Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Memberontak di dunia lain

Meliuses
7
chs / week
The average realized release rate over the past 30 days is 7 chs / week.
--
NOT RATINGS
57
Views

Table of contents

VIEW MORE

Chapter 1 - Masih di kerajaan

Suara langkah kaki terdengar di sebuah lorong yang memiliki nuansa suram.

Lorong suram itu hanya disinari oleh cahaya redup dari arah jendela, karena matahari yang harusnya menyinari lorong itu sudah pergi ke sisi lain dan akan mulai tenggelam.

Lampu yang menerangi tempat itu nampaknya belum di nyalakan. namun kenyataan nya lampu sengaja tidak di nyalakan karena tidak ada lagi energi listrik yang tersisa di tempat itu.

Bukan karena orang yang memiliki bangunan itu lupa membayar tagihan listrik, tapi semua itu karena pembangkit listrik yang bertanggung jawab untuk menghasilkan energi sudah di bombardir oleh pihak musuh.

Meskipun berada dalam kondisi gelap yang mencekam, beberapa penjaga bersenjata masih berdiri di pinggir-pinggir lorong sembari membawa senjata mereka

Mereka masih melakukan tugas penjagaan bahkan meskipun pemerintah yang membayar mereka kemungkinan akan hancur pada esok hari.

"Sungguh kalian adalah orang yang sangat setia kepada bangsa ini"

Pria yang sedari tadi berjalan berhenti sejenak sembari memuji para penjaga yang masih berada di posisi mereka

"Terimakasih atas pujian anda yang mulia Nako"

Salah seorang penjaga itu menanggapi pujian dari nako sembari membungkuk, dan untuk beberapa alasan seluruh perajurit lainnya juga ikut membungkuk kepada orang yang di sebut sebagai yang mulia itu.

Nako menanggapi penghormatan mereka dengan senyum kecil, sembari menatap salah seorang penjaga sebelum kemudian berkata.

"Kalian tidak perlu se formal itu, dan lagi pula."

Ia mengambil jeda singkat, menghela nafasnya sembari mengalihkan pendangan nya ke arah luar jendela, sebelum kemudian ia melanjutkan kata kata nya.

"Lagi pula, aku bukan lagi seorang raja bagi kalian, posisi kerajaan kita saja sudah di ujung tanduk, dan pasukan musuh mulai mengelilingi kota. Semua ini adalah salah ku, semua ini karena perang yang ku setujui. Andai kata aku mendengarkan perkataan nya saat itu semua ini pasti tidak akan terjadi"

Kepalanya tertunduk dengan anggun, menyiratkan permintaan maaf dan penyesalan yang sangat mendalam bagi para pasukan yang ada di depan nya.

Mungkin itu adalah ekspresi Nako yang belum pernah dilihat oleh penjaga-penjaga itu secara langsung.

Nako sendiri merupakan seorang pemimpin yang penuh dengan karisma, tatapan nya sangat tegas di pihak kawan, dan sebuah pertanda kematian di pihak lawan.

Nako yang berasal dari rakyat kecil, berhasil mengambil kekuasaan dari para pemimpin tamak di masa lalu, membuat dirinya disanjung dengan hormat oleh rakyat nya.

Namun sebuah kesalahan kecil, membawa negaranya dalam kehancuran, dan seluruh rakyat nya kedalam sengsara yang amat mendalam.

Hal itu membuat dirinya hancur, namun ia merasa jauh lebih hancur lagi saat mengetahui kalau pasukan penjaga yang ada di lorong itu masing menghormatinya sebagai seorang pemimpin, meskipun kekuasaan nya mungkin akan runtuh dalam hitungan hari. ah tidak, mungkin kekuasaan nya akan selesai hanya dalam hitungan jam saja.

Menyadari kalau orang yang mereka hormati sedang dalam gejolak hati yang buruk, salah seorang penjaga yang kebetulan brdiri di sampingnya menghibur nako dengan mengatakan sebuah fakta.

"Ini bukan salah mu yang mulia, kami sudah mendengar semua yang terjadi di pemerintahan negara ini"

"Tidak, ini benar benar salahku"

"Bukan, orang yang harusnya bersalah adalah para anggota parlemen kikir itu"

"Yah benar, merekalah yang menyuarakan perang ini"

"Benar apa katamu"

"Aku setuju dengan hal itu"

Pernyataan salah seorang penjaga itu disetujui oleh rekan-rekan nya, membuat suasana lorong yang tadinya sunyi mencekam menjadi ramai.

Nako membuka kembali matanya lebar lebar dari kesuraman yang sedari tadi membelenggu nya, semangat dalam dirinya juga kembali pulih sedikit-demi sedikit.

Sedari lama ia sudah menyadari kalau anggota parlemen adalah penyebab dari segala kesusahan yang dialami bangsanya bahkan sebelum dirinya naik tahta.

Segala keputusan yang mereka ambil seakan memberatkan kehidupan masyarakat, dan hanya mementingkan diri mereka sendiri.

Hal ini membuat sebuah ide muncul di kepala Nako, dan ide itu adalah pembersihan anggota parlemen. Mengingat pemerintahan nya akan segera berakhir, dan dirinya tidak ingin anggota parlemen terus menjadi masalah bagi bangsanya bahkan setelah kejatuhan nya.

Meskipun ini agak mendadak, tapi Nako tidak ragu dengan pemikiran nya. Ia berpikir untuk memusnahkan anggota parlemen selagi dirinya bisa melakukan nya. Meskipun bayaran nya sangat lah besar namun dirinya tidak akan ragu lagi.

"Penjaga, aku ingin kalian mengumpulkan penjaga lain dan mengikuti ku untuk menyapu bersih anggota parlemen."

"Dengan senang hati yang mulia."

Tanpa banyak komplain, para penjaga mulai meninggalkan posisinya dan mengikuti nako.

__________________==___________________

Di lorong yang suram itu suara langkah kaki bergemuruh seperti badai. di iringi oleh suara perbincangan di antara para penjaga.

Nako dan para penjaga sudah berjalan cukup lama dalam bangunan itu.

Para penjaga-penjaga yang mengikuti Nako memberitakan perintah nya kepada penjaga lain yang sedang berjaga, dan penjaga lain yang mendengar pun nampak setuju sebelum kemudian mengikuti Nako menuju ke suatu tempat.

Pasukan yang mengikuti nako bertambah banyak seiring mereka berjalan di lorong itu.

Saking banyak nya, suara langkah kaki mereka terdengar seperti sebuah badai yang mengerikan.

Suara suara percakapa mereka menggema seperti sebuah orkestra, membuat kesuraman dalam lorong bangunan itu pergi, digantikan oleh suara riuh.

Suasana itu sangat familiar bagi nako, mengingat dulu ia pernah membawa banyak pasukan masuk ke dalam istana untuk membunuh raja terdahulu, dan sekarang ia melakukan hal yang sama, namun target dari pembunuhan ini akan berbeda.

Bukan raja lah yang mereka incar, melainkan para anggota parlemen.

Dalam hatinya nako merasa hidup kembali, seakan masa lalu yang indah terjadi kembali dalam hidupnya, namun sebuah masa lalu terpampang kembali di pikirannya, menghancurkan segala kenangan indah yang terputar.

Kenangan akan seorang yang paling disayanginya, Narich.

Sebuah bunga terindah sekaligus terpinggirkan dari bunga bunga indah lainnya.

Seorang yang memiliki nasib sama dengan nako, yaitu sebagai rakyat kecil yang menjadi korban perang dan pemimpin yang tamak di masa lalu.

Dalam masa-masa tersulit nya, sang istri tidak pernah meninggalkan Nako. Begitu juga dengan Nako yang tidak meninggalkan Narich saat dirinya berada di puncak kekuasaan, bahkan saat para bangsawan menawarkan Nako bunga yang jauh lebih indah daripada sang istri.

Narich lah yang menjadi motivasi nako akan nasib yang jauh lebih baik pada esok hari, nasib yang akan membuat orang orang kecil seperti mereka memiliki hidup yang jauh lebih baik.

Nako dengan arahan dari Narich berhasil dalam mensejahterakan negara nya, dan hal itu membuat seluruh lapisan rakyat baik yang atas dan yang bawah menyanjung mereka.

Semua pencapaian itu seharusnya membuat Nako tidak menyesali apapun tentang istrinya. Namun, sebuah hari dimana mereka berbeda pendapat pun akhirnya datang.

Narich yang tidak ingin perang terus berlanjut menentang Nako yang terpaksa memulai perang karena tuntutan parlemen yang berkuasa.

Mengingat nako adalah raja di negaranya akan tetapi kekuasaan tertinggi masih dipegang oleh parlemen yang beranggotakan sekitar 78 orang. Lebih buruknya lagi, Nako tidak dapat menentukan siapa yang berhak masuk menjadi anggota parlemen, karena seluruh anggota parlemen berasal dari bangsawan yang bersifat turun-temurun. Hal ini tentunya membuat praktik-praktik buruk yang terjadi di rezim sebelumnya terbawa hingga ke pemerintahan Nako. Hal itu menjadi penghalang bagi Nako untuk membawa keadilan dalam pemerintahan nya. Sehingga Nako harus beberapa kali bersitegang dengan para anggota parlemen yang tidak sesuai dengan pendiriannya.

Nako ingin menyingkirkan anggota parlemen sedari awal ia memerintah, namun ia ragu karena hampir setiap anggota parlemen memiliki angkatan bersenjata mereka sendiri, dan jika Nako menyingkirkan salah satu dari mereka maka anggota lain bahkan parlemen itu sendiri dapat menyerang dirinya.

Dan rasa ragu inilah yang menjadi penyesalan besar bagi Nako di kemudian hari.

Parlemen yang secara teknik lebih berkuasa memutuskan untuk menyerang Volnei negara tetangga yang berbatasan langsung dengan kerajaan. Para anggota parlemen beralasan kalau Volnei sudah menyerang koalisi dagang milik kerajaan.

Nako, yang saat itu baru 8 tahun memerintah terpaksa harus menyetujui rencana parlemen.

Hingga hari yang di jadwalkan pun tiba, seluruh tentara kerajaan mulai memasuki Volnei dan berhasil memporak porandakan negara kecil itu.

Keadaan itu nampak seperti sebuah kemenangan bagi kerajaan Nako, namun kondisi peperangan mulai berbalik saat Koalisi Negara Negara Utara bergabung di pihak Volnei.

Dengan cepat, pasukan koalisi membumihanguskan kota-kota besar dengan serangan udara mereka.

Bombardir besar-besaran merenggut banyak korban jiwa, bahkan Narich juga ikut tewas dalam serangan besar itu, Membuat sebuah penyesalan terbesar bagi Nako.

Namun saat kerajaan dilanda kehancuran, para anggota parlemen malah melepaskan diri dari kerajaan dan mendukung koalisi saat wilayah mereka mulai dimasuki pasukan musuh. Hal ini membuat para anggota parlemen aman dari peperangan dan terus melanjutkan hidup mereka dalam bergelimang harta.

Kini anggota parlemen yang tersisa mungkin sedang menunggu kehancuran total kerajaan sebelum akhirnya mereka juga ikut membelot, mengamankan hidup dan harta mereka.

Namun nako tidak ingin mereka terus mengulang hal ini lagi dan lagi. Ia pun menggunakan kesempatan terakhirnya sebelum pasukan koalisi datang menangkap dirinya dan mengakhiri pemerintahan nya.

Meskipun demikian masih ada beberapa anggota parlemen yang menjadi pengecualian dari pembantaian ini.

Dan supaya para penjaga yang mengikuti nya tidak membunuh mereka,

Ia menoleh ke belakang, melihat ke arah penjaga yang sudah bertambah banyak jumlahnya, dan dengan suara lantang nan tegas nako memberikan instruksi kepada mereka.

"Kalian harus membunuh seluruh anggota parlemen, kecuali Sarsarov, Domesky, Niensc, dan seluruh anggota keluarga Franch."

"Kenapa ?"

"Karena aku bisa jamin dalam nama raritsa kalau mereka bukan lah orang yang bersalah dalam situasi ini.

Suara riuh terdengar lagi di lorong itu. Para penjaga yang berada di depan mengabarkan perintah ini kepada yang di belakang, dan para penjaga yang melewatkan perintah nako bertanya kepada prajurit lain di sampingnya.

Nako membiarkan mereka terus berbicara satu sama lain, mengingat kesalahpahaman dan missinformasi dapat berakibat fatal dalam kondisi seperti ini.

Setelah suasana dirasa lebih tenang dan para penjaga mulai mengerti perintah yang diberikan. Nako menepuk tangan nya dengan keras, dan membuat seluruh perhatian tertuju padanya. Ia pun mulai berbicara kepada para penjaga.

"Ada sekitar 7 Anggota parlemen di tempat ini, jadi aku ingin setengah dari kalian membunuh mereka, dan sisanya pergilah ke stasiun radio, beritakan kepada seluruh rakyat akan tugas ini supaya mereka turut membantu kalian. Tapi ingatlah untuk tidak menyentuh orang-orang yang aku sebutkan tadi."

Sebuah instruksi panjang dari Nako, namun para penjaga nampak sudah paham dengan perintah nya.

Tak lama kemudian, penjaga-penjaga itu mulai menentukan dua pemimpin untuk memimpin dua kelompok. Setelah beberapa saat perundingan dua orang maju ke hadapan nako sembari menunduk untuk memberikan hormat.

Setelah memberi hormat mereka mulai berbicara dengan nako.

"Izinkan kami untuk memimpin kedua kelompok pasukan dalam tugas pembersihan ini"

"Aku izinkan, tetapi untuk tambahan. Copot seragam beserta aksesoris kerajaan kalian dan simpan lah baik-baik."

Kedua orang itu nampak bingung saat mendengar perintah terakhir dari Nako. Mereka tersentak ke belakang dengan mata yang terbuka lebar sembari memegang senjata.

Karena dirasa perintah terakhir tidak mengenakkan, salah satu dari kedua orang itu menanyakan alasan nya kepada Nako.

"Kenapa kita harus melepas mereka, bukan nya itu adalah suatu tindakan yang tidak hormat bagi kerajaan ini, apalagi sekarang kami masih bertugas."

"Kalian sudah tidak membutuhkan itu lagi, karena kerajaan akan segera berakhir. "

Suasana menjadi suram kembali, seluruh penjaga yang semula ramai menjadi diam, ditambah lagi matahari yang mulai terbenam membuat lorong itu menjadi semakin gelap.

Dengan topik pembicaraan yang semakin meruncing, Nako memilah-milah kata dalam benak nya supaya tidak ada hal buruk yang akan terjadi di tempat itu.

Ia menyadari kalau semangat patriotik para penjaga sangat tinggi dan mereka nampak rela mengorbankan nyawa demi kerajaan tempat nya tinggal.

Ia merasa bangga saat menyadari kalau sistem pendidikan militer berhasil membentuk penjaga yang kompeten dan loyal pada bangsanya.

Namun pada saat menjelang akhir seperti ini sifat patriotisme mereka hanya akan menjadi kematian. Jiwa loyalitas seakan menjadi batu bara yang tidak pernah habis dalam tungku pembakaran kereta uap dengan rem blong, yang akhirnya membuat kereta itu harus berjalan hingga melewati ujung rel dan hancur.

Nako tau kalau inilah saatnya bagi mereka untuk menerima kenyataan dan menjalani hidup di bawah rezim baru. Karena baginya memang seperti itulah siklus suatu kerajaan. Adakalanya sebuah kerajaan berdiri dan ada kalanya sebuah kerajaan jatuh. Sebuah siklus yang tidak dapat di hindari, seperti manusia yang tidak dapat menghindari kematian nya. Seperti matahari yang muncul dan tenggelam lagi. Tak peduli seberapa besar dan kuat kerajaan itu, karena pasti ada suatu masa dimana mereka akan tetap hancur.

Ia melihat adanya potensi kehidupan yang lebih baik dari mereka, dan jika mereka mati pada perang ini, itu hanya akan memperburuk keadaan. Mengingat kemungkinan besar mereka akan menjadi tahanan perang atau yang lebih buruk lagi yaitu eksekusi mati. Maka menyuruh mereka membuang seragam dan aksesoris untuk menyamar menjadi penduduk sipil menjadi pilihan yang jauh lebih baik.

Mengingat kerajaan yang hancur memerlukan tenaga yang banyak untuk pembangunan ulang, maka jauh lebih baik jika tenaga mereka digunakan pada masa setelah perang.

Setelah memikirkan semua hal itu dan kata-kata yang dapat ia gunakan kepada para prajurit Nako memberikan jawaban yang terdengar seperti sebuah pidato singkat.

"Hari ini 38 Famour 1998 estraritsa, Diriku sendiri Nako pemimpin tertinggi bangsa ini menyerah kepada pihak Koalisi Negara Negara Utara. Hal-hal mengenai hukuman dan konsekuensi yang dijatuhkan akan saya anggap sebagai sebuah tanggung jawab sebagai pemimpin tertinggi bangsa ini. Dengan ini para pasukan bersenjata harus menyerah dan memberikan senjata mereka kecuali para pasukan yang mengemban tugas terakhir kerajaan ini dan nama tugas itu adalah pembersihan anggota parlemen."

Pidato singkat itu berakhir dan kebanyakan penjaga yang ada di ruangan itu hanya bisa terdiam dan pasrah saat nako menyatakan kalau dirinya sudah menyerah. Sementara sebagian dari mereka nampak tidak rela dengan pernyataan nako. Setelah itu, gerombolan penjaga yang tidak terima maju ke hadapan nako berniat untuk menentang dirinya.

"Apa kau baru saja menodai kerajaan ini, apakah akhir seperti ini yang kau harapkan, kami sudah memberimu kepercayaan namun kau membuangnya begitu saja seperti selongsong peluru di medan perang"

"Yah betul yang ia katakan"

"Ini penodaan terhadap darah mereka yang telah gugur"

"Dan sekarang aku merasa kalau kau adalah orang pengecut seperti mereka yang ada di parlemen, kau tidak ada bedanya dengan mereka yang menyerah begitu saja kepada pihak koalisi"

Sebelum jumlah orang yang menentang dirinya bertambah banyak, Nako memberikan alasan berupa pengandaian yang masuk akal, logis serta mudah dicerna oleh mereka, mengingat para penjaga mungkin hanya sedang dalam tempramen yang tidak stabil karena pidato barusan.

"Pernah kah kalian membayangkan kerajaan ini setelah berperang, hancur hanya di isi oleh suara perbaikan dari mereka yang masih hidup, masa-masa dimana pembangunan ulang di atas reruntuhan terjadi, apakah kalian mau meninggalkan pekerjaan berat itu kepada istri, anak kalian yang di bawah umur, dan orang tua kalian sementara kalian terkubur di dalam tanah tidak berdaya karena sifat patriotisme diri kalian sendiri. Aku memutuskan menyerah bukan untuk menginjak harga diri kerajaan ini, namun untuk menjaga keberlangsungan nya, keberlangsungan hidup rakyat di negeri ini. Aku menghargai pengorbanan kalian tapi bukan berarti pengorbanan itu tidak ada batasnya."

Beberapa penjaga terkesan dengan cara berpikir nako yang berorientasi ke depan dan tidak dibutakan oleh emosi semata, benar-benar sifat yang selama ini dipandang tinggi darinya.

Namun sepertinya hal itu tidak cukup untuk memuaskan para penjaga yang menolak gagasan nako sehingga mereka memutuskan untuk melempar penyangkalan ke dua.

"Jika kita melawan masih ada kesempatan un-"

"untuk apa?"

Nako langsung memotong perkataan prajurit itu dan mulai menghancurkan argumen nya.

"Untuk menang?, perlu diingat bahwa kita sudah kehilangan 7/8 dari wilayah kita. Seluruh pabrik produksi alutsista dihancurkan, persediaan makanan sudah semakin menipis, kilang-kilang minyak ,dan tambang batu bara sudah di ambil oleh pasukan koalisi, kendaraan tempur yang tersisa hanya sekitar 27 tank, 22 kendaraan lapis baja, dan 10 pesawat tempur, bahkan semua kendaraan itu tidak bisa bergerak lebih dari satu mil karena bahan bakar yang hampir habis. Dan setelah mendengar semua itu, kesempatan apa yang kau inginkan hah? , kesempatan untuk kehilangan tenaga manusia lagi dan lagi?."

Penjaga yang menentang nya tidak bisa mengatakan apa apa lagi mengingat argumen nya sudah tidak mempan untuk mempengaruhi nako dan penjaga lainnya. Dirinya pun hanya bisa terdiam sembari mendengarkan teman-teman di belakang nya berbicara satu sama lain. Beberapa dari mereka menyanjung nako, dan sebagian lagi mengolok dirinya.

Nako mendengar jelas olokan dari para penjaga yang ada di depan nya. dan saat ia melihat sedikit ke bawah, Nako melihat mata penjaga yang menyangkal nya dipenuhi dengan perasaan malu dan kecewa yang sangat mendalam.

Dirinya tidak suka saat semakin banyak penjaga ikut mengolok-olok orang itu dan kelompoknya yang maju ke depan untuk menyangkal dirinya.

Sehingga Nako menaikkan suaranya dan berbicara dengan lantang kepada mereka.

"Penjaga !, apakah begini kalian memperlakukan seorang rekan. Lihatlah dirinya yang dipenuhi keberanian menentang diriku yang berkuasa, seperti ular yang melilit leher naga. Dia dipenuhi oleh semangat perjuangan dan patriotik yang tinggi, dirinya hanya kurang bijaksana saja kali ini. Aku yakin jika ia berbicara dengan kebijaksanaan dia lebih dari mampu untuk menghancurkan pendirian ku, dan membuat ku menarik kembali semua kata kata yang terucap dari mulut ku."

Penjaga yang semula berbincang-bincang pun terdiam , membuat suasana menjadi kembali sunyi.

Lorong itu semakin gelap dan gelap, dan hari sudah berubah menjadi malam, membuat Nako berpikir untuk segera mengakhiri perang sebelum pasukan musuh melakukan penyerangan besar-besaran kepada mereka.

"Cukup sudah pembicaraan kita kali ini sekarang lakukan lah tugas kalian, dan aku akan melakukan tugas ku"

"Baik"

Para penjaga bubar meninggalkan tempat mereka berdiri dan segera melakukan tugas yang diberikan kepada mereka.

Nako tetap berdiri di lorong itu sembari menunggu mereka semua pergi untuk memberikan penghormatan kepada mereka, dan untuk memikirkan rencana selanjutnya.

Setelah selesai ia berencana menghubungi pihak musuh untuk merundingkan perjanjian-perjanjian yang mungkin akan meringankan bangsanya.

Karena pemikiran nya sendiri Nako terus berdiri di tempat itu sembari memandangi jendela dalam waktu yang cukup lama.

Ia kemudian mengalihkan pandangannya ke arah lain dan mendapati seseorang masuh berdiri di hadapan nya.

Ternyata masih ada satu penjaga yang berdiri di hadapan nako disaat penjaga lainnya sudah pergi. Ia berdiri sembari memegang pisau di tangan kanan nya.

Perlahan penjaga itu berjalan mendekat ke arah Nako.

Nako yang menyadari gerak geriknya berjalan mundur dengan cepat, dan ia pun mencoba berteriak memanggil penjaga lain, berharap masih ada yang berada di sekitar nya.

Namun, tanpa di sangka-sangka penjaga itu mengambil pistol dari sakunya menggunakan tangan kiri, dan mengarahkan moncong pistol itu ke target sasaran.

Sebuah peluru menghantam perut bagian bawah nako, membuat dirinya terjatuh ke depan.

Ia belum sempat berteriak pada saat itu, namun meskipun begitu, suara peluru yang menggelegar nampak nya sudah menarik perhatian beberapa penjaga, ditandai dengan beberapa suara langkah kaki yang semakin mendekat.

Namun kedatangan penjaga-penjaga lain nampak nya tidak akan mengubah nasib yang sudah ditentukan untuk nya.

Penjaga yang menembak dirinya mendekat dan membalik badannya, mengecek apakah Nako masih hidup atau mati.

Tatapan mata mereka pun akhirnya bertemu, dan tanpa berpikir panjang Nako langsung menanyakan alasan penjaga itu melakukan semua ini.

"Apakah kau adalah suruhan seseorang?"

"Saya adalah suruhan parlemen untuk menyingkirkan yang mulia"

"Apa ini rencana mereka sedari dulu?"

"Saya kurang tau tentang hal itu"

"Kau pasti memiliki alasan yang besar untuk hal ini kan?"

"Tentu saja, karena mereka menahan anak ku dan menyuruh diriku untuk membunuh yang mulia sebagai syarat kebebasan nya."

"Lalu bagaimana kau bisa memastikan kalau mereka akan membebaskan anak mu setelah kau menghabisi ku"

"Aku akan menemui mereka lagi malam ini untuk mengambil anak ku"

"Kau pikir kau bisa pergi dari sini hidup hidup?"

"Aku akan berusaha yang terbaik untuk keluar dari sini hidup hidup, dan perlu yang mulia tau kalau usaha ku ini jauh lebih baik dari sekedar berdiam diri."

Sebuah jawaban yang sangat berani, hingga membuat Nako yang kesakitan tersenyum kepada penjaga itu.

Nako menyadari apapun yang dirinya lakukan ia akan tetap mati di tangan pengkhianat itu. Dirinya hanya bisa pasrah sembari mengatakan sesuatu kepada sang penjaga.

"Kalau begitu cepat selesaikan tugasmu"

Moncong pistol diarahkan ke kepalanya, kemudian pelatuk pun di tarik membuat peluru melesat dan menembus tengkorak nya. Hal ini mengirimkan Nako kepada kematian nya, mungkin.