Chapter 10 - Epilogue

Di dalam gereja tua yang gelap, di ruang tengah gereja, Orion duduk di kursi dengan tangan kirinya sebagai sandaran untuk menahan kepalanya, Kanuzaki duduk di kursi dekatnya sambil memejamkan matanya.

Tapi seketika ia membuka matanya akibat Orion yang berbicara padanya.

"Sial. Kanuzaki, Uji coba pertama kita telah gagal."

"Lalu? Apakah kau akan menyerah begitu saja? Bagaikan sebuah daun yang layu dari sepucuk bunga."

"Tapi, kita sudah menghabiskan kekuatan Revolt yang sudah kau ciptakan? Bagaimana kau bisa tenang seperti itu?"

Kanuzaki bangun dari tempat duduknya, berjalan menuju altar, mata orion menyipit sambil melihat kanuzaki berjalan. Ia berdiri di tengah-tengah altar, matanya memandangi singgasana yang ada di depannya.

"Azi Dahaka adalah pencipta kematian, akhir dari segala kehidupan, jika dunia hancur ia tidak akan lenyap dari dunia."

Kanuzaki berbalik, menatap kearah Orion dan meneruskan perkataannya.

"Layaknya Oblivion yang menciptakan Revolt. Revolt tidak akan hilang begitu saja meski satu sudah hilang dari dunia."

"... . Begitu ya..."

Suara pintu berdecit, Kanuzaki dan Orion menoleh kearah pintu, Rin berjalan mendekati mereka berdua sambil ditemani oleh beberapa orang berjubah hitam. Mereka adalah pengikut Kultus Azi dahaka.

Mereka berhenti beberapa langkah darinya.

Rin tersenyum dingin yang menyeringai kepada Kanuzaki, tahu apa yang sudah terjadi, Kanuzaki terkekeh. Ia menatap mata Orion, dengan Orion yang balik menatapnya.

"Tidak perlu terlalu khawatir, Orion. Pertarungan masih belum selesai."

Dia berjalan menuju altar di depan mereka, berhenti dengan suara sepatu di kakinya yang menggema di seluruh ruangan. Ia membuka tangannya.

"Kultus Azi dahaka akan terus membuat orang-orang percaya, bahwa Azi Dahaka akan bangkit dan membawa kehidupan baru yang lebih baik daripada sekarang."

"Setelah Senja bangkitlah malam. Di dalam cahaya pasti ada kegelapan. Bangkitlah Oblivion."

Lalu membuat sebuah tubuh dari Makhluk Alias Revolt: Oblivion. Revolt Humanoid yang memiliki corak-corak ungu dan partikel-partikel kecil gelap yang menyelimutinya muncul di belakang Kanuzaki.

"Oblivion Mega Tranformation."

Dibawah kaki semua pengikut Kultus Azi dahaka itu muncul lingkaran sihir berwarna ungu yang terkesan cukup indah untuk dilihat, beserta lingkaran sihir berwarna ungu itu juga muncul diatasnya.

Dari lingkaran sihir itu menembakan sinar ungu yang menutupi seluruh tubuh mereka. "Uhh Gngh.. AAAAAAAH!" teriak mereka, ditutupi Listrik-listrik ungu yang keluar dari lingkaran sihir.

Menciptakan angin yang lumayan kencang di sekitar mereka, partikel-partikel bekas tranformasi tadi masih ada di beberapa sudut, semua pengikut Kultus Azi dahaka menjadi Revolt dengan jumlah yang lumayan banyak.

Orion terkekeh melihat itu.

"Uh huh.."

Revolt-revolt itu memiliki beragam jenis di hadapan Kanuzaki, Rin dan Orion. Rata-rata pasti memiliki corak-corak asimetris di bagian tubuh mereka, ada juga yang simetris di beberapa Revolt.

Siang hari setelah jam pelajaran, Di kantin sekolah, yang penuh dan sibuk dengan siswa yang sedang duduk sambil makan di setiap meja dan kursi.

Ramai siswa yang sedang makan dengan ditemani teman-temannya, meski ada juga yang sendiria. Sama halnya dengan Nathan yang sedang makanan yaitu nasi dengan telur ceplok di atasnya.

Ya, nasi goreng khas Kasia Tropicslands. Ia duduk bersama dengan Rezon.

"Elu sedang makan apa, Nathan?"

"Yaa nasi goreng."

"Oh makanan khas "Kasia Tropicslands" ya, wilayah kerajaan yang memiliki iklim tropis kaya akan alam dan pegunungan yang menjulang tinggi yang dekat dengan garis katulistiwa."

"Itu benar."

Nathan mengambil nasi di piringnya dengan sendok lalu mengunyahnya di mulut. Sebelum akhirnya meneguk air putih.

"Gulp gulp... Ah."

"Enak banget."gumamnya sambil tersenyum.

"Heh, Kau ini."

Rezon terkekeh sebelum akhirnya memakan makanannya.

Saat Nathan selesai makan nasi gorengnya, semuanya tiba-tiba sedikit ricuh, karena Samasaki Sarasa yang berada di kantin, matanya menuju ke meja Nathan dan Rezon duduk.

Ia tersenyum kecil. Kemudian berjalan dan menyapa Nathan dan Rezon.

"Isurugi-kun~" ujarnya sambil tersenyum.

"Uh ada apa?"

"Bisa ikut aku sebentar?~"

"Baiklah..."

Nathan bangun dari tempat duduknya lalu berjalan ke lorong sekolah bersama dengan Sarasa di sampingnya.

"Sebenarnya ada apa? Nampak seperti ada sesuatu yang akan dibicarakan."

"Sepertinya kamu tahu apa yang dia pikirkan."

""Dia"?"

"Tachibana Hayase-san."

Mereka sampai di depan pintu kantor Tachibana Hayase, Sarasa mengetuknya.

Tok tok

Kemudian Tachibana Hayase menyuruh mereka masuk.

"Masuklah."

Sarasa menggeser pintu itu dengan pelan, Tachibana Hayase sedang duduk di kursinya.

"Aku sudah membawanya."

"Aku sudah menunggu kalian berdua, duduklah."

Sarasa dan Nathan duduk di kursi yang ada didepan meja milik Tachibana Hayase.

"Sepertinya kita langsung ke intinya saja."

"Apa yang sebenarnya anda ingin bicarakan denganku? Kenapa Sarasa yang harus membawaku?"

"Samasaki-san sudah mengetahui apa yang sebenarnya dibicarakan kali ini, aku hanya ingin ia mendengarkan saja."

"Begitu ya."

Hayase mendesah pelan.

"Isurugi Nathankato, adik dari Isurugi Sayumi. Siswa tahun pertama baru, yang mengalahkan Revolt pertama di sekolah."

Nathan seketika terkejut bukan main mendengar Hayase tahu bahwa ia melawan Revolt kemarin dan mengalahkannya.

"Huh?! Bagaimana kamu bisa tahu?"

Secara singkat, Hayase hanya menyebutkan satu kata, sembari menutup matanya.

"Cctv."

Nathankato melihat ke setiap sudut ruangan dan melihat satu cctv di salah satu sudut ruangan bagian belakang, kemudian menyadari ada cctv di tempat ia bertarung melawan Revolt kemarin.

(Di setiap wilayah akademi, pasti ada cctv untuk melihat siswa, bisa-bisanya aku tidak sadar akan hal itu.)

"Begitu ya. Apa yang akan kalian lakukan tentang hal ini?"

"Kami sebenarnya sudah mengamankan orang yang menjadi Revolt tersebut."

"Orang?"

"Maksudmu, Revolt yang kulawan adalah orang yang menjadi Revolt?"

"Benar, diperkuat dengan laki-laki itu yang mengaku ialah yang menjadi Revolt kemarin."

"..."

Nathan hanya menyimak perkataan dari Hayase, dengan terkekeh-kekeh.

Kemarin malam...

Di sebuah ruangan dengan kaca besar di samping kanan ruangan, ditengah ada meja penjang dengan laki-laki yang dimaksud oleh Hayase duduk di kursi yang berhadapan dengan Hayase yang duduk juga di kursinya. Ia diborgol di tangannya hingga tak bisa menggerakkan tangannya, dengan dua penjaga di belakangnya untuk menjaganya.

Dibelakangnya di temani oleh dua guru yaitu Miyamura Sana dan satu bapak guru yaitu Nishimura shindou.

"Jadi, bisakah kita mulai sekarang? Berdiam di tempat seperti ini membuatku muak."

"Baiklah, seperti maumu."

Hayase menyeringai dingin dengan menatap kearah laki-laki itu.

"Apakah kau itu adalah Revolt kemarin?"

"Apakah aku pantas untuk menjawab?"

"Jika ingin, silahkan."

"Lucu sekali. Kau seperti bertanya pada badut di jalan "apa kau itu badut?""

Hayase menarik nafas panjang.

"Haa... Begitu ya, kalau begitu ku ganti pertanyaannya, kenapa kau ingin menjadi Revolt?"

Laki-laki itu menggeram marah, menggigitnya giginya sendiri dengan kuat.

"Karena ujian tolol mu itu! Aku sudah berjuang keras untuk masuk ke akademi, aku sudah membangkitkan Diverku saat masih kecil."

Laki-laki itu sudah membangkitkan Divernya saat masih kecil, yang seharusnya memiliki potensi untuk masuk kedalam akademi, tapi ia gagal karena kehilangan tiga Anima di Sanctuary Place.

"Aku pikir aku bisa masuk secara mudah ke Diver Series Academy, ternyata salah. Dan itu sebabkan oleh tes masuk yang kau buat itu terlalu tolol! Kau membuat tes masuk yang tidak masuk dilogika, mana ada tes masuk ke dalam akademi seperti itu!!"

"Tidak, meski tidak diterima, ditahan disini pun tidak apa-apa. Setelah senja bangkitlah malam."

"Uh?"

"Didalam cahaya pasti ada kegelapan! Camkan itu baik-baik, gadis berengsek."

"Kemari."

Kedua penjaga itu pun membawa laki-laki itu keluar dari ruangannya.

Nathan tampak menyimak cerita dari Hayase.

"Setelah senja bangkitlah malam?"ucap Sarasa yang kebingungan.

"Didalam cahaya pasti ada kegelapan... Apa maksudnya? Tapi apa kesimpulannya? Tidak mungkin hanya informasi seperti ini saja yang kau dapat?"ucap Nathan.

"Setelah mendengar cerita itu kenapa kau malah menjadi bersemangat? Tidak, aku masih memiliki hipotesis dan asumsi terhadap hal ini."

"Apa?"

Nathan dan Sarasa tampak menegang.

Sore harinya, warna langit sudah ke oren-orenan, sementara itu Nathan berjalan di pinggir jalan, sambil berbicara sendiri berharap agar tidak ada mendengar.

"Gimana ya?"

"Nathan!"

Rezon rupanya sudah menunggunya di depan.

"Rezon, ada apa? Oh mungkin kau ingin ini kembali ya."

Nathan meraba-raba bawah punggungnya, dan mengambil sebuah alat berbentuk bulat yang kecil.

"Tau aja ya."

"Ini ku kembalikan."

Dia memberikan alat itu pada Rezon.

"Lu sebenarnya mau apa sih? Pake nempelin alat pendengar jarak jauh segala."

"Yah gua hanya mau tahu, lu itu ditembak oleh dia atau gak?"

"Maksudmu Samasaki? Jangan aneh-aneh."

"Haha, tidak, tidak, aku bercanda. Aku hanya mendengarkan pembicaraanmu dengan Tachibana Hayase di kantornya. Dan rupanya cukup membuatku tercengang."

"Yah begitulah kira-kira, aku tidak menyangka akan terjadi hal seperti itu."

"Kau serius ingin melakukannya, Nathan?"

"Jika tadi kau mendengar kata-kata ku tadi, Kau seharusnya tahu apa yang sedang kupikirkan."

"Jadi kau juga masih bingung ya."

"Tunggu, bagaimana kau bisa tahu?"

"Pendengaran gua itu tajem loh."

"Pantes."

Saat tadi, Nathan masih di kantor Tachibana Hayase.

"Sepertinya Revolt akan terus bermunculan mulai dari sekarang."

"Terus? Kau ingin apa?"

"Sudah tentu, aku ingin kalian berdua mengalahkan Revolt yang mencoba mengacau di area akademi, tenang saja, ini akan dirahasiakan oleh pihak sekolah, jadi kalian tidak perlu terlalu khawatir."

Nathan dan Rezon pun berjalan di lorong asrama cowok, membuka pintu mereka dan masuk kedalam kamar masing-masing.

menutup kembali pintunya, lalu berjalan, kemudian menaruh tasnya di meja. Nathan pun menarik nafas panjang.

"Haa.. kenapa coba gua mulu yang kena?"