Chereads / Resplendent / Chapter 1 - Princess Of Ruvolk

Resplendent

Jeohae
  • 7
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 65
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Princess Of Ruvolk

Apa yang akan kau lakukan jika terbangun sebagai seorang putri kerajaan?

Kalau tidak salah menghitung, sudah setahun Ranaeia tinggal di dalam kastil dengan orang-orang memanggilnya putri tetapi ia masih belum menemukan cara untuk kembali ke dunianya. Meski demikian, bohong kalau dia mengatakan tidak menikmati hidupnya yang sekarang.

Ranaeia banyak menghabiskan waktu untuk berandai-andai bagaimana jika dia dilahirkan sebagai seorang putri kerajaan dan kini dia seorang putri kerajaan sungguhan. Namun, rupanya menjadi seorang putri artinya siap mengemban tugas-tugas yang harus dijalankan dan mengesampingkan keinginan pribadi.

"Bagaimana? Dia baik-baik saja, kan?" Tanya Ranaeia.

Neirin mengangguk sembari berjalan mendekat dan menyerahkan sebuah amplop berwarna pink dengan segel bunga Daisy.

"Kurasa dia sudah beradaptasi." Ucap Ranaeia membuka surat yang segelnya sudah terbuka oleh Neirin.

Neirin melemparkan tubuhnya di atas kasur Ranaeia yang dua kali lipat lebih empuk dari miliknya sendiri. "Yap, pria membuatnya tetap waras."

Ranaeia terkekeh sambil membaca rangkaian kata yang diyakininya disusun dengan hati yang gembira, dia bahkan bisa membayangkan ekspresi pengirim surat saat menuliskannya yang mana adalah sahabatnya yang lain, yang ikut terseret ke dunia ini namun sayang seribu sayang dia berada jauh di timur, sebuah kerajaan yang berpengaruh.

"Bagaimana dengan Theia?"

Raut wajah Neirin berubah sedih, menatap langit-langit ranjang Ranaeia ebelum menggeleng. Ranaeia mendesah sedih, berharap Theia baik-baik saja.

Mereka masuk ke dunia ini bersama tiga sahabatnya, dia dan Neirin bertemu di taman begitu mereka terbangun dan berlarian panik sampai menemukan satu sama lain. Mereka beruntung karena berdekatan dan bisa bertemu kapanpun mereka mau. Seminggu pertama, keduanya mencari Selena dan Theia di seluruh kastil namun tidak membuahkan hasil.

Selama dua bulan Ranaeia dan Neirin sibuk mencari dua teman mereka sampai ratu membawa mereka ke tempat bernama Aethern, sebuah pesta megah telah disiapkan untuk perayaan ulang tahun putri Aethern. Ranaeia dan Neirin berdiri dengan rasa takjub yang ditahan-tahan sampai Selena memasuki aula dengan tiara cantik di atas kepalanya. Saat itu keduanya langsung mengetahui bahwa Selena adalah putri yang berulangtahun.

Pelukan dan reuni haru tak tertahankan, membuat orangtua mereka kebingungan melihat kedua putri yang tidak mereka ketahui berteman dekat. Selena menyampaikan bahwa dia ketakutan dan tidak tahu harus apa setiap harinya, namun Ranaeia dan Neirin memberitahunya bahwa semuanya baik-baik saja dan cukup memainkan peran mereka.

"Putri, yang mulia ratu memanggil anda."

Neirin yang sedang berbaring mengangkat kepalanya terkejut menatap seorang pelayan wanita yang baru saja masuk. "Aku tidak mendengarmu masuk?"

"Maaf Lady, saya tidak mengetuk karena yang mulia ratu meminta kedatangan putri segera."

Ranaeia melempar kertas dan amplop di tangannya ke dalam perapian yang menyala sebelum berbalik menatap pelayan ibunya.

"Baik, terimakasih."

Pelayan tampak terkejut namun menunduk dan menghilang dibalik pintu.

"Sudah setahun putri iblis berubah menjadi malaikat, tetapi seisi istana masih terkejut setiap berinteraksi denganmu." Neirin terkekeh karena ucapannya sendiri. "Bahkan ayahku masih sering mengoceh bagaimana sikapmu berubah."

Tidak mengherankan, Ranaeia lebih terkejut lagi karena setiap dia berterimakasih atau segala sesuatu yang bersifat baik kepada para pelayan dan anggota istana lain mereka tampak terkejut sebelum akhirnya Neirin yang mendengar gosip dari beberapa pelayan bahwa Putri Ranaeia sebelum dia tiba disini memiliki sikap yang buruk dan mudah marah.

Ranaeia tersenyum, berjalan ke sisi kasurnya dan mengulurkan tangannya pada Neirin. "Ayahmu tidak cukup senang."

Neirin menyambut tangan Ranaeia yang membantunya bangun dari atas ranjang kemudian mengangguk. "Jelas dia memiliki rencana, dan apa ini? Kau mengusirku karena kau akan meninggalkan kamarmu?"

"Tidak, kau akan ikut denganku."

"Bertemu ibumu?"

"Hm, kurasa aku tahu tujuan undangan ini."

Neirin merangkul lengan Ranaeia dan menggeleng. "Kau benar-benar cocok dengan peran ini."

Bukan pertama kalinya Neirin mengatakan demikian. Neirin tidak salah, ia juga merasa demikian.

Keduanya berjalan melewati tangga panjang untuk sampai ke bagian sayap kiri istana dimana kamar ibunya berada. Neirin melepas lengan Ranaeia dan merapikan gaun birunya sebelum mendorong pintu besar di hadapannya, membiarkan Ranaeia masuk lebih dulu sebelum dirinya.

Neirin menyapa ratu yang merupakan adik dari ayahnya yang ternyata ada disana juga.

"Oh, pas sekali kau membawa Neirin." Ucap ratu, Ranaeia mengangguk.

Ranaeia membungkuk untuk menyapa pamannya yang merupakan ayah Neirin di dunia ini sebelum kembali menatap ibunya.

"Aku tahu apa yang ingin ibu bicarakan."

Ratu tersenyum penuh arti. "Bagus, tidak perlu lagi berteriak padamu untuk membuatmu mengerti. Kau entah mengapa membuat ibu bangga dalam setahun ini."

Sementara Neirin merasa ciut ketika berhadapan dengan ratu, Ranaeia berdiri dengan penuh percaya diri dan entah mengapa Neirin melihat adanya kemiripan antara ratu dan Ranaeia.

"Benar sekali, aku masih tidak menyangka putri berubah sangat drastis." Itu Faistus—ayah Neirin sekaligus pamannya dengan postur ramping dan kumis tebal di atas bibirnya dengan kedua ujungnya terangkat seolah kumisnya sedang tersenyum.

Ranaeia tersenyum samar. "Aku hanya melakukan apa yang diminta ibuku, paman."

"Ya, tentu saja, akhirnya kau mengerti tugasmu. Kenapa kalian tidak duduk?" Ucap Ratu terlihat jelas bahwa dia merasa puas dengan perubahan putrinya.

Ranaeia menarik kursi dan duduk, diikuti Neirin yang duduk di samping ratu dengan sedikit tegang. Neirin bukannya takut terhadap ratu, hanya saja aura yang dimiliki ratu entah mengapa membuatnya merasa segan dan takut salah bersikap.

"Meski kau sudah mengetahui ini tetapi ibu ingin tetap membicarakannya." Ratu menyesap tehnya sebelum melanjutkan, "Neirin masih belum kau beritahu kan?"

Faistus mengangguk sementara Neirin di kursinya bingung namun menahan diri untuk bertanya. Ratu berbicara dengan gaya bicara khasnya sebagai seorang ratu sekaligus ibu bagi Ranaeia dan bibi bagi Neirin.

Setelah satu jam akhirnya Ranaeia dan Neirin kembali ke kamar Ranaeia. Neirin duduk di atas sofa dengan linglung seolah jiwanya melayang entah kemana.

"Nei?"

Neirin mendongak dan menelan ludah. "Ran, kesimpulan dari apa yang ratu bicarakan.."

Ranaeia bersandar pada tiang di sudut ranjangnya dan mengangguk kecil dengan kekehan geli melihat raut wajah Neirin.

"Hmm, kita akan mencari suami."