pria jenius itu milikku

Aurellia_Fredicia_3284
  • 7
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 10
    Views
Synopsis

bab 1

Langit sore mulai berubah jingga ketika Aluna melangkahkan kakinya keluar dari perpustakaan kampus. Gadis itu merapatkan cardigan abu-abunya, melawan hembusan angin yang mulai terasa menusuk kulit. Matanya masih terpaku pada novel yang baru saja ia pinjam, tapi langkahnya tetap mantap menuju halte bus.

Namun, belum sempat ia mencapai halte, seseorang menabraknya dari samping. Buku di tangannya terjatuh ke trotoar.

"Maaf!" suara itu terdengar buru-buru, tapi Aluna terlalu sibuk memungut bukunya.

Saat ia mendongak, seorang pria berdiri di depannya. Rambutnya berantakan, kacamatanya sedikit miring, dan kemeja putihnya kusut seperti baru saja dikejar sesuatu. Matanya yang tajam di balik lensa kacamata itu tampak penuh dengan kecemasan.

"Kamu nggak apa-apa?" tanyanya cepat, suaranya sedikit terengah.

Aluna mengangguk, meskipun ia masih terkejut. "Aku baik-baik saja. Kamu?"

Pria itu menghela napas lega. "Aku dikejar orang. Bisa bantu aku sebentar?"

Tanpa menunggu jawaban, ia menarik tangan Aluna dan membawanya ke belakang salah satu bangunan kampus. Jantung Aluna langsung berpacu. Ini pertama kalinya ia bertemu seseorang yang begitu misterius.

"Apa yang terjadi? Siapa yang mengejarmu?" tanya Aluna dengan nada waspada.

Pria itu menatapnya sejenak, lalu tersenyum kecil. "Namaku Arka. Aku butuh tempat sembunyi. Aku... bisa dibilang sedang dalam masalah."

Aluna menatapnya curiga. "Masalah apa?"

Belum sempat Arka menjawab, suara langkah kaki mendekat. Ia buru-buru bersembunyi di balik dinding, menarik Aluna ikut bersamanya. Dua pria berbadan besar tampak melintas, menoleh ke kanan dan kiri seolah mencari seseorang.

Setelah mereka pergi, Aluna menoleh ke Arka dengan ekspresi penuh tanda tanya.

"Kamu ini sebenarnya siapa?"

Arka menatapnya, lalu tersenyum tipis. "Aku seorang genius. Dan sekarang, aku sedang diburu karena sesuatu yang aku ketahui."

Aluna membeku. Ia baru menyadari bahwa pertemuannya dengan Arka bukan kebetulan. Ini adalah awal dari sesuatu yang besar. Sesuatu yang bisa mengubah hidupnya selamanya.

Aluna menatap Arka dengan penuh kewaspadaan. Kata-katanya masih terngiang di telinganya.

"Aku seorang genius. Dan sekarang, aku sedang diburu karena sesuatu yang aku ketahui."

"Jenius?" Aluna mengulang kata itu dengan nada skeptis.

Arka mengangkat bahu, lalu membenarkan letak kacamatanya yang hampir melorot. "Aku nggak bermaksud sombong, tapi ya, aku memang jenius."

Aluna mendecak pelan. "Dan sekarang kamu diburu? Kenapa? Apa kamu mencuri sesuatu?"

Arka menatapnya tajam. "Tentu saja tidak. Aku hanya menemukan sesuatu yang seharusnya tetap tersembunyi."

Aluna mengernyit. "Sesuatu?"

Arka menarik napas dalam, lalu menatap sekeliling untuk memastikan mereka aman. "Aku seorang mahasiswa teknik komputer, tapi aku juga sering mengutak-atik sistem keamanan. Aku menemukan sesuatu yang seharusnya tidak pernah ditemukan."

Aluna mulai merasa sedikit tidak nyaman. "Maksudmu, kamu meretas sesuatu?"

Arka menggeleng cepat. "Bukan meretas. Aku hanya mengamati celah keamanan di sebuah sistem, dan... ternyata aku menemukan dokumen rahasia yang seharusnya tidak ada di sana."

"Dokumen apa?"

Arka diam sejenak, lalu menatap Aluna dengan ekspresi yang sulit dibaca. "Kalau aku bilang, kamu bakal ikut terlibat."

Aluna menelan ludah. Ini sudah terlalu aneh. Ia hanya ingin pulang, menikmati novel yang baru saja ia pinjam, dan menjalani hidup normalnya. Tapi sekarang, ia malah terjebak dalam sesuatu yang terdengar seperti film konspirasi.

"Aku nggak mau ikut campur," kata Aluna akhirnya. "Aku bahkan nggak kenal kamu."

Arka menatapnya, lalu tersenyum kecil. "Itu benar. Tapi sekarang kamu sudah tahu sedikit tentang aku. Itu berarti, mau tidak mau, kamu sudah terlibat."

Jantung Aluna berdegup kencang.

Tiba-tiba, suara sepatu berderap di sekitar mereka. Arka langsung menarik Aluna bersembunyi lebih dalam ke bayangan bangunan.

"Dengar," bisiknya. "Kalau mereka bertanya tentang aku, bilang saja kamu tidak tahu apa-apa."

Aluna hendak membalas, tapi suara seseorang terdengar.

"Kalian! Berhenti di situ!"

Aluna menoleh dan melihat dua pria berbadan besar dari tadi kini berdiri tak jauh dari mereka. Salah satu dari mereka menyipitkan mata. "Hei, kalian berdua, lihat anak berkacamata yang lari ke sini?"

Aluna merasakan tangan Arka sedikit gemetar di lengannya. Ini buruk.

Ia menelan ludah, lalu menggeleng. "Nggak, kami nggak lihat siapa-siapa."

Pria itu masih menatap mereka curiga. Aluna mencoba tetap tenang, berharap mereka percaya dan segera pergi.

Beberapa detik yang terasa seperti selamanya pun berlalu.

Pria itu akhirnya menghela napas kasar. "Kalau kalian melihatnya, kasih tahu kami. Dia sangat berbahaya."

Mereka berdua berbalik dan berjalan menjauh. Saat langkah kaki mereka menghilang, Aluna menoleh ke Arka dengan tatapan penuh pertanyaan.

"Kenapa mereka bilang kamu berbahaya?"

Arka hanya tersenyum tipis. "Mungkin karena aku tahu terlalu banyak."

Aluna menghela napas panjang. Ia merasa seperti baru saja masuk ke dalam cerita yang ia baca di novel-novel thriller.

Satu hal yang pasti—hidupnya tidak akan sama lagi setelah pertemuan ini.

Aluna memejamkan mata sejenak, mencoba mencerna semua yang baru saja terjadi. Ini gila. Ia hanya ingin pulang, bukan malah terjebak dalam pelarian seorang pria yang mengaku sebagai "jenius" dan sedang diburu.

"Aku harus pergi," gumamnya akhirnya, menarik tangannya dari genggaman Arka.

"Tunggu," Arka menahan pergelangan tangannya, membuat Aluna kembali menatapnya. "Aku butuh tempat aman untuk bersembunyi sebentar."

Aluna mendengus. "Dan kamu pikir aku bisa memberimu tempat?"

Arka menatapnya serius. "Iya."

Jawaban singkat itu membuat Aluna hampir tertawa. Ini pasti mimpi buruk. "Dengar, aku bahkan nggak tahu siapa kamu sebenarnya, selain namamu Arka dan kamu dalam masalah besar."

Arka menghela napas, lalu bersandar ke tembok. "Oke. Aku kasih tahu sesuatu, tapi kamu harus janji nggak akan bilang ke siapa pun."

Aluna melipat tangan di dadanya. "Aku bahkan nggak tertarik buat tahu."

"Terlambat. Kamu sudah tahu separuhnya," balas Arka cepat.

Aluna memutar bola mata. Ia bisa saja pergi sekarang dan melupakan ini semua, tapi entah kenapa, ada sesuatu dalam sorot mata Arka yang membuatnya merasa bahwa ia benar-benar dalam bahaya.

"Oke, bicara cepat. Aku nggak punya waktu banyak," kata Aluna akhirnya.

Arka menarik napas dalam sebelum berbicara, suaranya lebih pelan dari sebelumnya. "Aku menemukan data ilegal di sebuah server perusahaan besar. Data itu berisi transaksi gelap yang melibatkan banyak orang penting. Aku nggak sengaja menemukannya saat menguji sistem keamanan mereka."

Aluna mengerutkan kening. "Dan mereka tahu kalau kamu yang menemukannya?"

"Sayangnya, iya," jawab Arka lirih. "Aku nggak sengaja meninggalkan jejak digital sebelum aku sempat menutup aksesnya. Dan sejak saat itu, mereka mengejarku."

Aluna mendesah panjang. Ia tak tahu apakah Arka berkata jujur atau ini hanya omong kosong. Tapi, jika benar, maka ini bukan main-main.

"Lalu kenapa kamu minta bantuanku?" tanyanya lagi.

Arka menatapnya dengan ekspresi yang sulit dibaca. "Karena aku nggak punya siapa-siapa lagi."

Jawaban itu membuat Aluna terdiam. Ia bisa saja menolak sekarang dan membiarkan Arka mengurus masalahnya sendiri. Tapi, di sisi lain, ia tak bisa mengabaikan fakta bahwa pria ini benar-benar dalam bahaya.

Aluna mengembuskan napas kasar. "Oke. Aku nggak bisa menjanjikan banyak, tapi setidaknya aku bisa membantumu bersembunyi sebentar."

Senyum kecil terbit di wajah Arka. "Terima kasih, Aluna."

Aluna mendengus. "Jangan berterima kasih dulu. Aku juga nggak yakin ini keputusan yang benar."

Arka hanya tertawa pelan. "Percayalah, kamu nggak akan menyesal."

Dan entah kenapa, kalimat itu justru membuat Aluna semakin ragu.

Satu hal yang ia tahu pasti—ini baru permulaan.