Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Lost in the Woods by jihanvelia

🇮🇩jihanvelia
--
chs / week
--
NOT RATINGS
428
Views
Synopsis
Untuk memperingati hari wisuda mereka, Zoya bersama kesepuluh temannya berencana untuk pergi ke sebuah hutan yang disebut dengan Sage Forest untuk berkemah selama tiga hari dua malam. Mereka semua menantikan kegiatan itu dan menikmati perjalanan menuju ke sana dengan penuh canda tawa, kecuali Zoya. Soalnya Zoya dipaksa ikut. Awalnya, Zoya tidak mau ikut karena ia tahu bahwa disana akan ada Elias, mantan kekasihnya yang baru ia putuskan beberapa minggu yang lalu. Kalau Zoya ikut, Zoya punya feeling bahwa sesuatu yang tidak mengenakkan pasti akan terjadi. Hingga kemudian, feeling Zoya benar. Namun, bukan karena Elias, ...melainkan karena teman-temannya yang hilang satu per satu di dalam hutan itu.
VIEW MORE

Chapter 1 - Statue

Chapter 1 :

Statue

 

******

 

ZOYA tersentak dari tidurnya saat bus tiba-tiba mengerem. Kepalanya terdorong ke belakang dan matanya langsung melebar.

Cuaca mendung hari ini agaknya membuat pandangan mata sopir bus sedikit mengabur, atau mungkin sopir bus yang tengah mereka sewa untuk berkemah sehari setelah mereka wisuda ini mendadak mengantuk karena angin yang sejuk—dan mungkin agak dingin—serta cuaca yang mendung. Langit siang ini terlihat sedikit gelap.

Singkatnya, untuk memperingati hari wisuda mereka, Zoya bersama kesepuluh temannya berencana untuk pergi ke sebuah hutan yang disebut dengan Sage Forest untuk berkemah selama tiga hari dua malam. Ini terdengar seperti Zoya juga ikut serta dalam merencanakan perkemahan tersebut, tetapi sebenarnya tidak. Zoya sebenarnya tidak ingin ikut serta.

Ini terjadi karena sejak awal Zoya tahu bahwa teman-teman seangkatannya ini pasti akan mengajak Elias, mantan kekasihnya.

Bukan, bukan karena mereka sengaja ingin menjaili Zoya, tetapi karena Elias adalah bintang di angkatan mereka. Elias adalah sosok pemuda dengan rupa yang diberkati oleh Tuhan. Dia tampan dan tubuhnya atletis. Jika kau memberi pertanyaan kepada seluruh mahasiswa—maupun dosen—berupa: "Apakah menurutmu Elias adalah mahasiswa universitas kita yang paling tampan?" maka semua orang akan mengiyakannya tanpa berpikir dua kali.

Dari sekian banyaknya mahasiswa dan mahasiswi di angkatan mereka, yang diajak hanyalah sepuluh orang. Zoya terseret ikut karena Inez, teman baiknya, berteman juga dengan July, perempuan yang mengadakan acara kemah ini.

Inez berkali-kali memohon kepada Zoya untuk ikut serta sebab Zoya adalah temannya yang paling akrab. Ia sangat ingin mengikuti acara kemah ini dan semuanya akan menjadi pointless kalau Zoya tidak ikut. Ia menghabiskan waktu sekurang-kurangnya tiga hari untuk membujuk Zoya karena Zoya awalnya sangat kukuh tidak mau ikut serta. Singkat saja, Zoya tak mau ikut karena ia tahu bahwa pasti akan ada Elias Archer di sana.

Semua kalimat permohonan dari Inez tidak ada yang mempan, tidak ada yang bisa menembus pertahanan Zoya, hingga akhirnya ada satu kalimat yang mempan. Satu kalimat yang berhasil membuat jantung Zoya serasa tertusuk panah yang sangat tajam.

 

"Zoyaaa," rengek Inez saat itu. "Ayolah. Aku sudah bilang pada July bahwa aku akan mengajakmu dan July sudah setuju. Kalau kau tidak ikut, bukankah semua orang jadi berpikir bahwa kau sengaja menghindari Elias? Bukankah kau akan malu jika semua orang menganggapmu gagal move on?"

 

Sialan.

 

Kira-kira kalimat itulah yang berhasil mengubah pikiran Zoya. Akhirnya, mau tidak mau, suka tidak suka, dia memaksakan dirinya untuk ikut. Dia memaksakan tubuhnya untuk menahan semua rasa enggannya. Dia memaksakan diri untuk bersikap biasa saja meski rasanya ia ingin menghilang ditelan bumi. Dia pun mem-packing barang-barangnya walaupun sambil menggerutu.

Mereka sepakat untuk berkumpul di depan rumah July karena bus yang mereka sewa itu diarahkan untuk menunggu di depan rumah July. Pembayaran sewa bus itu dibagi sepuluh (karena ada sepuluh orang yang ikut), tetapi yang menyewa ke agennya adalah July. Sebelum naik ke bus—saat masih menunggu keberangkatan—Zoya sempat melihat Elias berdiri di depan sana, sedang mengobrol bersama teman-temannya yang lain. Kaus v-neck hitam yang ia pakai tampak begitu cocok di tubuh atletisnya. Dia memakai luaran berupa jaket jeans yang berwarna denim. Lengan jaketnya digulung ke atas hingga nyaris mencapai siku dan ia memakai jam tangan. Bentuk tubuhnya, lengan berotot dan beruratnya, hari ini semuanya terlihat jelas. Rambut kecoklatannya terlihat begitu keren seperti biasa dan hari ini ia juga memakai sebuah kalung yang mungil dan tipis. Kalung itu benar-benar memperlihatkan keindahan leher serta jakunnya. Rahangnya yang tegas itu juga membuatnya terlihat maskulin. Style Elias memang selalu macho, tetapi hari ini dia terlihat lebih hot. Apa jangan-jangan dia mau pamer bahwa dia sudah single sekarang?

Sesekali pemuda itu tersenyum tipis tatkala merespons obrolan teman-temannya. Dia dikerumuni; dia adalah tipikal anak yang paling populer di kampus dan hampir selalu terlihat tidak pernah sendirian. Jika para perempuan tidak mengerumuninya maka ia akan terlihat bersama teman baiknya, Hayes Jensen. Sebenarnya, dia adalah tipe pemuda yang cukup pendiam (dia bicara seperlunya), tetapi dia tetap disenangi oleh orang-orang karena dia tidak angkuh. Dia juga suka berolahraga sehingga banyak laki-laki yang berteman dengannya. Dia tidak pilih-pilih saat mengobrol dengan orang lain dan tetap menjawab pertanyaan mereka dengan baik meskipun hanya seperlunya.

 Akan tetapi, teman yang paling dekat dengannya hanyalah Hayes.

Saat itu, Elias sempat menatap balik ke arah Zoya. Cepat-cepat Zoya menundukkan kepala dan berpura-pura melihat ke ponselnya; Zoya berpura-pura biasa saja, padahal aslinya dia panik bukan main. Hal yang bolak-balik ia scroll di ponselnya adalah menu Pengaturan. Soalnya, kan, ia hanya pura-pura.

Saat mereka akhirnya masuk ke dalam bus, Zoya langsung mencari tempat duduk di tengah-tengah dan bagian kiri dekat jendela. Ia langsung menarik Inez untuk duduk di sebelahnya. Dia tak ingin melihat Elias lagi. Tadi Zoya sudah hampir tergoda untuk terus menatap penampilan Elias yang sungguh terlihat bersinar hari ini.

Kembali lagi ke masa kini saat bus tiba-tiba mengerem. Ketika Zoya menengadah, memperhatikan apa yang ada di depan sana hingga membuat sopir bus menekan rem dadakan, rupanya di sana ada beberapa pengendara motor yang ingin melaju ke arah yang berlawanan. Ada sekitar tiga motor dan enam orang pria yang menaikinya, yang jika diperhatikan, pakaian serta aksesoris yang mereka kenakan semuanya sama. Mereka tidak memakai baju di bagian dalam (hanya memakai jas hitam berbulu), memakai kalung panjang (hingga ke dada) yang pendant-nya…tidak kelihatan bentuknya apa, dan memakai celana panjang berwarna hitam juga.

Mereka semua tampak seperti baru pulang dari…pertunjukan? Atau sejenisnya.

Setelah itu, keenam pria tersebut mengangguk dan tersenyum kepada sopir bus. Mungkin mereka ingin meminta maaf secara implisit. Keenam pria itu meminggirkan motor mereka, lalu bus pun berjalan kembali. Saat bus melewati keenam pria itu—tepatnya saat mereka berada di samping jendela tempat di mana Zoya duduk—Zoya melihat bahwa mereka semua masih tersenyum ramah.

Zoya pun mengedipkan matanya satu kali, menghadap ke depan, lalu bersandar kembali di kursinya.

This is going to be a long day.

 

******

 

 Saat kesepuluh penumpang bus itu turun (lima laki-laki dan lima perempuan), bus itu pun mulai berbalik untuk pulang setelah beberapa saat sopirnya berbicara dengan July selaku penyewa. Bus itu akan kembali menjemput mereka setelah tiga hari dua malam.

 Zoya menatap sekelilingnya; dia sedikit mendongak agar dapat melebarkan jangkauan pandangannya hingga ke atas. Dia sudah mencari informasi tentang Sage Forest di internet dan infonya, Sage Forest memang sering dikunjungi oleh masyarakat lokal dan memang ada beberapa manusia yang hidup di dalamnya. Hutan itu cukup aman dari binatang liar. Di internet, dari foto-fotonya, Sage Forest memang terlihat seperti hutan kering yang terawat dan tidak terlalu rimbun. Banyak sekali pohon-pohon yang tinggi, tetapi tidak banyak semak-semak.

 "Let's go," ajak Inez tiba-tiba, gadis itu menepuk pelan lengan Zoya dan berjalan ke depan. Ternyata hampir seluruh teman-teman mereka sudah mulai berjalan. Zoya kemudian merundukkan kepala, mengeratkan pegangannya pada tas yang sedang ia jinjing, lalu menatap ke depan dan mengikuti langkah teman-temannya.

 Saat sudah berjalan masuk ke dalam hutan, ada seorang pria paruh baya yang menjemput mereka. Pria itu adalah pemimpin dari beberapa penduduk yang tinggal di dalam hutan itu, ia biasa menjadi tour guide untuk orang-orang luar yang berkunjung. Pria itu tersenyum manis kepada mereka, memperkenalkan dirinya sebagai Parker Dawson, dan mulai memimpin jalan; pria itu memberitahu mereka banyak hal dengan nada yang bersahabat.

 Tatkala mereka sampai di daerah yang cukup luas (spasi berbentuk lingkaran di antara pohon-pohon), Mr. Parker pun berhenti dan mulai memberitahu mereka bahwa mereka sudah sampai. Zoya memperhatikan sekeliling. Tidak jauh dari sana ada danau dan danau itu ada di sisi kiri daerah tersebut. Zoya bernapas lega saat mengetahui ada air di dekat mereka. Setidaknya ia bisa mencuci ini-itu. Kalau untuk minum…mereka membawa banyak stok air mineral.

Daerah ini akan menjadi tempat mereka membangun tenda, begitu kata Mr. Parker. Mr. Parker sempat memperingatkan mereka untuk tidak bermain terlalu jauh karena takut terjadi sesuatu. Jika mereka tidak bermain terlalu jauh, Mr. Parker juga dapat dengan mudah mengawasi mereka. Setelah Mr. Parker berpamitan, mereka semua mulai membangun beberapa tenda yang masing-masing tendanya dapat memuat tiga sampai empat orang.

 

******

 

 Zoya berjalan sedikit menjauh dari perkemahan mereka untuk mencuci tangan di dekat sebuah pohon; mereka bersepuluh baru saja selesai makan siang. Sedikit terlambat, memang, tetapi masih lebih baik daripada harus menahan lapar hingga malam tiba. Untungnya mereka sudah merencanakan acara kemah ini dengan baik. Jadi, seluruh alat masak, alat makan, dan persediaan makanan, semuanya sudah tersedia dan tertata rapi di dalam tenda khusus logistik.

 Saat Zoya sedang mencuci tangan, ada seekor kucing berwarna hitam yang mendadak mendekatinya. Zoya menatap kucing itu sebentar dan lanjut mencuci tangan, tetapi tiba-tiba Zoya mendengar ada sesuatu terjatuh di dekatnya.

 Ya ampun. Kalung mutiara hitamnya terjatuh ke tanah.

 Baru saja Zoya ingin mengambil kalung tersebut, Zoya mendadak terperanjat—hampir terjungkal ke belakang—tatkala tiba-tiba kucing hitam yang tadi dilihatnya itu berlari menghampirinya dan menggigit kalung tersebut, kemudian berlari kencang menjauhi Zoya.

 Zoya menganga. Mengerang frustrasi, Zoya pun akhirnya berdiri dan berlari mengejar kucing tersebut, tetapi semakin dikejar, kucing itu justru berlari semakin cepat karena merasa terancam.

 "Hei, tunggu!!" teriak Zoya. "Tunggu!!!"

 Aduh, itu adalah kalung peninggalan almarhum ibunya. Dia tidak bisa membiarkan kalung itu hilang!

 Zoya kemudian berlari semakin kencang hingga terengah-engah. Napasnya memburu, suaranya nyaris habis karena terus-terusan berteriak. Namun, ternyata ia masih beruntung. Kucing itu mendadak melepaskan kalungnya di tanah, lalu berlari menjauh.

 Sesampainya Zoya di tempat di mana kucing itu menjatuhkan kalungnya, Zoya pun langsung membungkuk dan memegang lututnya untuk mengatur napas. Ia benar-benar terengah-engah; jantungnya berdetak tak keruan. Rasanya sesak sekali.

 Setelah napasnya mulai normal, Zoya pun berdiri dan mencari keberadaan kalungnya. Ia sempat menyingkirkan rambut panjangnya yang terurai itu ke belakang telinga tatkala mencari kalungnya di tanah. Saat berhasil menemukan kalungnya itu, Zoya pun bernapas lega. Ia berjongkok dan berencana untuk mengambil kalung itu, tetapi kemudian tangan Zoya terhenti.

…karena tiba-tiba saja ada orang lain yang juga sedang berjongkok di depannya dan mengulurkan tangan untuk membantunya mengambil kalung tersebut.

Napas Zoya tertahan; ia langsung menatap orang tersebut dengan mata yang melebar. Akan tetapi, ternyata itu bukanlah orang asing.

 Itu adalah Elias.

 

 "Zoe," panggilnya pelan.

 

 Meskipun merasa kaget, ada sebuah percikan yang tidak asing di dadanya saat akhirnya ia melihat Elias lagi di hadapannya. Percikan kecil yang perlahan menyebar luas dan menggelitik dadanya. Memori tentang mereka jelas belum menghilang, tetapi memori itu sudah dipaksa untuk menguar kembali ke permukaan.

 Akan tetapi, Zoya berhasil menguasai dirinya sendiri. Untuk yang kesekian kalinya, ia kembali mengingatkan dirinya bahwa tiga minggu yang lalu ia dan Elias tidak putus secara baik-baik. Pemuda ini bersalah padanya.

Zoya lalu menghela napas, mulai berdiri seraya bertanya, "Apa yang kau lakukan di sini?" Tanpa sadar, nada bicara Zoya terdengar sedikit kasar.

 Elias pun berdiri perlahan. Menghadap lurus ke arah Zoya dalam jarak yang dekat. Setelah itu, pandangan matanya melembut; ia tersenyum tipis kepada Zoya.

 

"It's been a long time, Zoe."

 

Jantung Zoya seakan berhenti berdegup. Napasnya tertahan.

Elias masih memanggilnya Zoe. Panggilan khusus darinya untuk Zoya selama mereka menjadi sepasang kekasih.

Zoya berdeham, masih mencoba sekuat tenaga untuk tidak luruh atau kalah di hadapan Elias. Ia tidak ingin terlihat lemah ataupun terlihat masih menyukai keberadaan Elias. "Belum lama. Kita berpisah sekitar tiga minggu yang lalu."

Elias mengangguk pelan. Seraya tersenyum, suara rendahnya terdengar di telinga Zoya. "Yes. It's been quite long, for me."

 Zoya sedikit membuang muka, tidak ingin menatap Elias. Ia tidak ingin melihat ke dalam mata indah milik Elias yang kemarin-kemarin selalu bisa menjebaknya, selalu bisa menenggelamkannya. Saat memandang mata Elias, dunia sekitarnya serasa mengabur dan ia seolah terhipnotis; ia dibuat masuk secara sukarela ke dalam dunia Elias.

 "Bagaimana kabarmu, Zoe?" tanya Elias pelan.

 "Bukan urusanmu," tegas Zoya. "Sudah, ya. Aku sudah menemukan kalungku. Aku mau kembali ke perkemahan."

 Tidak disangka-sangka, saat Zoya baru saja ingin melangkah pergi, mendadak Elias menoleh ke samping. Pemuda itu terlihat sedikit takjub, lalu berkata, "—tapi…ini sedikit mengejutkan. Ada patung yang cukup besar di sini."

 Zoya mengernyitkan dahinya keheranan, lalu gadis itu ikut menatap ke samping.

 

What the hell?

 Sejak tadi ada patung di sini! Mengapa Zoya tidak menyadarinya?

 

 Zoya menganga. Bisa-bisanya dia tidak sadar bahwa dia berdiri di dekat patung sebesar ini sejak tadi!

 Patung itu tingginya sekitar sepuluh kaki. Berwarna putih dan memiliki sayap yang lebar. Zoya dapat melihat sayapnya dengan jelas karena patung itu membelakangi mereka. Posisi patung itu terlihat seperti orang yang sedang start jongkok sebelum berlari. Agaknya, kepala patung itu sedikit tertunduk di depan sana, soalnya Zoya tidak dapat melihat kepala patung itu.

 Tanpa sadar, Zoya pun mengomentari patung itu, "Mengapa bisa ada patung di sini? Ini di dalam hutan."

 "Ini kelihatannya sudah lama. Mungkin bukan dibangun oleh penduduk yang tinggal di hutan ini, melainkan peninggalan dari zaman dahulu," jawab Elias, pemuda itu menilik patung tersebut.

 Zoya mengernyitkan dahi. Akan tetapi, Zoya memutuskan untuk tidak memperpanjang pembicaraan tersebut. Ia tak ingin berlama-lama membicarakan patung itu karena ia masih merasa tidak nyaman berada di dekat Elias. "Ya sudah. Aku mau kembali ke perkemahan."

 Elias lalu menatap Zoya seraya tersenyum dan mengangguk pelan. "Let's go back together, Zoe."

 Zoya langsung berjalan dengan cepat demi menghindari Elias. Dia kini memunggungi Elias. "Aku tak mau mereka melihatku kembali ke sana bersamamu. Also, stop calling me that. We're already over."

 Elias terkekeh pelan. Zoya menahan diri untuk tidak menoleh ke belakang, ke wajah rupawan Elias yang sedang terkekeh. Rasa marah dan sakit hati yang luar biasa ternyata mampu membuat Zoya menahan dirinya.

 "Zoe. Sudah tiga minggu ini aku tidak bisa menghubungimu," ujar Elias dengan suara rendahnya. Suaranya itu terdengar pelan dan berat. "Apakah kau memblokir nomorku?"

 Zoya terdiam. Zoya memang memblokir nomor serta seluruh sosial media Elias. Ia benar-benar marah pada Elias saat mereka putus tiga minggu yang lalu.

 Ada jeda yang tercipta sejenak karena Zoya tidak kunjung menjawab pertanyaan Elias. Hingga akhirnya suara maskulin Elias terdengar kembali.

 "Buka, ya. Ada banyak hal yang ingin kukatakan kepadamu," bujuk Elias pelan. "For me, as a matter of fact, you're still my Zoe." [] 

******

Major Characters: https://jihanseptiveliaa.blogspot.com/2025/02/lost-in-woods-major-characters.html