Selepas terjadi keributan antara Ayah dan dirinya di depan kamar tadi Noora beranjak dari tempat tidurnya lalu menuju kamar mandi untuk membuang segala lelah agar tubuhnya kembali segar.
Cukup lama Noora berbaring di tempat tidur kesayangannya menatap kosong langit-langit kamar yang selama ini menjadi tempat ternyaman untuk Noora pulang beristirahat dan menumpahkan segala keluh kesah suka maupun duka dalam kehidupannya.
Noora tidak lagi punya siapapun ia merasa dirinya di anggap sebagai anak angkat oleh keluarganya, padahal dulu mereka tidak seperti ini, mereka tidak pernah memarahi Noora atau bahkan membentak pun mereka tidak pernah melakukannya, sayangnya itu hanyalah masalalu yang dengan mudah berlalu.
Noora rindu, Noora rindu kala keluarga kecilnya bermain bersama saling menjaga saling memahami dan saling melindungi satu sama lain, entah mengapa segala kasih sayang yang Noora dapatkan malah berkurang dan justru kakaknya lah yang mendapatkan segala sesuatu dari orang tuanya yang seharusnya di bagi rata antara adik dan kakak.
Noora mengambil handuk berwarna biru muda lalu masuk kedalam kamar mandi, segera ia membersihkan tubuhnya yang terasa lengket karena keringat. Selesai Mandi dan berganti pakaian Noora beranjak keluar balkon kamarnya.
Di sana terdapat sofa kecil yang sering Noora duduki di simpan juga boneka beruang cokelat berukuran kecil di ujung sofa itu.
Noora duduk di sofa itu dia mengambil gitar yang bersandar di tembok dekat sofa. harinya terasa berat, ia lelah sampai untuk tidurpun rasanya sulit. Langit malam yang selalu menemani Noora serta lampu-lampu jalan dan lampu yang bersinar dari dalam rumah milik tetangganya disana ia merasa kesepian namun membuatnya tenang.
Noora memejamkan matanya. untuk saat ini dirinya tidak ingin menangis, tapi sebesar apapun Noora berusaha menahannya, air mata itu tetap keluar. Rasa kecewa menyelimuti dirinya rasa sakit yang begitu sesak di dadanya membuat Noora memukul keras dadanya berulang kali.
"Kakek.... Sakittt..." Keluh Noora memanggil kakeknya.
Tangis Noora semakin menjadi kala rasa sakit yang begitu menyesakkan di dada dan kepala seakan di timbun ribuan batu besar teramat berat dan sakit. Apa yang terjadi ? Noora tidak tahu rasa sakit itu kembali hadir menyerang dirinya, sebab dan akibat dari timbulnya rasa sakit yang ia alami berulang kali ini Noora tidak memahaminya sama sekali.
"Sakitt... Kek..." Lagi-lagi Noora mengeluh sakit , kepalanya yang terasa berat itu membuat dirinya pusing seperti ingin tidur, tapi jika ia benar-benar tidur Noora seperti tidak ingin bangun kembali mengingat begitu tega sang Ayah menampar dirinya atas kesalahan yang tidak Noora ketahui.
Kakek yang selalu menjadi tameng dalam kehidupannya, kakek yang selalu menjaga dan selalu maju paling depan untuk membela Noora sekarang beliau tidak lagi hadir dalam kehidupannya.
Rindu yang selalu hadir kala dirinya merasa sendiri tidak memiliki teman maupun keluarga, rindu yang begitu besar terhadap kakeknya tidak akan pernah terobati meskipun ia melihat foto kenangan dengan kakeknya. Kakeknya meninggalkan dunia begitu cepat sehingga membuat Noora tidak berdaya dan seakan tidak lagi hidup di dalam keluarganya sendiri.
"Sejak kapan ? Sejak kapan kalian berubah seperti ini dan memperlakukan Noora dengan sangat tidak adil ?" Tanya Noora sambil menatap langit diiringi Isak tangis yang enggan untuk berhenti.
"Kalau memang Noora salah, kenapa tidak menjelaskan kesalahan Noora ? Kenapa malah menyiksa Noora seperti ini ?" Tanya nya lagi. Gitar dalam pangkuannya ia kembali menyimpan gitar itu kemudian menekuk kedua kakinya dan menyembunyikan wajahnya. Noora menangis, ia semakin menangis dengan suara yang terpendam, tidak dapat ia membiarkan suara tangisnya terdengar oleh orang-orang rumah. Sekalipun suara tangisnya terdengar Noora selalu bertanya pada dirinya sendiri apakah mereka akan bertanya dan bertingkah peduli terhadapnya ? Noora rasa mereka sama sekali tidak peduli.
____
"Ambu, tadi malam pas Nira ke kamar non Noora Nira denger non nangis-nangis di balkon kamarnya" ucap seorang gadis berumur sekitar lebih tua 2 tahun dari Rana kakak Noora.
Ambu adalah orang yang bekerja di rumah Noora selama bertahun-tahun sejak kakeknya masih di dunia pun Ambu sudah bekerja lama di rumah kakeknya. Dan Nira, saudara Ambu yang ikut membantu bekerja di rumah ini.
"Nira juga liat non Noora di tampar sama pak Alfin tadi malam" katanya.
Pak Alfin, nama Alfin itu pemilik nama Ayah Noora.
"Udahh sttt jangan bicara lagi, cepat siapin sarapan ini di meja makan" ujar Ambu mengalihkan pembicaraan Nira.
"Ga baik nge ghibah majikan" tegur Ambu.
Noora langsung menyiapkan beberapa makanan untuk sarapan pagi di meja makan, anggota keluarga pun sudah siap duduk rapi disana kecuali... Noora.
Nira kembali ke dapur lalu mengintip majikan-majikannya yang sedang menyantap sarapan, tidak biasanya, pikir Nira.
Nira memperhatikan wajah majikannya satu persatu terlihat datar dan tidak ada ekspresi dari wajah mereka.
Selesai sarapan Alfin dan Gendis bersiap berangkat ke kantor sedangkan Rana sudah di pastikan ia akan berangkat ke kampus.
Sudah pukul tujuh lewat lima belas tapi orang yang di tunggu Ambu untuk turun kebawah tidak kunjung hadir juga.
"Ambu mau kemana ?" Tanya Nira.
"Ke kamar non Noora, Ambu khawatir terjadi apa-apa dengannya" kata Ambu, berjalan sambil membawa nampan berisi nasi goreng dan segelas susu putih menuju kamar Noora.
Ambu mengetuk pintu kamar Noora, namun tidak ada jawaban, tanpa izin Ambu membuka pelan kenop pintu kamar Noora dan masuk kedalam.
"non ? Non ga berangkat sekolah ?" Tanya Ambu sambil menyimpan nampan itu di atas nakas yang terletak di samping tempat tidur Noora.
Noora tidak menjawab tubuhnya di baluti selimut dan tubuh yang meringkuk membelakangi Ambu membuat Ambu duduk di tepi kasur lalu mengecek suhu tubuh Noora oleh tangannya dengan menyentuh leher Noora yang sedikit terlihat.
Yang di takutkan Ambu benar terjadi, Noora memang tidak banyak bercerita tapi setelah hal besar terjadi atau sedang sangat lelah atau bahkan mandi di malam hari untuk sekedar mengurangi rasa lelah dan stresnya Ambu akan memergoki Noora di paginya dengan keadaan yang meringkuk seperti ini.
Noora membalikan tubuhnya dan meringkuk kembali menghadap Ambu.
"Non mandi lagi tadi malam ?" Tanya Ambu. Jelas Ambu tahu semua kebiasaan Noora, karena di rumah ini yang menjadi teman bagi Noora hanyalah Ambu dan Nira saja.
Meskipun Noora tidak bercerita apapun dan memilih memendam segalanya Ambu selalu memahami tentang perasaan Noora sekalioun ia tidak mendengar langsung masalah yang terjadi dari majikannya satu ini, Noora pandai menyembunyikan masalahnya tapi Ambu juga pintar membaca ekspresi wajah Noora.
Noora menggigil hebat, tubuhnya bergetar kedinginan keringat dingin terus bercucuran. Ambu tidak lagi panik seperti waktu pertama kali ia melihat Noora seperti ini, satu kali dua kali bahkan tiga kali Ambu panik dengan keadaan Noora, tapi setelah itu Ambu tidak lagi panik dan segera membantu Noora memberinya obat dan mengelap anggota badan Noora dengan air hangat.
"Udah baikan non ?" Tanya Ambu yang melihat Noora turun dari tangga.
Nira yang melihat Noora segera berlari dan menuntun Noora duduk di sofa.
"Sekarang jam berapa ?" Tanya Noora lemah.
"Jam 10 non" jawab Nira.
"Ambu udah kirim pesan ke gurunya non, kalau non lagi sakit ga masuk sekolah hari ini" jelas Ambu sembari berjalan ke arah Noora dengan membawa toples berisi cemilan kesukaan Noora.
"Makasih Ambu" ucap Noora.
"Sama-sama" balas Ambu sambil tersenyum kecil.
Ambu memberi isyarat dengan tatapan mata kepada Nira agar segera meninggalkan majikannya yang satu ini, Ambu tahu Noora butuh waktu sendiri untuk saat ini.
"Kalau Ayah sama Ibu tahu keadaan Noora seperti ini apa mereka akan langsung pulang ninggalin kerjaannya seperti mereka mendapat kabar kalo kak Rana sakit ?" Tanya Noora.
Langkah kaki Nira dan Ambu terhenti saat Noora mengajukan kalimat itu, matanya menatap kosong ke arah tv.
"Noora ga tahu bagaimana reaksi mereka kalau dengar Noora sakit" ujar Noora.
"Mau Ambu telponin bapak sama ibu non ?" Tanya Ambu dan Noora menggeleng cepat.
Sudah tahu jawabannya kenapa pula masih bertanya ? Entahlah Noora hanya sedikit penasaran tentang bagaimana reaksi orang tuanya kalo dirinya yang sakit.
"Ga usah, Noora takut mengganggu kerjaan mereka"ucap Noora, kemudian berbaring kembali di atas sofa rumahnya.
Lagi-lagi Noora mengeluarkan air matanya entah karena siapa dan karena apa Noora tidak mengerti karena satu-satunya alasan ia menangis sebab ia merindukan masalalu yang begitu manis sebelum kakaknya di vonis suatu penyakit.
Keluarga nya menjadi tidak adil saat itu, dan selang beberapa Minggu setelah Rana di vonis suatu penyakit ayah dari Gendis di kabarkan meninggal dunia dan hal itu semakin membuat keluarga terpuruk terutama Noora. Kejadian itu terjadi saat Noora berada di kelas satu SMP.
Gadis kecil yang selalu ceria gadis kecil yang selalu gembira dan membawa susana kebaikan di dalam rumah gadis itu masih sama namun di balik keceriaan kegembiraannya yang sekarang ada luka yang harus ia sembunyikan ada rasa sedih kecewa dan marah yang harus ia pendam sendirian.
Noora pemilik mata indah, mata sendu nan cantik siapapun yang menatapnya dalam-dalam akan jatuh kedalam diri Noora yang menyembunyikan banyak hal. Semakin dalam menatap mata cantik Noora, maka akan semakin penasaran dan seperti ingin mencari lebih jauh tentangnya, tapi itu semua di sayangkan karena segala dalam diri Noora itu merupakan modifikasi dirinya sendiri, banyak yang telah ia modifikasi terhadap dirinya sendiri, sifat cerita dan riangnya itu semua Noora palsukan untuk menetupi tentang jati dirinya yang asli.
Noora Kaia tri Denalie, gadis yang pandai menyembunyikan segala hal, mereka yang mencoba mengenal Noora selalu gagal menemukan sisi Noora yang asli. Tidak mudah untuk mengenal Noora. Banyak sifat di dalam diri Noora dan semua itu tergantung siapa yang datang kepada Noora dan siapa orang itu. Noora akan menjadi dirinya sendiri kala ia benar-benar bersama orang yang tepat.