Terdengar suara kereta yang perlahan-lahan bergerak maju, peron yang tadinya sepi kini mulai terasa ramai. Pria itu menatap kosong kereta dihadapannya yang mulai berhenti. Ia berdiri di tengah keramaian saat orang- orang berlalu lalang dan mulai turun dari kereta tersebut. Pandangannya lurus kedepan, tetapi bola matanya tengah sibuk melirik setiap orang yang turun dari kereta tersebut.
Hal itu kembali mengingatkannya pada kejadian lima tahun yang lalu, peron yang ramai, dan air mata yang kembali membasahi pipi. Setiap tahun, dibulan dan tanggal yang sama ia selalu menunggu kepulangan seseorang dengan membawa buket bunga kesukaannya. Masih terekam jelas dalam ingatan pria itu bagaimana gadis itu melepas hangatnya pelukan perpisahan yang menyakitkan hatinya. Kalau tahu dia tidak akan pernah kembali lagi, pria itu tidak akan pernah melepas pelukannya.
"Aku pasti akan pulang, Aku akan pulang" ucap gadis itu.
Pria dihadapannya tak bergeming. Gadis itu mengusap kedua pipi kekasihnya.
"Kamu mau kan nunggu aku pulang?" tanya gadis itu.
"Kamu harus percaya sama aku Bi, aku nggak akan ninggalin kamu. Kita sama – sama berjuang buat hubungan kita, kamu yang semangat kuliahnya, kita kan sama – sama belajar"
Gadis itu tak kuasa menahan tangisnya.
"Kamu kenapa diam aja? Kamu nggak percaya ya sama aku?"
"Aku bakal yakinin papa, supaya setuju sama hubungan kita, kalau kamu sukses papa pasti bakal seneng"
"Apa kita bisa?" Tanya pria itu.
"Kita pasti bisa... kita harus saling percaya Bi"
"Aku gak akan menikah kalau bukan kamu orang nya" ucap gadis itu.
Pria itu memeluk kekasihnya dengan sangat erat.
Kereta yang ditunggu, berhenti tepat di depan mereka.
"Udah ya? Aku pergi, jaga diri kamu baik-baik. Tunggu aku ya... Kalau ada cewek yang deketin kamu, Jambak aja rambutnya" ucap gadis itu seraya menghapus air mata kekasihnya.
Mungkin Itu akan terdengar lucu, kekasihnya merasa cemburu dan pria itu akan tertawa gemas sambil mencubit pipi kekasihnya. Namun pada saat perkataan itu dilontarkan, entah kenapa terdengar sangat menyakitkan.
"Aku pamit ya..." Ucap gadis itu lirih.
"Jaga diri kamu baik - baik" ucap pria itu.
Gadis itu melepaskan pelukannya dan pergi masuk kedalam kereta. Ia meninggalkan aroma khas nya di tempat itu.
Aroma yang sangat melekat pada indra penciumannya walau sudah lama berlalu.
Dan pada akhirnya Dia tidak pernah kembali lagi, bahkan kabarnya pun tak terdengar lagi menghilang bak ditelan bumi.
Pria itu meninggalkan stasiun, ia menenteng payung nya padahal sedang hujan gerimis. Sambil membawa buket bunga ia berjalan sendirian diterpa angin sore yang menyapa nya lembut. Ditemani aroma bunga Peony yang manis, dan semakin membuat ia rindu pada kekasihnya.
Pria itu sampai dirumahnya. Begitu masuk ia melihat televisi menyala dan seseorang tengah tertawa terbahak-bahak diruang tamu.
Pria itu menghela nafas.
"Dari mana sih?" Tanya Darren sepupunya.
Pria itu tidak menjawab, ia meletakan buket bunga diatas meja dengan hati-hati.
Darren mengerti setelah melihat buket bunga itu.
"Ke stasiun lagi?" Tanya Darren.
"Hanya menepati janji" jawab pria itu.
"Janji? Ini udah hampir 6 tahun, tapi apa? Dia gak balik. Udah lah lupain aja" ucap Darren.
Pria itu hanya diam. Darren lalu dengan seenak jidat mengambil beberapa camilan didalam kulkas milik Abyan.
"Gue lihat stok makanan Lo tinggal dikit tuh" ucap Darren.
"Terus?"
"Lo gak ada niatan buat belanja gitu?"
"Yang ngabisin stok makanan gue siapa? Lo lah yang belanja. Gak tau diri banget Lo. Punya rumah juga" kesal pria itu.
"Iya iya, tuan muda gue yang belanja nanti" ucap Darren.
Pria itu lalu meletakan daftar list belanjaan diatas meja.
"Eh apa nih?" Tanya Darren.
Seperti biasa pria itu tidak menjawab, Darren pun mengambil kertas itu dan melihatnya.
"Sebanyak ini? Lo meras gue apa gimana?" Darren tak terima.
"Itu makanan yang Lo habisin, dan gue jarang makan dirumah. Jadi tolong kesadaran diri untuk belanja semua stok makanan yang udah Lo makan"
"Perhitungan banget Lo Ama sepupu sendiri" ucap Darren.
"Gue gak peduli" ucap pria itu.
Darren kesal dan melahap dengan rakus camilan diatas meja.
Sedangkan pria itu tengah memberi makan anabul perliharaannya. Saat tengah mengelus lembut kucing nya yang sedang makan ia tidak sengaja melihat amplop putih diatas meja.
"Surat apa nih ren?" Tanya pria itu.
"Nggak tau gue, tadi itu didepan pintu jadi gue bawa masuk" ucap Darren.
Abyan membuka surat itu dan membacanya, ternyata itu adalah surat tagihan rumah sakit yang datang hari ini.
Pria itu menggusar surainya kasar.
"Apa isinya?" Teriak Darren dari ruang tamu.
Abyan dengan segera melipat surat itu dan memasukan kedalam saku celananya.
"Ah dari mahasiswa" ucap Abyan.
"Ha? Dari mahasiswa? Mahasiswi kali" ledek Darren.
Darren menghampiri Abyan yang berjongkok memperhatikan kucingnya makan.
"Iyah kan? Dari mahasiswi kan?" Tanya Darren begitu penasaran.
"Ah udah gue duga sih, pasti banyak mahasiswi yang naksir sama Lo. Udah lah terima aja, pokoknya tahun ini nikah" ledek Darren.
"Lo dari tadi ngomong nya ngawur terus, mending Lo pergi belanja aja"
Abyan mendorong bahu Darren dari belakang, mengusirnya pergi.
"Eh eh... Bentar. Tiba-tiba gue ingat sesuatu" ucap Darren.
"Apaan?" Tanya Abyan.
"Ngomong-ngomong soal mahasiswi kampus yang naksir sama Lo. Gue jadi keinget masa lalu tau gak sih, Lo masih ingat gak Anak kecil yang selalu main-main sama kita pas masih SMA?" Tanya Darren.
"Nggak ingat" ucap Abyan dengan cepat tanpa mengingatnya.
"Aduh gue lupa lagi namanya siapa, pokoknya dia imut banget. Dan selalu ngejar-ngejar Lo" ucap Darren.
"Udah lah, Lo bicarain siapa sih? Gue nggak ingat" ucap Abyan.
"Lo nggak rindu sama kampung halaman?" Tanya Darren.
"Nggak" ucap Abyan.
"Lo bener-bener nggak asik sumpah" ucap Darren.
Abyan tidak peduli, Darren pergi meninggalkan rumah.
"Jangan lupa list belanjaan diatas meja" ucap Abyan.
Darren yang tadinya ingin pergi keluar, memutar balik badannya untuk mengambil kertas yang diletakan Abyan di atas meja sebelumnya.
Abyan hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan sepupunya itu.
Setelah Darren pergi, ia kembali membaca surat tagihan rumah sakit yang ia terima.
"Gimana caranya gue bayar tagihan rumah sakit ini?" Abyan terlihat frustasi, ia memijat pelipisnya.
***
Ditempat lain, seorang siswi SMA tengah berbincang dengan temannya di jam istirahat sekolah.
"Eh jadi gimana Lo sama Tama? Dia beneran nembak Lo kan?" Tanya July.
Terlihat gadis didepannya itu memanyunkan bibirnya.
"Apaan sih, gue gak suka sama dia" jawab gadis itu.
"Ih kenapa?? Dia kan ganteng, pinter, ketua OSIS lagi" ucap July.
"Ya karena gue gak suka"
"Kenapa sih? Lo masih nunggu cinta masa kecil Lo itu?" Tanya July.
Gadis cantik itu menyunggingkan senyum begitu disinggung soal cinta masa kecilnya. Ia hanya mengangguk.
July menepuk jidatnya.
"Hei.. ini udah berapa tahun? Gila ya masih aja, Lo juga gak tau kali disana dia masih ingat Lo apa nggak, siapa tahu dia udah nikah" ucap July.
"Insting gue mengatakan kalau dia masih single"
"Gak usah terlalu diyakini deh, insting Lo itu" ucap July dengan nada ketus.
"Lah Kenapa?" Tanya gadis itu.
"Lo nggak ingat? Waktu kita telat dan milih jalan pintas biar bisa masuk kelas? Terakhir kali ngikutin insting Lo buat lewat perpus malah ketahuan pak Ihsan" kesal July.
Gadis itu hanya nyengir bagai kuda.
"Iyah Iyah sorry, mungkin saat itu insting gue gak berfungsi dengan baik"
"Dan gara-gara Lo, gue jadi ikutan hormat bendera. Gila banget waktu itu crush gue liatin lagi" rengek July.
Gadis itu terkekeh.
"Iya gue ingat banget itu, dan gue gak sengaja dorong Lo sampe rok Lo robek kan?"
"Ahh tai, udah gak usah ngomong lagi Lo" kesal July.
Mengingat betapa memalukannya kejadian waktu itu, Hanum yang begitu pecicilan dan ceroboh benar-benar sangat menyebalkan.
"Tapi kan, dari itu akhirnya Lo bisa kenalan kan sama dia? Yah berkat siapa coba? Berkat Lidya Hanum lah" gadis itu menyombongkan dirinya.
Begitulah Lidya Hanum, teman – temannya biasa memanggilnya Hanum gadis periang nan berisik, pelupa dan ceroboh.
***
Hanum membeli sepotong kue kecil dan satu buah lilin. Ia letakan di atas kue tersebut dan menyalakan api di atasnya.
"Selamat ulang tahun kak... Kamu apa kabar? Semoga selalu sehat. Tahun ini umur kamu sudah 24 tahun dan aku masih 16 tahun. Harapannya sebelum umurku 17 tahun, kuharap kita bisa ketemu ya" ucap gadis itu.
Ia lalu meniup lilin tersebut dan memakan kue itu.
Dalam ingatan Hanum yang samar-samar ia dapat mengingat moment saat makan kue ulang tahun berdua bersama cinta masa kecilnya.
Di tempat yang sama...
9 November 2008
"Lidya, kamu harus selalu ingat yah ulang tahun kakak"
"Lidya selalu ingat kak"
Lidya menyantap kue bolu itu dengan lahap.
"Coba tanggal berapa kakak ulang tahun?"
Lidya berhenti makan "yah hari ini"
Siswa SMA itu terkekeh dan mengelus puncak kepala Lidya.
"Lili akan selalu jadi orang pertama yang ngucapin hal itu ke kakak, asal kakak selalu berada di dekat Lili"
"Kakak gak akan kemana-mana"
"Kalau Lili udah besar, kita nikah yah kak?"
Siswa SMA itu tertawa dan mengusap lembut rambut Lidya.
"Kakak kok ketawa? Lidya serius"
"Iyah makan aja kue nya biar cepat besar"
"Oke" Lidya menyantap kue bolu tersebut dengan cepat hingga menyisakan krim disudut bibirnya.
"Makannya pelan-pelan, jelek tau belepotan gitu"
Lidya langsung berhenti dan tersenyum, ia langsung memakan kue itu dengan perlahan-lahan. Lidya terlihat menggemaskan.