yang paling pekat. Tapi aku juga takut, Livia. Takut bahwa di balik setiap kekuatan, selalu ada harga yang harus dibayar."

Livia mengusap bahu Siora dengan lembut, "Semua kekuatan pasti memiliki harga, tapi ingatlah bahwa kau tidak sendiri. Aku di sini, dan The Void, meskipun misterius, selalu memanggilmu untuk melangkah maju. Bersama-sama, kita akan menemukan jawabannya."

Bagian IV – Jejak Baru di Jalan Takdir

Setelah berjam-jam membaca naskah dan menyelidiki artefak di ruangan persembunyian, Siora merasa ada semacam pencerahan. Gulungan kuno itu menyebutkan tentang "Anak Kegelapan"—seorang pemilik koin yang ditakdirkan untuk menjadi penyeimbang antara kehancuran dan pembaruan. Hati Siora berdegup kencang saat ia menyadari bahwa ia mungkin adalah sosok yang dimaksudkan itu.

Di luar, sinar matahari mulai mengintip dari balik awan, menerobos masuk melalui celah-celah bangunan tua. Suasana yang sebelumnya terasa mencekam kini sedikit cerah, seakan alam pun memberikan restu bagi perjalanan baru Siora. Ia berdiri, mengangkat gulungan yang baru saja dibacanya, dan berkata dengan suara bergetar namun tegas, "Aku harus melanjutkan pencarian. Aku harus mengerti siapa diriku, dan apa arti dari setiap luka dan bisikan yang kualami. Takdirku belum usai, dan aku tidak akan menyerah."

Livia tersenyum penuh haru, "Aku bersamamu, Siora. Setiap langkah yang kau ambil, setiap pertanyaan yang kau jawab, akan membawa kita lebih dekat pada kebenaran. Kita akan berjalan bersama, menapaki setiap jejak kegelapan yang ditinggalkan oleh masa lalu."

Saat mereka bersiap meninggalkan ruangan persembunyian, suara lembut namun menggema terdengar di dalam pikiran Siora—suara The Void. Dalam bisikan itu, terdengar kata-kata yang selalu terngiang di benaknya:

"Kau tidak akan mati kerana sejak kau memiliki Koin Kegelapan, kau adalah milikku."

Suara itu datang secara samar, namun sangat nyata baginya. Ia merasakan kehadiran kekuatan yang selalu siap untuk melindunginya dan menguatkannya. Kata-kata itu menjadi pengingat bahwa takdirnya telah terukir sejak lama, dan bahwa ia memiliki peran istimewa dalam perjalanan antara dunia fana dan kekosongan abadi.

Bagian V – Janji untuk Menapaki Jalan Kegelapan

Meninggalkan ruangan itu, Siora dan Livia menapaki jalan setapak yang mengarah ke pusat kota, di mana mereka berharap menemukan petunjuk lebih lanjut mengenai asal usul Koin Kegelapan dan rahasia yang tersembunyi di balik The Void. Langkah mereka seolah dipandu oleh takdir, setiap detik terasa seperti sebuah janji yang belum terpenuhi.

Di tengah perjalanan, Siora berhenti sejenak dan memandang ke langit yang cerah namun dipenuhi awan tipis. "Livia, kau tahu, aku merasa ada kekuatan yang terus membimbingku. Seolah-olah setiap luka yang pernah kupendam—setiap kepedihan—adalah bagian dari perjalanan ini. Aku merasa, meskipun aku telah jatuh dan seketika tampak tak berdaya, aku sekarang bangkit dengan kekuatan baru. Aku harus menemukan arti dari semua ini."

Livia mengangguk, "Aku tahu. Aku melihatnya dalam matamu, Siora. Kau berubah. Luka-lukamu telah sembuh, tidak hanya di tubuh, tetapi juga di jiwa. Dan itu adalah berkat dari kekuatan yang kau miliki—kekuatan yang berasal dari kegelapan itu sendiri. Jangan pernah lupakan, The Void selalu memanggilmu, dan kau adalah miliknya, sebagaimana kata-kata itu."

Percakapan itu mengalir seiring dengan langkah mereka yang mantap. Mereka membicarakan masa depan, impian, dan ketakutan mereka. Livia dengan jujur mengungkapkan kekhawatirannya akan bahaya yang mungkin menanti di depan, namun juga menegaskan bahwa bersama, mereka akan mampu menghadapinya.

Siora berkata dengan suara yang penuh tekad, "Setiap jejak yang kutemui, setiap rahasia yang kupelajari, akan menjawab pertanyaan tentang siapa aku sebenarnya. Aku tidak akan membiarkan kegelapan menelan jiwaku lagi. Aku akan menggunakan kekuatan ini untuk mencari kebenaran, meskipun harus menghadapi segala ancaman yang datang."

Di antara bisikan angin dan gema langkah kaki, Siora dan Livia terus berjalan, meninggalkan bekas yang samar di jalan setapak kota tua. Di balik setiap sudut, di setiap goresan waktu yang tersisa, mereka merasa bahwa takdir sedang menuliskan bab baru dalam sejarah dunia fana.

Ketika mereka mencapai persimpangan jalan yang seolah menjadi titik awal perjalanan baru, Siora menoleh kepada Livia, "Kita belum tahu apa yang akan kita temui, tapi aku yakin bahwa setiap pertanyaan yang tersisa akan terjawab. Aku harus melangkah maju, dan aku percaya bahwa The Void—meskipun misterius—akan selalu ada untuk menuntun jalanku."

Livia menyentuh pipi Siora dengan lembut, "Aku percaya padamu, Siora. Dan aku akan selalu di sisimu, tidak peduli seberapa gelap jalannya. Bersama-sama, kita akan menapaki setiap jejak kegelapan, mengungkap setiap rahasia, dan menemukan arti sebenarnya dari takdir yang telah menanti."

Dalam keheningan yang penuh makna itu, di antara sinar pagi yang mulai menyinari jalan setapak, Siora merasakan kehangatan dan kekuatan yang berasal dari dalam dirinya. Dia tahu bahwa perjalanan ini baru saja dimulai, dan setiap langkah akan membawa dirinya lebih dekat pada kebenaran yang selama ini ia cari.

Sementara itu, bisikan halus dari The Void terus terngiang dalam pikirannya, mengulang kalimat yang telah menjadi mantra bagi jiwanya:

"Kau tidak akan mati kerana sejak kau memiliki Koin Kegelapan, kau adalah milikku."

Dengan tekad yang menguat dan hati yang kini sedikit lebih ringan, Siora dan Livia melangkah ke depan, menuju petualangan baru yang penuh dengan misteri dan tantangan. Setiap langkah mereka adalah janji untuk terus mencari, untuk menolak menyerah pada kegelapan yang pernah mengancam, dan untuk membuktikan bahwa di balik setiap luka, selalu ada cahaya yang siap tumbuh.