Gelap. Hening. Suara gemuruh angin semakin hilang. Arya merasakan sensasi aneh, seolah tubuhnya melayang. Ia membuka mata, namun segala sesuatu tampak kabur, seperti sebuah mimpi yang terbalik. Rasanya seperti terbangun dari tidur panjang, tetapi perasaan asing itu membuatnya bingung.
Lama-kelamaan, bayangan di sekelilingnya mulai jelas. Ia melihat langit biru yang cerah, namun tidak ada tanda-tanda badai atau petir yang menyambar. Aneh. Bukankah pesawat tadi sedang berada di tengah badai yang mengerikan?
Arya mencoba bangkit, namun tubuhnya terasa sangat berat. Begitu ia berdiri, rasa pusing yang sangat kuat langsung menyerangnya. Ia menggenggam kepalanya, berusaha mengingat apa yang terjadi. Namun, ingatan tentang kecelakaan pesawat dan badai itu mulai kabur. Hanya ada rasa tidak nyaman yang mengisi pikirannya.
Setelah beberapa menit mencoba menenangkan diri, Arya mengangkat pandangannya dan melihat sekelilingnya. Pemandangannya tak seperti yang dia kenal. Bangunan di sekitarnya tampak jauh lebih sederhana, tidak ada gedung pencakar langit seperti yang ia lihat sebelumnya. Jalanan tampak lebih sempit, dan orang-orang yang lewat mengenakan pakaian yang sangat berbeda dari yang biasa ia lihat di masa depan.
Kebingungannya semakin dalam. Arya melihat dirinya sendiri—tubuhnya yang lebih muda, kulit yang lebih segar, dan rambut yang masih penuh warna. Ia terkejut saat menyadari bahwa dia kembali ke tubuhnya yang berusia 18 tahun, tubuh muda yang dulu ia kenal. Tapi bagaimana bisa? Bukankah ia baru saja berada di masa depan, di dunia yang modern?
Saat itu, sebuah suara menyapa dari belakang.
"Arya, kau di mana saja? Sudah lama kami mencarimu!"
Arya menoleh, dan di sana berdiri seorang perempuan muda—perempuan yang begitu ia kenal. Itu adalah adiknya, Naya. Dengan wajah polos dan senyum cerah, dia terlihat tak berubah dari yang ia ingat, meskipun saat itu usianya masih sekitar lima tahun. Arya merasa sesak di dada. Betapa dia merindukan Naya. Betapa dia ingin bisa memeluknya sekarang juga, menghapus semua rasa sakit yang telah lama terkubur dalam hatinya.
Namun, sesuatu menahan dirinya. Adiknya tidak mengenalinya. Dalam kenyataannya, Naya adalah gadis kecil yang hanya mengenal Arya sebagai kakak yang selalu melindunginya. Tidak lebih. Tidak ada kenangan masa depan yang Arya bawa dalam tubuh ini. Tidak ada pemahaman tentang kesuksesannya yang akan datang, atau tentang dunia yang telah berubah begitu drastis.
"Arya? Kamu kenapa?" tanya Naya lagi, wajahnya tampak bingung.
Arya terdiam sejenak, berusaha menenangkan hatinya yang bergejolak. Dia ingin sekali berlari dan memeluk adiknya, namun dia tahu itu akan tampak aneh. Arya sadar, ini adalah kesempatan kedua baginya. Kesempatan untuk memperbaiki segala kesalahan yang dulu dia lakukan, untuk membantu keluarganya dan mengubah nasib mereka yang sebelumnya penuh penderitaan.
"Ada apa, Naya?" Arya akhirnya bertanya dengan suara yang lebih lembut dari yang biasa dia pakai.
"Kenapa kamu tampak aneh?" Naya bertanya lagi, sedikit khawatir.
Arya hanya tersenyum, berusaha menguasai dirinya. "Tidak, tidak apa-apa. Aku hanya sedikit pusing."
Ia memutuskan untuk berjalan bersama Naya, berusaha menenangkan pikirannya. Di sepanjang perjalanan, Arya merenungkan situasi ini. Kini, dia berada di titik di mana dia bisa mengubah masa depan keluarganya. Tapi, bagaimana caranya? Apa yang harus dia lakukan untuk membantu mereka keluar dari kemiskinan dan kesulitan yang mereka alami? Di dunia yang tampaknya sederhana ini, dia harus berhati-hati, agar tidak mengubah terlalu banyak hal yang bisa merusak masa depan.
"Jadi, kamu benar-benar kembali, ya?" Naya bertanya dengan rasa penasaran, memecah lamunan Arya.
Arya hanya mengangguk, memikirkan cara-cara yang bisa dia tempuh untuk memastikan dia tidak hanya membuat keluarga bahagia, tetapi juga memberi mereka masa depan yang lebih baik. Sebuah kesempatan yang dia tak pernah punya sebelumnya.