Malam itu, angin dingin berhembus lembut melewati jendela apartemen sederhana milik Naya. Perempuan muda berusia 23 tahun itu duduk termenung di sofa usangnya, memandang ponsel yang layar kacanya telah retak di beberapa sudut. Sebuah pesan yang baru saja diterimanya mengubah ekspresi wajahnya yang biasanya tenang menjadi penuh kebingungan.
"Saya ingin bertemu Anda, besok malam di Hotel Astoria. Ada hal penting yang harus kita bicarakan. - Adrian Hartono."
Adrian Hartono. Nama itu tak asing lagi di telinganya. Pria itu adalah CEO sebuah perusahaan multinasional, dikenal dengan karisma memikat dan kekayaannya yang tak terbatas. Namun, bagi Naya, Adrian adalah orang yang tak pernah ia bayangkan akan menyentuh kehidupannya. Mereka berasal dari dunia yang berbeda.
Hidup Naya sederhana, bahkan bisa dibilang sulit. Sejak orang tuanya meninggal dua tahun lalu akibat kecelakaan, dia berjuang sendirian membiayai adiknya yang masih sekolah. Pekerjaan sebagai barista di sebuah kafe kecil hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Jadi, bagaimana mungkin seorang seperti Adrian Hartono ingin bertemu dengannya?
Keesokan malamnya, dengan rasa gugup yang tak bisa disembunyikan, Naya melangkahkan kaki ke Hotel Astoria, sebuah tempat yang hanya ia lihat di televisi. Gaun sederhana warna hitam yang ia kenakan terasa begitu kontras dengan kemewahan sekitarnya. Lampu kristal besar di lobi hotel dan pelayan-pelayan yang melayani tamu dengan cekatan membuatnya merasa kecil.
"Selamat malam, Nona Naya," sapa seorang pria berseragam dengan sopan. "Pak Adrian menunggu Anda di ruang VIP."
Tangannya sedikit gemetar ketika ia mengikuti pelayan itu ke ruangan yang dimaksud. Pintu besar itu terbuka, dan di sana, Adrian Hartono berdiri. Pria berusia 35 tahun itu mengenakan setelan jas hitam yang sempurna. Wajahnya tampan dengan rahang tegas dan mata tajam yang membuat siapa pun sulit berpaling.
"Naya," sapa Adrian dengan suara dalam yang membuat bulu kuduk perempuan itu berdiri. "Silakan duduk. Aku yakin kau penasaran mengapa aku memanggilmu ke sini."
Naya menelan ludah, mencoba menenangkan detak jantungnya yang berdebar. "Ya, Pak Adrian. Saya tidak mengerti mengapa Anda ingin bertemu saya."
Adrian tersenyum tipis, lalu mengambil sebuah map dari meja di depannya. Ia meletakkannya di hadapan Naya, membuka isinya, dan memperlihatkan beberapa dokumen.
"Aku membutuhkan seorang istri," ucapnya tanpa basa-basi.
Kata-kata itu membuat Naya terpaku. Ia yakin ia salah dengar. "Maaf, Pak Adrian? Anda… Anda bilang butuh istri?"
"Ya," jawab Adrian dengan nada dingin namun tegas. "Ini bukan tentang cinta atau hubungan romantis. Aku butuh istri untuk alasan bisnis. Dan aku ingin kau menjadi istri itu."
Dunia Naya seperti berhenti berputar. Tawaran itu terlalu aneh, terlalu mendadak, dan terlalu tidak masuk akal. Namun, tatapan Adrian begitu serius sehingga Naya tahu ini bukan lelucon.
"Ada kompensasi besar untuk ini, Naya. Aku akan melunasi semua hutangmu, membiayai pendidikan adikmu hingga selesai, dan memberikanmu kehidupan yang jauh lebih baik dari yang kau miliki sekarang."
Naya menatap pria itu dengan bingung, hatinya diliputi berbagai emosi. Apa yang sebenarnya diinginkan Adrian darinya? Dan, lebih penting lagi, apa yang akan terjadi jika ia menerima tawaran ini?