Chereads / Gods Reincarnation: Eternal Cultivator / Chapter 2 - Bab 1: Awal Jalan yang Sunyi

Chapter 2 - Bab 1: Awal Jalan yang Sunyi

Langit senja memancarkan warna keemasan yang perlahan meredup saat Shen Wei berjalan menyusuri lembah berbatu. Bekas luka di tubuhnya yang diperoleh saat latihan bersama sekte terasa perih, tapi itu tak sebanding dengan luka di hatinya. Kata-kata terakhir para tetua sekte terus terngiang dalam pikirannya.

"Keberadaanmu terlalu berbahaya."

"Potensimu adalah pedang bermata dua."

"Bahaya?" Shen Wei mengepalkan tangannya hingga kukunya hampir menembus kulit. "Mereka takut padaku. Itu alasan sebenarnya."

Ia berhenti di tepi sebuah sungai kecil yang berkilauan di bawah cahaya bulan. Tubuhnya terasa berat, tetapi ia tahu tak ada waktu untuk beristirahat. Sebagai seorang kultivator yang kini tak memiliki tempat kembali, hidupnya akan penuh dengan kesulitan. Ia menghela napas panjang, membasuh wajahnya dengan air dingin, dan menatap pantulan dirinya di permukaan sungai.

"Aku mungkin tak punya sekte lagi, tapi aku masih punya diriku sendiri. Jika mereka tak percaya pada potensiku, aku akan membuktikan bahwa aku lebih dari sekadar murid biasa," gumamnya.

Shen Wei memutuskan untuk melangkah ke pegunungan barat, wilayah yang konon dipenuhi energi spiritual liar. Tempat itu adalah sarang para binatang buas dan roh jahat, tetapi bagi seorang kultivator, wilayah itu juga merupakan sumber daya alam tak terbatas. Ia tahu risikonya, namun ia tidak punya pilihan lain.

Hari Pertama: Pertarungan Pertama

Ketika fajar pertama menyingsing, Shen Wei sudah berada di hutan pegunungan. Udara pagi terasa dingin menusuk, tetapi suasana hutan yang sunyi memberinya ketenangan. Ia duduk bersila di atas batu besar, menarik napas dalam-dalam, dan mulai bermeditasi.

Energi spiritual di sekitar mulai mengalir masuk ke tubuhnya, berputar melalui jalur-jalur meridiannya. Namun, tiba-tiba, energi itu terasa kacau, seperti badai kecil yang mencoba meledak dari dalam tubuhnya.

"Argh!" Shen Wei menggertakkan giginya, berusaha mengendalikan aliran energi yang meluap. Ia menyadari kelemahannya—energi spiritualnya terlalu besar untuk tubuhnya yang belum sepenuhnya matang. Inilah alasan sebenarnya mengapa sekte membuangnya.

"Aku harus memperkuat tubuhku terlebih dahulu," katanya sambil menghapus keringat di dahinya.

Belum sempat ia melanjutkan meditasi, suara gemerisik dari semak-semak terdekat menarik perhatiannya. Dari bayangan dedaunan, seekor serigala berwarna hitam dengan mata merah menyala muncul. Binatang itu adalah salah satu makhluk roh tingkat rendah yang sering berkeliaran di sekitar pegunungan ini.

Tanpa ragu, serigala itu melompat ke arah Shen Wei dengan gigi taring yang siap mencabik. Refleks Shen Wei membuatnya berguling ke samping, menghindari serangan itu. Namun, tubuhnya yang kelelahan membuatnya kehilangan keseimbangan.

Tidak sekarang! Aku tidak akan kalah dari binatang ini! pikir Shen Wei.

Ia segera meraih sebongkah batu tajam di dekatnya dan melemparkannya dengan kekuatan penuh ke arah kepala serigala itu. Batu itu menghantam tepat di dahinya, membuat makhluk itu terhuyung mundur. Melihat celah itu, Shen Wei melompat maju dan menggunakan kekuatan spiritualnya yang tersisa untuk memukul dada serigala itu.

Serangan itu cukup untuk membuat makhluk itu terkapar. Napas Shen Wei terengah-engah, tetapi ia merasa lega.

"Ini baru permulaan," katanya sambil menghela napas. "Jika aku tak bisa mengalahkan makhluk roh kecil seperti ini, bagaimana aku bisa menantang para dewa suatu hari nanti?"

Hari Ketujuh: Awal Kultivasi Sejati

Selama tujuh hari penuh, Shen Wei menghabiskan waktunya menjelajahi pegunungan, bertahan hidup dari buah-buahan liar, dan bertarung melawan binatang roh lainnya. Setiap pertempuran mengajarinya cara baru untuk mengendalikan energi spiritualnya.

Pada malam ketujuh, ia menemukan sebuah gua tersembunyi yang dipenuhi dengan batu-batu bercahaya. Energi spiritual di dalam gua itu begitu kuat hingga ia bisa merasakannya hanya dengan berdiri di pintu masuk.

"Tempat ini sempurna untuk kultivasi," gumamnya sambil melangkah masuk.

Shen Wei duduk bersila di tengah gua, membiarkan energi spiritual di sekitarnya meresap ke dalam tubuhnya. Ia mulai mempraktikkan teknik kultivasi yang pernah ia pelajari di sekte, tetapi kali ini dengan caranya sendiri. Ia tak lagi mengikuti aturan kaku yang diajarkan di sekte, melainkan menciptakan jalur unik yang sesuai dengan kekuatannya.

Waktu berlalu tanpa ia sadari. Malam berganti siang, dan siang berganti malam. Setiap hari, tubuh Shen Wei semakin kuat, dan kendalinya atas energi spiritualnya semakin sempurna.

Namun, di tengah meditasi itu, ia merasakan sesuatu yang aneh. Sebuah kekuatan besar dan kuno tampaknya tersembunyi di dalam gua ini, menunggu untuk ditemukan.

"Apa ini?" Shen Wei membuka matanya dan mengikuti sumber kekuatan itu. Ia berjalan lebih dalam ke dalam gua, hingga menemukan sebuah altar batu tua yang tertutup oleh lumut. Di atas altar itu tergeletak sebuah pedang berwarna hitam, dengan ukiran-ukiran kuno yang memancarkan aura menakutkan.

Ketika ia mendekati pedang itu, suara dalam benaknya bergema.

"Yang layak, peganglah aku, dan kita akan menantang surga bersama."

Shen Wei berhenti sejenak, matanya menatap tajam ke arah pedang itu. Ia tahu benda ini bukan pedang biasa, tetapi kekuatan besar yang terikat padanya juga berisiko tinggi. Namun, ia tidak ragu.

"Aku telah dibuang oleh dunia, tapi aku tidak akan mundur dari kesempatan ini."

Dengan tangan gemetar, ia meraih gagang pedang itu. Begitu ia menyentuhnya, energi dahsyat mengalir melalui tubuhnya, hampir membuatnya jatuh ke tanah. Tetapi ia menggertakkan gigi, bertahan melawan gelombang energi itu, hingga akhirnya pedang itu menjadi tenang di tangannya.

Shen Wei tersenyum tipis. "Dengan ini, jalanku baru saja dimulai."