Monitor kecil berisi angka dan garis warna warni berbunyi setiap saat, benda itu mengeluarkan suara secara teratur. Monitor itu memperlihatkan banyak angka, huruf, serta bentuk gelombang yang menjadi pusat informasi tanda vital pasien yang berada dalam pemantauan.
Tak hanya itu, alat medis berupa ventilator yang terpasang di mulutnya menjadi suatu bantuan yang berfungsi untuk memberikan nafas buatan agar mempertahankan oksigenasi pasien.
Wanita tua itu terbaring lemah dalam kondisi tak sadarkan diri ditemani alat-alat medis. Tujuh tahun sudah wanita tua itu mengalami koma, dan selama tujuh tahun itu pula setiap hari Abyan selalu mendampinginya. Abyan selalu berharap setiap harinya, ketika datang wanita tua itu membuka matanya. Namun itu tidak pernah terjadi bahkan jari nya pun tidak pernah bergerak lagi selama tujuh tahun.
Abyan memegang jemari wanita tua itu lalu menciumnya.
"Selamat pagi Oma, Abyan datang nih" ucap pria itu berusaha menahan tangis.
Setiap kali mengunjungi ruangan ini, Abyan paling tidak bisa untuk tidak menangis. Air matanya selalu tumpah setiap kali bertemu dengan Oma nya. Sesekali Abyan ingin tegar, ia ingin setiap kali datang tidak mengeluarkan air mata sedikitpun namun ia tidak bisa menahannya. Kecelakaan itu benar-benar menghantuinya, bahkan Abyan selalu merutuki dirinya sendiri, selalu menyalahkan dirinya sendiri atas peristiwa itu.
Kecelakaan mobil yang terjadi tujuh tahun lalu itu merenggut nyawa ibunya dan membuat nyawa nenek nya berada di ambang kematian. Hanya Abyan lah yang selamat dari kecelakaan itu.
"Oma udah sarapan belum?" Tanya Abyan.
Namun yang terdengar hanya suara monitor.
"Abyan rindu banget sama Oma, Oma gak rindu sama Abyan?"
"Oma tau gak? Abyan sekarang udah jadi dosen muda di usia 24 tahun. Itu keinginan Oma kan? Oma bangun ya, Oma harus kasih ucapan selamat ke Abyan. Karena bunda gak bisa ngucapin itu, Abyan harap Oma bisa melakukannya"
Abyan terus memegang jemari neneknya. Ia sangat berharap jemari itu bergerak setiap kali Abyan sentuh, ia ingin keajaiban sesekali datang padanya.
Sudah sejam lebih Abyan berada di ruangan itu, ia akhirnya memutuskan untuk kembali mengajar ke kampus. Namun sebelum itu ia berjalan ke bagian administrasi untuk membayar tagihan rumah sakit yang sudah jatuh tempo.
"Permisi mbak, saya ingin memenuhi surat yang kemarin dikirimkan pihak rumah sakit kerumah saya terkait biaya pengobatan oma saya yang sudah jatuh tempo"
"Oh? Tapi barusan saja ada seseorang yang telah melunaskan tagihan rumah sakit milik nyonya Lila" ucap wanita itu.
"Ha? Siapa mbak? Hanya saya keluarga yang bertanggung jawab atas nyonya Lila"
Lalu seorang pria dengan jas hitam datang dengan sombongnya memperlihatkan kertas kwitansi pelunasan rumah sakit.
"Lo nggak usah susah susah ngeluarin duit receh lo itu, mending lo simpan aja" ucap pria itu seraya melirik Abyan.
"Bapak ini tadi yang bayarin tagihan rumah sakitnya nyonya Lila" ucap Pihak administrasi.
"Iyah betul itu gue" jawab pria itu.
Pria itu lalu tersenyum manis pada Abyan.
"Lo ngapain disini?" Tanya Abyan.
"Jenguk Oma" jawabnya.
"Tolong kembalikan uangnya mbak, pakai uang saya aja" ucap Abyan.
Wanita itu telrihat bingung.
"Udah mbak, nggak usah dengerin dia"
"Mbak tolong kembalikan semua uang yang udah dia kasih tadi, pakai uang saya aja" ucap Abyan.
Pria itu terlihat emosi sebab Abyan tidak mau mengalah dengannya.
"Mbak, sekali lagi saya ingin mengingatkan bahwa nyonya Lila Tirtayasa itu adalah tanggung jawab saya. Jadi saya mohon tolong jangan terima uang dari sembarang orang" ucap Abyan.
Akhirnya pihak administrasi mengembalikan uang yang telah di berikan sebelumnya kepada pria itu dan bahkan menolak uang yang akan dibayarkan untuk tagihan rumah sakit di bulan ini.
"Maaf pak ini uangnya saya kembalikan" ucap wanita itu yang hanya menerima uang dari Abyan.
"Terimakasih mbak" ucap Abyan.
Pria itu mengepalkan tangannya, ingin rasanya ia melayangkan pukulan kewajah adik kandungnya itu.
Abyan mengabaikan Adryan dan pergi. Adryan yang masih tak terima mengikuti Abyan dari belakang.
"Abyan?" Panggil Adryan.
Namun Abyan tidak menoleh sedikitpun.
"Abyan Pramana Tirtayasa, gue mau ngomong sama Lo" panggil Adryan.
Abyan menoleh begitu nama lengkap nya dipanggil.
"Mau ngomong apa?" Tanya Abyan.
"Lo rese banget sumpah"
"Lo hanya punya waktu satu menit untuk bicara sama gue dari sekarang" ucap Abyan.
Adryan sangat kesal, Abyan benar-benar menyebalkan.
"Waktu Lo tinggal 56 detik" ucap Abyan.
"Kenapa Lo kembaliin uangnya? Lo keberatan gue bayarin uang tagihan rumah sakit Oma?"
"Iya gue keberatan, karena Oma tanggung jawab gue"
Adryan terkekeh, kedengaran sangat lucu saat Abyan mengatakan hal itu.
"Lo punya apa emangnya? Uang yang Lo punya gak akan mampu buat ngebiayain tagihan rumah sakit sebanyak itu. Udah lah Lo serahin aja Oma sama gue. Gue yang bakal ngerawat Oma dan Lo gak perlu repot-repot buat kerja kesana kemari untuk ngelunasin hutang Lo itu"
"Gue nggak akan biarin Oma jatuh ke tangan Lo"
"Sampai mana Lo bertahan menghadapi situasi ini?" Tanya Adryan yang membuat Abyan kehilangan kata-kata.
"Lo gak bisa jawab kan?"
Adryan memegang bahu adiknya.
"Lo lupa? Lo itu penyebab dari semua kekacauan yang ada yang ada didalam keluarga kita. Salah satunya Kematian bunda dan koma yang dialami Oma"
Abyan berbalik.
"Gue belum selesai ngomong Abyan, gak sopan banget ya Lo""
"Waktu Lo habis" ucap Abyan.
Abyan berbalik dan pergi meninggalkan Adryan yang terus memanggil namanya.
Perkataan Adryan sangat membekas di ingatan Abyan. Ia bahkan sangat hafal nada bicara kakak kandungnya itu, begitu menyakiti hatinya.
***
Ditempat lain.
"Kau kalah lagi Mario" ucap pria baruh baya yang mengambil semua uang milik Mario di atas meja.
"Ah sialan" ucap Mario.
"Abangku memang jago banget mainnya" puji seorang wanita disamping Mario.
Beberapa orang tertawa melihat kekalahan Mario.
"Gimana mau main lagi nggak?" Tanya pria paruh baya itu.
"Ayo lanjutlah mas, pasti kali ini menang"
"Ah sudah lah Siska, aku udah kalah. Uang ku udah habis" keluh Mario.
"Tenang aja mas, kamu itu kan adik iparnya bang Wijaya, dia bisa kasih kamu uang lagi"
"Iya, betul itu mario. Aku bisa kasih kau uang lagi" tawar pria paruh baya itu.
"Ah nggak usah lah... Utang ku udah terlalu banyak pak Wijaya, aku gak tau gimana cara lunasinnya" ucap Mario.
"Iya benar juga ya, hutang kau yang tiga tahun lalu juga belum kau lunaskan. Aku pun sudah nggak ingat lagi semua total hutang mu berapa"
Mario menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Ah Mario, udah lah gak usah kau pikirkan. Aku cuman bercanda, aku bisa kasih kau uang lagi, berapapun yang kau mau"
Wijaya menyenggol lengan adik perempuannya.
Mario melotot kaget mendengar perkataan Wijaya.
"Ah pak Wijaya ini bilang apa sih? Mana ada sih orang yang mau ngasih uang secara percuma"
Wijaya tertawa.
"Iyah itu memang benar, aku memang gak ngasih secara percuma. Ada jaminannya Mario"
"Apa itu jaminannya pak?" Tanya Mario.
"Mas Mario, kamu tau kan abang ku ini udah lama cerai dari istri - istrinya. Sekarang dia melajang, dan hidup sendiri. Jadi abangku mau menikah lagi, jadi tolong Carikan abangku calon istri Mas Mario"
"Calon istri?" Tanya Mario terkejut mendengarnya, mengingat usia wijaya tidak lagi muda.
"Iyah calon istri, kalau bisa yang masih muda" ucap Wijaya.
Mario terlihat sedikit ragu dengan permintaan itu.
"Aduh gimana yaa..."
"Gimana apanya mas? Kamu nggak mau bantu abangku?" tanya siska.
"Bukan aku nggak mau bantu tapi..." mario menjeda kalimatnya.
"Tapi apa mas?"
Mario terlihat berpikir keras, mengingat Wijaya adalah orang yang sangat kaya raya perempuan manapun di zaman sekarang pasti mau dengannya.
"Baiklah, Aku bisa mengusahakan nya pak, tapi calon istri bagaimana yang bapak mau? Aku pastikan aku akan mendapatkan nya" ucap Mario.
"Kau serius? Benar-benar mau mengusahakannya?" Tanya Wijaya menyakinkan Mario.
"Ya ampun pak Wijaya, apapun akan aku lakukan untuk bapak" ucap Mario.
Wijaya tersenyum puas mendengar jawaban Mario.
"Aku tertarik pada seorang gadis Mario"
"Siapa gadis itu pak? Katakan aja"
"Lidya Hanum putrimu" ucap Wijaya.
"Ha.. ha.. Hanum?" Mario terkejut.
"Iyah Lidya Hanum, putri kau itu cantik sekali. Aku suka setiap kali dia tersenyum dan tertawa" ucap Wijaya.
Mario tampak ragu merespon keinginan Wijaya. Ya meskipun Mario brengsek tapi Bagaimana bisa ia membiarkan putrinya menikah dengan pria tua bau tanah seperti Wijaya ini?
Mario terlihat berpikir keras. Hanum pasti akan menolak, terlebih lagi Ratna pasti sangat tidak setuju. Wijaya mengkode Siska untuk menghasut Mario.
"Mas, coba deh kamu pikir. Kalau hanum menikah dengan abangku, sudah sangat dipastikan bahwa hidupnya nggak akan sengsara, hanum tetap bisa sekolah dan kuliah dimanapun yang dia mau"
"Tapi apa Hanum mau? Dia masih sangat muda, Ratna pasti marah besar" Mario terlihat gusar.
"Mas hanum itu juga putriku, aku menginginkan masa depan yang baik buat Hanum. Kamu coba lihat di usianya yang masih muda seperti itu Ratna membiarkannya menjual gorengan keliling, ibu macam apa dia? Ratna bahkan nggak bisa memberikan kehidupan yang baik buat putrinya sendiri, beda sama aku mas... ya walaupun aku ini cuman ibu tirinya, tapi aku sayang sama hanum, aku ingin hanum itu tinggal menikmati apa yang ada aja. Menikah dengan abangku nggak akan buat hanum hidup susah"
Siska memegang lengan suaminya.
"Gimana Mario? Bisa nggak aku jadi menantumu?" Tanya Wijaya.
Wijaya lalu memberikan kunci mobil pada Mario.
"Ini hadiah dari ku, mahar apapun yang kau mau akan aku berikan Mario. Gimana?"
Mario masih berdiam diri menatap kunci mobil di atas meja.
"Masih kurang?" Tanya Wijaya.
Mario tidak menjawab.
Wijaya lalu memberikan sebuah black card kepada Mario. Mario semakin melotot melihat barang kecil itu, bagaimana tidak Black card adalah kartu kredit luar biasa yang dapat memberikan berbagai macam privilege. Pengguna dengan sesuka hati bisa membayar tagihan apa saja, berbelanja barang mewah sampai jalan-jalan keluar negeri.
"Pak Wijaya? Ini bapak serius?" Tanya Mario.
"Apa pernah aku bercanda Mario?"
"Tapi pak, bapak menghargai Hanum semahal ini? Dia hanya anak perempuan biasa. Gak punya pengalaman apapun, dia begitu polos dan lugu, terlebih lagi dia masih sekolah"
"Justru itu yang aku mau Mario. Aku benar-benar menyukai putrimu. Tenang aja setelah menikah dia masih bisa sekolah, aku biayain semua dia mau apa aja" ucap Wijaya.
"Mas ini kesempatan emas" bisik siska.
Tanpa berpikir panjang lagi Mario mengambil kunci mobil dan black card dihadapannya itu.
Mario tersenyum puas melihat benda berharga yang tak akan pernah bisa ia beli sampai kapanpun. Dan dengan hanya menikahkan putrinya dengan Wijaya dia bisa menjadi miliarder dadakan. Dan Tak perlu repot-repot lagi membayar hutang-hutangnya yang menumpuk kepada Wijaya.
Mario pun menerima tawaran itu.
"Baik pak Wijaya, aku sangat setuju. Kau boleh menikahi putriku, Hanum" ucap Mario.
Wijaya dan Siska tersenyum puas mendengar jawaban Mario.
"Besok aku mau ajak Hanum jalan boleh? Ayah mertua?" Tanya Wijaya.
"Boleh-boleh ajak lah dia jalan-jalan" ucap Mario.
Wijaya dan Siska sangat senang mendengarnya.
***