```
Hari pertama latihan begitu melelahkan dan Nan Hua menghabiskan sebagian besar waktu untuk menyesuaikan kondisinya. Sore harinya, ia menonton Nan Luo berlatih tanding dengan para prajurit yang dibawa Tuan Tua Nan dari garis depan. Mereka adalah prajurit yang paling dipercayai olehnya, oleh karena itu ia mengizinkan mereka datang ke kediaman.
Rutinitas yang sama terus berlanjut selama beberapa minggu.
Nan Hua menjadi semakin baik setiap kali latihan. Ia juga bisa melihat bahwa tubuhnya tidak seburuk itu karena dengan cepat menunjukkan perbaikan. Mungkin, ini adalah keuntungan memiliki tubuh muda lagi.
Ada sebuah akademi tetapi Nan Luo menghabiskan lebih banyak waktu untuk berlatih seni bela diri dibandingkan dengan belajar, jadi jarang sekali ia datang kesana. Sedangkan untuk Nan Hua, tidak ada akademi untuk perempuan, sehingga ia dapat bebas tinggal di kediaman.
Semula, ia harus belajar empat seni untuk perempuan tetapi Tuan Tua Nan memalingkan muka darinya.
Apa pun yang cucuku ingin pelajari, dia bisa pelajari.
Jika dia tidak ingin belajar, tidak perlu dipaksakan belajar.
Dengan begitu, sangatlah mudah bagi Nan Hua untuk melakukan apapun yang dia mau di kediaman. Suasana menjadi damai dan meriah kapan pun bersama kakaknya.
"Kamu pelan-pelan menyusul..." Nan Luo melihat adik perempuannya dengan perasaan yang rumit. Butuh waktu yang lama bagi dirinya untuk bisa berlatih hingga tingkat ini dan namun adiknya berhasil berlatih dengan sangat cepat.
Dengan laju yang sama seperti Nan Luo, Nan Hua hampir menyelesaikan jumlah latihan yang sama setelah beberapa minggu latihan. Mungkin ini ada hubungannya dengan tekadnya sendiri karena ia terus mendorong dirinya sampai batas maksimum agar menjadi lebih kuat dengan cepat.
"Kakak bisa melakukan lebih baik," komentar Nan Hua.
Nan Luo mengatupkan bibirnya dan yang menyusul adalah cubitan dari Tuan Tua Nan. Ia juga melihat cucunya itu perlahan memberikan kesempatan kepada adiknya agar lebih cepat mengejarnya.
"Lari lagi untuk 10 putaran. Dan jika kau tidak selesai dalam setengah batang dupa waktu, kamu akan harus jongkok selama 3 batang dupa waktu di malam hari."
"Saya lari, saya lari." Nan Luo berlari cepat seperti monyet. Ia tidak ingin dihukum jongkok ah! Kakinya pasti akan melemas.
Nan Hua mengedipkan matanya. Ia mulai belajar tentang perhitungan waktu di dunia ini. Satu batang dupa waktu setara dengan satu jam. Setengah batang dupa waktu berarti setengah jam.
"Kamu bisa istirahat, Hua'er." Tuan Tua Nan melihat cucunya dengan penuh sayang.
Nan Hua melihat kakeknya dan mengangguk samar. Sungguh aneh baginya memiliki seseorang yang terus peduli dengan kesejahteraannya seperti kakeknya. Dulunya ia adalah yatim piatu dan alat pembunuh, tetapi sekarang... ia memiliki keluarga.
Latihan terus berlanjut dan pada malam hari, Nan Hua menarik lengan baju kakeknya. "Kakek, aku ingin berlatih tanding dengan Luo."
"Kamu ingin berlatih tanding dengan Luo?" Tuan Tua Nan terkejut. Ia memandang cucunya sejenak lalu ke Nan Luo. Meskipun sepertinya Nan Luo bertarung dengan mudah, ia tahu berapa lama waktu yang diperlukan oleh Nan Luo untuk bisa berlatih tanding lepas dengan prajurit-prajurit seperti ini.
Di antara semua orang yang pernah ia temui, Nan Luo adalah seorang jenius dalam hal seni bela diri, itulah sebabnya ia memilih untuk melatih anak itu secara pribadi. Ia mengijinkan Nan Hua bergabung hanya karena dia ingin ikut.
Tetapi berlatih tanding dengan Nan Luo...
Tuan Tua Nan kemudian memandang cucunya, matanya menatapnya seperti mata anak anjing. Aduh. Baiklah, dia menang. Tuan Tua Nan sangat menyayangi cucunya, jadi ia tidak bisa berkata tidak.
"Baiklah. Luo, Hua'er ingin berlatih tanding denganmu. Beri dia kesempatan."
"Ah?" Nan Luo meloncat ke belakang untuk menghindari tebasan prajurit dan berhenti tepat waktu. Ia memandang kakeknya lalu ke adik perempuannya. Wajah kecilnya penuh dengan senyum. "Tentu saja! Jika Hua'er ingin berlatih tanding denganku, aku pasti akan mengalah!"
Nan Hua memandang Nan Luo sambil mempertimbangkan berapa banyak keahliannya yang akan ia gunakan. Ia telah melihat pertempuran Nan Luo sejauh ini dan di lapangan ini tidak ada orang lain selain kakeknya, kakak kembarnya, prajurit tersebut, dan satu pengawal bayangan.
Seharusnya tidak masalah selama dia tidak menggunakan trik yang sering digunakan pembunuh bayaran karena akan aneh bagi dirinya untuk menggunakan jenis trik seperti itu. Juga, pedangnya berbeda dari pisau yang biasa ia gunakan, jadi ia perlu menyesuaikannya juga.
Sejauh ini, ia telah berlatih gerakan pedang yang diajarkan kakeknya, jadi dia bisa menggunakannya. ini tidak sulit.
"Siap?" Nan Hua berdiri di hadapan Nan Luo.
Nan Luo mengangguk. Ia menghunus pedang di sampingnya dan tertawa. "Hati-hati, adik!"
Swish!
Melancarkan serangan ke depan selalu menjadi gaya Nan Luo. Ia suka menyerang lebih dulu karena itu akan membuat segalanya lebih seru. Hanya butuh beberapa detik bagi dia tiba di depan Nan Hua.
Tak!
Dengan mengangkat pedang kayu, Nan Hua memblokir serangannya dengan sempurna. Dia menggeser pedang ke samping sambil mengganti kaki tumpuannya sebelum berusaha memotong paha kakaknya.
Swish!
Merasa terancam, Nan Luo meloncat ke belakang. Matanya bersinar saat ia memutar tubuhnya dan menyodok ke depan.
Tak!
Menangkis pedang kayu, Nan Hua memutar tubuhnya sendiri dan tiba di depan Nan Luo. Ekspresi wajahnya tenang tanpa ada kebingungan sama sekali saat ia menebaskan pedangnya ke bahu kakaknya.
Tak!
"Wah, Hua'er, kamu sangat kejam!" Nan Luo berkomentar saat ia menahan pedang itu kembali dan menyerbu sekali lagi. Gerakannya menjadi lebih cepat dari sebelumnya saat suara pedang kayu yang bertabrakan mengisi lapangan.
Tak! Tak! Tak!
```