Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

CTC: Calm, Tantrum, Crazy

S_INK
7
chs / week
The average realized release rate over the past 30 days is 7 chs / week.
--
NOT RATINGS
27
Views
Synopsis
"Siapa yang tidak mencintai uang? Jika tidak, berarti dia miskin." Itulah yang dipikirkan detektif kecil satu ini, Henri yang selalu menjaga toko buku tiba-tiba mendapatkan kasus kepada IVE, organisasi gelap yang harus diselidiki. Namun, siapa sangka sang penjaga toko buku yang selalu jutek, akan menemukan cintanya dari pemimpin organisasi tersebut. Mana yang akan dipilih sang detektif? Uang sebesar dua triliun atau cinta pertamanya?
VIEW MORE

Chapter 1 - I [•] Toko Buku

Pernahkah kau merasa gila, namun tidak benar-benar gila? Atau bahkan, tidak mungkin dianggap "gila", namun terasa gila.

Kehidupanku sama seperti biasanya. Membosankan. Duduk di atas kursi dengan kedua kaki di atas meja kasir, sembari membaca koran yang menuliskan berita berbeda setiap harinya.

Tiba-tiba suara bel memecahkan keheningan toko kecilku, seorang pria paruh baya mendatangiku perlahan sembari membawa ransel besar. Kulirik topi biru yang ia kenakan, ternyata dia adalah kurir surat. Tumben sekali, bahkan hampir tidak sekalipun aku mendapatkan surat semenjak merantau ke negara spaghetti ini. Mereka yang mengirimkan surat padaku hanya memiliki satu tujuan: kasus yang harus dipecahkan tanpa diketahui pemerintah.

Segera kuturunkan kedua kakiku ke lantai, mengetuk meja beberapa kali dengan satu jari, memasang senyum selebar mungkin agar terlihat ramah. Tidak butuh waktu lama dia sampai di meja kasir, kemudian memberikan surat cokelat berukuran A4 dan surat putih berukuran A5, tidak lupa dengan kertas yang mengemis tanda tangan.

"Dari siapa?" tanyaku seakan penasaran sekali, sembari menandatangani dengan pena antik.

Kakek itu menggelengkan kepalanya perlahan, senyum ramah-nya mengalahkan senyuman-ku. "Tidak, tidak, saya tidak tahu."

"Baiklah, tidak masalah." Aku segera memberikan kertas-nya kembali dan membuka segel dari surat putih, sebelum akhirnya kurir itu meninggalkan toko-ku.

Cukup dua kali aku membaca surat penuh tulisan seperti aksara terbaru ini, penulis surat ini membuatku melompat-lompat dari kursi ke atas meja. Ketiga kalinya aku membaca, lebih pelan untuk memastikan, namun mataku tidak pernah salah sedikitpun!

Masih dalam keadaan senang, aku segera meraih surat kedua, tentu ini adalah hidangan kesukaanku setelah sekian lama tidak menikmatinya-- lebih tepatnya tiga tahun dahulu. Kali ini kubaca dengan teliti, sangat pelan, karena hidangan ini harus dinikmati hingga hati merasa puas.

Cukup empat kali aku membaca surat dari kawan lamaku, walaupun kami tidak terlalu dekat. Betapa beruntungnya aku memiliki kawan seperti itu, meskipun aku memiliki ingatan yang buruk. Dia adalah Giovanni Lucchesi, dia se-angkatan mahasiswa denganku, bedanya dia Jurusan Pengadilan Pidana dan aku Jurusan Kriminologi. Seingatku, kami sering kali berpapasan di dekat taman dan kami hanya tahu nama satu sama lain, tidak lebih.

Singkatnya, Gio sudah bekerja sebagai Jaksa hingga sekarang. Sudah dua belas tahun kami tidak bertemu, entah seberapa banyak uang yang telah ia hasilkan semenjak lulus. Entah bagaimana ia bisa mendapatkan lokasi-ku, ia sepertinya tahu kalau pekerjaan utama-ku sebenarnya detektif pribadi, berarti aku tidak perlu berakting sebagai pria lemah lembut. Aku melompat turun dari meja dan segera bersiap di ransel-ku.

Aku tidak tahu sepenuhnya keadaan pemerintah Italia sekarang, pastinya adik-adikku lebih memilih di rumah sembari menonton demo daripada aku yang akhirnya bisa makan Mustikkapiirakka setelah dibayar oleh jaksa itu.

Dia mencurigai salah satu perusahaan terkenal di Bidang Farmasi. IVE. Entah apa kepanjangan dari perusahaan tersebut, mendengarnya saja sudah membuatku malas. Perusahaan yang selalu memproduksi obat-obatan. Namun, aku tahu keburukan mereka daripada Gio. Dibalik kebaikan perusahaan itu, mereka menyumbunyikan Organisasi EVI dari masyarakat, bahkan pemerintah, organisasi gelap di salah satu Negara Italia. Jangan tanya dari mana informasi itu berasal, aku hanya mendengarnya dari salah satu pelanggan-ku dulu, dulu sekali.

Segera aku raih ranselku dan melompati meja kasir, menuju pintu dengan antusias. Aku tidak mungkin melewatkan dua triliun begitu saja dari sang jaksa. Aku segera keluar dan mengunci pintu toko, tidak lupa membalik papan bertuliskan open menjadi close. Lalu berlari menuju warnet terdekat-- berjarak lima rumah dari tokoku.

Kulepas sepatuku ketika sampai di pintu warnet dan langsung masuk ke dalam. Aku mengamati sekitar dengan secepat kilat, lalu menuju kasir dan menatapnya datar.

"Lima jam," ucapku sesingkat mungkin sembari memberikan uangnya.

"Nomer dua puluh tiga." Wanita di depan layar yang membatasi kami melirikku dengan aneh, lalu hanya tersenyum formalitas dan mengambil uangnya. "Aku akan mengingatkanmu sebelum sepuluh menit waktumu habis."

"Tentu, thanks," balasku dengan senyuman kecil lalu pergi begitu saja, mencari meja yang dimaksud.

Melihat kursi dan dinding di belakangnya bertuliskan 23, segera kulemparkan ranselku di bawah kursi dan tubuhku mendarat di atas kursi plastik. Tanpa perlu waktu lama, jari-jari-ku mengetik di keyboard tanpa jeda. Setidaknya aku harus mendapatkan informasi umum dan dalam. Bayangkan saja, dua triliun sudah cukup untuk masa tua-ku kelak, aku sangat tidak sabar.

Empat jam telah berlalu, sekarang hampir tengah malam. Kertas-kertas berserakan di sekitar meja-ku, penuh dengan informasi perusahaan bermuka dua itu, entah berapa pena yang telah kehabisan tinta. Jangan lupa dengan kebiasaan umum sebagai penyelidik, pasti ada tiga hingga lima kaleng kopi di atas mejanya, beda denganku yang menggunakan Matcha sebagai penahan ngantukku.

Biar kuringkas apa saja yang telah ku temukan, ternyata cukup menarik kasus kali ini. Seperti yang kubilang sebelumnya, IVE adalah perusahaan yang memproduksi obat-obatan, aku baru menemukan berita baru-baru ini. IVE sedang diincar banyak rumah sakit hanya karena satu obat, NeuroLynx, obat anemia, leukimia, dan limfoma sekaligus. Kandungan masing-masing memang berbeda, namun ada satu kandungan yang sama, yakni sel punca. Sel yang bisa memproduksi berbagai sel di tubuh. Hanya ada dua cara untuk memproduksinya, dari pendonor darah sel punca yang biasa disebut allogenik, atau dari pasien sendiri. Mereka hanyalah perusahaan, bukan rumah sakit. Ada banyak hal yang kucurigai, mengingat perusahaan tersebut merupakan samaran dari Organisasi EVI. Dan produksi sel punca termasuk sedikit, tidak mungkin seseorang merelakan sel produksinya sendiri hanya untuk menyelamatkan orang tidak dikenal, kecuali orang tersebut memang naif atau tidak ada tujuan hidup lagi.

Sepertinya aku mulai paham mengapa Giovanni memperhatikan perusahaan tersebut. Namun, aku tidak memiliki informasi yang cukup untuk saat ini, entah kenapa aku meragukan kasus yang akan kuambil hari ini. Bagaimana pun juga, ini pertama kalinya aku mendapatkan kasus yang berhubungan dengan "kegelapan" negara. Biasanya, aku mengambil kasus-kasus kecil dari pelangganku, atau bahkan dari beberapa polisi, jadi aku tidak terlalu khawatir. Dua triliun juga tidak main di mata orang miskin sepertiku.

Seseorang tiba-tiba menepuk pundakku, ia mengatakan sesuatu dengan lirih. "Sudah pukul sebelas malam, waktumu juga habis."

Aku menyipit ke arahnya, penjaga warnet ini sangat terlihat mengantuk. Aku segera membereskan barangku kemudian menepuk pundak kirinya dan pergi. "Terima kasih, semoga tidurmu lebih nyenyak dariku."

Entah bagaimana angin yang menusukku seperti biasanya, sekarang hanyalah bisikan kecil di telingaku selama perjalanan. Tidak butuh waktu lama untukku kembali ke toko buku, sekaligus menjadi rumahku. Aku segera membuka pintu, menguncinya lalu menaiki tangga di samping meja kasir. Rumahku berada di lantai tiga, rumah sekaligus kamar. Aku segera melompat ke atas kasur tanpa melepas sepatuku.

Sialnya, tiba-tiba buku tebal terjun ke perutku tanpa suara. Aku meringis dan segera mengambilnya. Ternyata jurnal harianku saat masih kecil, sepertinya saat umurku menginjak tujuh tahun. Ada secarik lembaran menonjol di bawah jurnalku, aku kemudian menariknya dan mulai membaca. Tidak perlu kedua kalinya aku membaca, tulisan kecilku membuatku tersenyum puas, sangat puas.

________________________________________

Saya menyesal, menyesal sekali.

Jika seperti ini, saya bersumpah, saya tidak akan meminjam uang dari EVI. Lebih baik, saya meninggal saja.

Orang-orang di sana tidak ada yang waras, bahkan saya sendiri. Mereka menggunakan tubuh manusia untuk uang. Uang dan uang.

Mereka memanfaatkan orang seperti kami untuk uang. Menjual bagian tubuh kami, memaksa mengeluarkan bagian tubuh kami yang penting, bekerja untuk mereka dengan hadiah masih hidup. Mereka gila, termasuk Marco Simoncelli.

_________________________________________