Chereads / Soleha Si Pencuri Hati Dan Dendam Kesumat Mak Kunti / Chapter 6 - Episode 4 : Soleha Si Pencuri Hati (473 kata)

Chapter 6 - Episode 4 : Soleha Si Pencuri Hati (473 kata)

Jarum jam menunjukkan pukul 12 siang pada pergelangan tangan Bu Fulanah, artinya sebentar lagi waktu zuhur tiba tetapi situasi seolah terhenti di tempat.

"Kita tayamum," instruksinya selaku orang tua.

"Sholatnya gimana, Nyak?"

"Ya di mobil, masa di atap? Sudah, jangan banyak alasan kamu."

Entah doa siapa yang dikabulkan Allah Ta'ala, setengah jam kemudian kendaraan lajur kiri bisa bergerak meski sangat-sangat lambat.

Liburan kali ini bukan sekadar rekreasi, melainkan juga mengunjungi Mbah Buyut. Sudah lama keluarga Bu Fulanah tidak menengok keadaan beliau.

Mbah Yut duduk berselunjur di dipan bambu depan rumah pagarnya. Hamparan kebun teh selalu saja menjadi penyejuk, pelepas penat, dan penyegar pikiran usai beraktivitas ringan.

Junet mengemudikan minibus sesuai instruksi Bu Fulanah. Ternyata rumah Mbah Yut benar-benar di pelosok desa dan agak jauh dari tempat rekreasi yang nantinya mau mereka tuju, paling tidak waktu tempuhnya sekitar 1,5 jam, benar-benar butuh usaha lebih.

"Kemana lagi nih?"

"Tuh udah kelihatan," tunjuk Bu Fulanah.

"Innalillahi.... Orang setua itu ditinggal di tempat seperti ini?"

Rosita refleks mencubit pundaknya.

"Aw! Apaan sih bocil? Sakit!"

"Jangan sembarangan bicara! Itu keinginannya sendiri!"

"Iya nih Bang Rojali, alur kisahnya nggak seperti yang Abang pikiran. Fitnah itu namanya...." sungut Laila.

Mereka pun tiba. Mbah Yut memastikan sejelas-jelasnya siapa yang parkir sembarangan di halaman gubuknya tersebut.

Bu Fulanah turun disusul Laila, Rojali, kemudian Rosita. Mbah Yut masih belum begitu jelas akan sosok tamu agung itu hingga Sayuti Fulanah alias Bu Fulanah menyebut namanya.

"Mbok! Assalamualaikum!"

"Allahu Akbar! Nduk cah ayuku! Wa'alaikum...!"

Singkatnya.....

Satu sendok bubuk kopi dan dua sendok gula pasir dituangkan ke dalam gelas bening bermotif bunga warna-warni. Tertatih, Mbah Yut mengambil ceret besi dari atas tungku. Kala Air mendidih dia tuangkan, serta-merta aroma kopi menyeruak hingga ke luar pagar,

"Diminum, Nak. Maaf, Si Mbah cuma punya ini.. Kalau Anak mau, boleh petik rambutan sesuka hati. Per kilonya cuma 10 ribu."

Rojali yang tadinya berbunga-bunga jadi kecewa berat, "Emak sama anak benar-benar tidak jauh beda sifat dan tingkat lakunya," pikirnya. Kalau dia punya dana lebih, sudah pasti bakalan beli sangu di rest area tadi.

"Nduk, bantu Si Mbok masak spaghetti, sudah pahit lidah Si Mbok dari semalam!" teriak Mbah Yut menoleh kebelakang

Rojali melongo curi-curi pandang sambil menyeruput kopi panasnya, mau menggeleng artinya dia meremehkan nenek tua itu, dipendam dalam dada tapi pasti membuncah juga kala di rumah. Hadew... Ternyata cassing benar-benar tidak boleh dijadikan patokan zaman sekarang.

15.18 WIB:

Mbah Yut akhirnya mau ikut tinggal di kota meski masih teka-teki apa pemicu utamanya. Dia begitu ramah terhadap Rojali bak ibu kepada anak menantunya. Kini Mbah Yut duduk di samping kemudi, dia senang celoteh tuanya diranggapi Rojali.

"Oh.. Jadi lukisanmu sudah tembus luar kota?"

"Ya, Mbok. Tapi baru beberapa dan tidak seberapa juga hasilnya."

"Ucapkan alhamdulillah saja, toh nanti Allah SWT bakal menambahkan yang lebih besar dari saat ini."

"Ya, Mbok. Maafkan Rojali."

"Idih sok imut!" celetuk Laila.

Bersambung.