Waktu terus berlalu tak terasa hari kelulusan pun ada didepan mata. Helenina Dealova Louis, tepat esok hari ia akan dinyatakan lulus dari sekolah menengah kejuruan nya, dan ia sudah harus mulai merencanakan kehidupan di masa depan nya.
Bagaimana dengan Rafael?
Semenjak pertengkaran terakhir itu, mereka sama sekali tidak berkomunikasi. Mengobrol di telepon, bertukar pesan, bahkan untuk bertemu pun tak ada.
Helenina yang notabene nya adalah seorang jomblo sejak lahir dan baru pertama kali mempunyai hubungan dengan lelaki tentu merasa bingung, canggung dan egonya sangat terluka. Ia tak tau apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki hubungan nya dengan Rafael. Namun, disisi lain inilah yang diharapkan oleh orang tua Helenina. Mengakhiri hubungan mereka.
Saat Helenina sedang sibuk untuk mempersiapkan baju yang akan ia pakai di hari kelulusan nanti, dering telepon nya bergeming dan membuat Helenina penasaran.
Ia terkejut nama dari sang penelepon yang sangat ia harap harap kan sejak lama akhirnya muncul di layar telepon nya. Rafael.
Helenina terdiam, ia tak langsung mengangkat telepon itu. Ia tak tau harus berkata apa dan ia pun tak sanggup jika harus mendengarkan kata kata "kejam" yang akan keluar dari mulut lelaki terkasihnya itu. Sampai akhirnya ia mendapat kekuatan untuk mengangkat telepon dan membuka suara setelah sekian lama.
"Halo?"
"Nina, apa kabar?" Ucap Rafael lembut
"Biasa saja". Ucap Helenina dingin
"Nina, bisa kita bertemu berdua? Sebentar saja" ucap Rafael memelas
Rasa rindu, rasa bersalah dan rasa cinta yang menyatu memporak-porandakan perasaan Helenina membuat nya bingung tak karuan. Rafael telah meninggalkan nya selama ini, tak ada kabar, pesan, ataupun sosoknya yang sangat ia rindukan. Kemana saja kau selama ini? Kenapa kau baru menghubungi ku setelah percakapan terakhir kali?
"Boleh, besok datanglah ke acara kelulusan ku. Kita bicara disana" ucap Helenina tegas
"Makasih Nina"
Helenina mematikan telepon singkat tersebut. Was was, takut, penasaran, dan bahagia. Akhirnya ia bisa bertemu "kekasih" yang sudah menghilang tanpa jejak itu setelah sekian lama. Ada begitu banyak pertanyaan muncul di kepalanya tapi ia akan tahan sampai esok hari ia akan membanjiri beribu ribu pertanyaan kepada Rafael.
"Semoga kami masih bisa berbaikan" ucap Helenina sambil tersenyum memandang cermin didepan nya.
.
Keesokan harinya, hari kelulusan. Helenina sudah bersiap rapih sejak subuh untuk berdandan secantik mungkin. Bukan hanya untuk memeriahkan acara kelulusan nya tapi juga karena "kekasih"nya akan datang dan ia ingin terlihat secantik mungkin agar hubungan mereka bisa kembali membaik (mungkin).
"Mama sama papa gak perlu dateng ke acara kelulusan aku. Soalnya gak diwajibkan juga kok. Ini cuma buat acara para murid aja" ucap Helenina beralibi
"Loh nin, kenapa? Padahal mama mau ikut Anterin kamu loh" ucap mama Helenina
"Ah.. itu gapapa kok mah nina cuma pengen sama temen temen aja yah hehe" ucap Helenina sambil sedikit terbata bata
"Yasudah kalau ini untuk acara kalian para remaja, mama gak bisa ikutan deh haha. Kalau sudah mau pulang nanti kabarin mama yah, nanti mama jemput" ucap mama Helenina
"Iya mah, makasihh" ucap Helenina sambil memeluk ibunya.
.
.
Helenina memasuki lorong lorong sekolah yang sudah di hias indah untuk acara kelulusan ini, yah meskipun acara kelulusan nya diadakan di sekolah tapi tidak kalah bagus dan aesthetic dalam menghias seisi sekolah.
Helenina duduk dikursi yang sudah disediakan dan ikut bergabung dengan teman teman yang lain
"Yaampun nina kamu cantik banget" ucap Andin, teman dekat Helenina
"Eh, Din kamu bisa aja. Kamu juga cantik kok hehe" ucap Helenina tersenyum ramah
"Yah sayang banget yah kamu udah cantik-cantik gini malah putus sama Rafael" ucap Andin sambil mengejek Helenina
"Haha, apasi Andin" ucap Helenina kecut
"Ngomong-ngomong nin, kalian serius putus? Gara gara gak diizinin orang tua kamu?" Tanya Andin penasaran
"Sebenernya Din, aku juga bingung ini aku putus atau gimana. Gada kabar dari dia bahkan aku juga gatau harus berbuat apa. Aku diem aja selama ini karena memang gada hal yang bisa diharapkan lagi" ucap Helenina pelan
"Bener bener ya si Rafael itu, anak gadis orang di mainin. Awas aja ya kalo tu cowok ada di hadapan gue, gue tonjok tu cowok" ucap Andin kesal
"Jangan gitu ah Andin, jadi ngomong kasar kayak gitu" ucap Helenina sambil menepuk bahu Andin
"Hehe bercanda nin, btw si Rafael beneran gakan dateng ke sini? Minimal ngasih ucapan selamat ke kamu kek atau gimana gitu?" Tanya Andin semakin penasaran
"Sebenernya kemarin Rafael telepon aku, dia bilang mau ada yang diobrolin. Dan aku suruh dia dateng kesini kalau mau ngobrol" ucap Helenina ragu
"HAH? SERIUS? TU ORANG MAU DATENG KESINI SETELAH NGEGHOSTINGIN KAMU?" Teriak Andin, dengan cepat di bekap oleh tangan Helenina
"Suttttt Andin ih kok teriak teriak malu tau" ucap Helenina sembari mengerungkan alisnya
"Eh eh maaf nin, aku kaget banget. Serius ini gak bercanda kan? Kok dia ga tau malu banget nin. Padahal waktu kelulusan dia kamu aja gak dateng kan sebagai pacar dia" tanya Andin
"Karena aku gak diundang waktu itu makanya aku gak dateng, tapi dia kan beda. Aku sendiri yang suruh dia dateng kesini, mungkin saat nanti kami bertemu lagi kami bisa menyelesaikan semua kesalahan pahaman kami. Yakan Din?" Tanya Helenina penuh harap.
"Yah, kita lihat nanti. Good luck ya bestie" ucap Andin sambil memeluk Helenina.
Seluruh rangkaian acara telah selesai diikuti oleh para siswa yang melangsungkan acara kelulusan. Semua orang tertawa, bahagia, mengambil banyak foto untuk kenangan kenangan. Tapi, hanya Helenina yang tampak gelisah dan tidak tenang. Yah, Rafael belum juga menunjukkan batang hidungnya di acara tersebut padahal Helenina sudah mengirimkan pesan untuk datang tepat waktu sebelum ia di jemput oleh ibunya untuk pulang.
Tak lama seseorang menyenggol tangan Helenina dan berkata
"Helen, ada yang cariin kamu tuh di sana katanya namanya Rafael" ucap seorang teman kelas Helenina
"Ahh iya iya makasih yah" ucap Helenina kegirangan lalu berlari ke arah tempat dimana Rafael sudah menunggu
Ia terus berlari sambil terlihat kesusahan menjaga keseimbangan tubuh nya karena high heels yang ia pakai lumayan agak tinggi.
Itu dia. Rafael Issaqian. Pacarku, kekasihku yang telah lama tidak mengabariku. Akhirnya aku bertemu dia lagi dan sekarang aku bisa menanyakan semua hal yang membuatku penasaran selama ini.
"qian.." ucap Helenina ragu, ia mendekati Rafael yang sedari tadi terus memperhatikan Helenina dari kejauhan
"Nina, kamu cantik sekali hari ini" ucap Rafael yang berhasil membuat Helenina tersipu malu dengan kedua pipinya yang merah merona
"Ah, hmm makasih..kamu, apa kabar?" Tanya Helenina
"Yah, seperti yang kamu lihat. Aku baik baik aja" ucap Rafael santai
Mereka berdua duduk di bangku taman yang ada dibawah pohon rindang yang membuat suasana ditempat itu menjadi sejuk dan menenangkan.
"Maaf Nina, aku gak bermaksud buat ninggalin kamu dan ngejauhin kamu selama ini" ucap Rafael lesu
"Kenapa kamu gak ngabarin aku selama ini qian? Aku khawatir banget sama kamu" ucap Helenina sedikit gemetar
"Aku tertekan Nina, tekanan dari banyak hal di hidup aku yang ngebuat aku gak bisa berbuat banyak. Termasuk dari orang tua kamu" ucap Rafael dingin
"Maaf". Ucap Helenina pelan
"Sekarang kamu sudah lulus dan bukan anak sekolahan lagi, apa rencana kamu kedepannya?" Ucap Rafael tiba tiba mengalihkan topik pembicaraan
"Eh? Mmm kayaknya aku bakal lanjut kuliah di luar kota. Ada kampus impian aku disana mungkin aku juga bakal cari kostan dan coba buat adaptasi sama lingkungan baru, kalau kamu gimana qian?" Tanya Helenina excited
"Yahh, ini kamu banget Nina. Kamu selalu cerita, riang, ekspresif dan excited saat kita lagi berdua an. Itu yang aku suka sama kamu. Kamu yang kayak gini bener bener cantik Dimata aku Nina" ucap Rafael tiba tiba dingin dan menatap Helenina tanpa berkedip
"qian? Kenapa? Kamu, ehh itu apa aku salah ngomong yah?" Tanya Helenina ragu
"Enggak Nina. Aku cuma benci sama diri aku sendiri. Andai aku bisa lebih kuat mungkin aku gakan jadi pengecut kayak gini kan?" Ucap Rafael sambil mengelus pipi Helenina
"Tu-tunggu qian ini maksud nya apasih? Kamu kenapa? Kok ngomong nya jadi gini?" Tanya Helenina
"Andai aja aku lebih tua beberapa tahun lagi dari kamu, andai aja karir dan prospek kerja aku bisa lebih terjamin. Aku pasti bakal bawa kamu kabur sekarang juga" ucap Rafael sembari menciumi punggung tangan Helenina
"Ehh?? Kabur? Apa maksud kamu qian. Jangan bercanda itu gak lucu" ucap Helenina panik
"Reaksinya benar benar lucu, andai aku bisa lebih kuat dan mampu. Aku benar benar akan menikahi gadis dihadapanku ini sekarang juga. Aku tidak bisa kehilangan dia. Helenina adalah duniaku. Bagaimana ini. Aku benci pada diriku sendiri yang tidak bisa mempertahankan kebahagiaan ku sendiri." Ucap Rafael ditengah lamunan nya yang disadarkan oleh tepukan tangan Helenina di kedua pipi Rafael.
Plak ...plak..
"qian, kamu ngelamun lagi" ucap Helenina kesal
"Nina, dengerin aku. Mari kita putus. Itu yang terbaik untuk kamu dan masa depan kamu" ucap Rafael yang membuat keheningan panjang diantara mereka berdua
Bagai petir disiang bolong hati Helenina begitu terguncang dengan kalimat yang dilontarkan oleh kekasihnya ini. Kali ini, bukan ambigu semata. Ini sebuah pernyataan mutlak yang langsung disampaikan dari mulut Rafael
"putus? Kita?".