Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Cakrawala Prana

Zyxd4
7
chs / week
The average realized release rate over the past 30 days is 7 chs / week.
--
NOT RATINGS
41
Views
Synopsis
Alden, seorang pemuda sederhana dari desa kecil, menjalani kehidupan biasa sebagai seorang pengumpul kayu. Namun, segalanya berubah ketika sebuah gempa besar mengguncang desanya. Dalam kepanikan, ia tanpa sadar menghentikan gempa dengan kekuatan misterius yang belum pernah ia ketahui sebelumnya. Kemampuannya ini menarik perhatian Profesor Darma, seorang ahli dari Akademi Prana di Jogja, yang mengungkap bahwa Alden memiliki bakat luar biasa dalam mengendalikan energi prana. Namun, kekuatan itu tidak hanya menjadi anugerah; ia juga membawa tanggung jawab besar dan ancaman yang belum pernah ia bayangkan. Saat Alden memasuki dunia baru yang penuh dengan simbol-simbol mistis, pertempuran energi, dan rahasia yang tersembunyi, ia menyadari bahwa kekuatannya mungkin menjadi kunci untuk menyelamatkan dunia-atau menghancurkannya.
VIEW MORE

Chapter 1 - Chapter 01: Awal Mula

Alden, seorang pemuda berusia 17 tahun, berdiri di tengah hutan yang lebat. Matanya yang tajam memindai setiap sudut hutan, sementara tangannya sibuk mengumpulkan kayu bakar. Tubuhnya kekar dan posturnya tinggi, mencerminkan kerasnya kehidupan yang ia jalani. Hutan ini, dengan pepohonan tinggi dan udara segar, selalu menjadi tempat yang menenangkan baginya. Namun, belakangan ini, suasana itu terasa berbeda.

Setiap kali ia melihat ke sekitar, ada sesuatu yang aneh. Sebuah simbol samar, seperti lingkaran dengan garis-garis yang saling bersilangan, mulai muncul di sudut pandangnya. Awalnya, Alden mengira itu hanya ilusi-mungkin karena kelelahan atau sinar matahari yang menembus celah pepohonan. Namun, semakin lama, simbol itu semakin jelas. Terlihat kadang-kadang di batang pohon, kadang di permukaan tanah yang dilalui langkahnya.

"Apa itu...?" gumam Alden, mengerutkan dahi. Ia mencoba mengabaikannya, tetapi setiap kali ia berbalik, simbol itu muncul lagi, seolah menunggunya untuk memperhatikannya.

Semakin dalam ia memasuki hutan, simbol itu semakin sering muncul, dan lebih terang dari sebelumnya. Seperti ada sesuatu yang memanggilnya, menariknya lebih jauh. Ada perasaan aneh di dadanya, campuran antara rasa penasaran dan ketakutan yang tak bisa ia jelaskan. Mungkin itu hanya khayalan, pikirnya, namun nalurinya mengatakan bahwa ada sesuatu yang lebih besar di balik semuanya.

"Apa yang terjadi di sini?" Alden bertanya-tanya dalam hati. Langkahnya semakin cepat, mengikuti simbol yang terus memancarkan cahaya terang. Seolah-olah dunia di sekelilingnya perlahan menghilang, dan hanya simbol itu yang nyata.

Tanpa sadar, Alden semakin mendekati pusat hutan, tempat yang selama ini ia hindari. Hutan yang dikenal oleh penduduk desa sebagai tempat yang penuh dengan misteri.

Alden tahu, kali ini, dia tidak bisa mundur. Simbol itu menuntunnya menuju sesuatu yang belum pernah ia bayangkan.

Alden terus melangkah ke dalam hutan, semakin jauh dari jalur yang biasa ia lewati. Suasana semakin sunyi, hanya terdengar desiran angin yang menembus celah-celah daun. Ketika ia melangkah lebih jauh, simbol-simbol yang sebelumnya samar mulai bermunculan lebih jelas, tak hanya satu atau dua, tetapi bertebaran di sekitar dirinya.

Ia menoleh ke kanan dan kiri, dan matanya terbelalak saat menyadari bahwa simbol-simbol itu tidak hanya muncul di batang pohon atau tanah, tetapi juga menggantung di udara. Setiap simbol berbeda-beda. Beberapa terlihat serupa dengan simbol yang pertama kali ia lihat, tetapi ada juga yang benar-benar asing baginya. Sebuah simbol berbentuk segitiga dengan garis-garis melengkung, sebuah lingkaran yang pecah di tengahnya, dan bahkan bentuk yang tidak dapat ia kenali sama sekali.

"Apa... apa semua ini?" gumam Alden, kebingungan. Langkahnya terhenti sejenak, dan ia memandangi simbol-simbol itu dengan tatapan penuh tanda tanya. Namun, saat ia melangkah lebih dalam lagi, sesuatu yang lebih mencolok menarik perhatian. Di depan matanya, empat simbol besar tampak jelas, masing-masing memiliki warna yang berbeda.

Satu simbol berwarna merah menyala, simbol berbentuk lingkaran yang terlihat seperti mata yang terbuka lebar. Di sampingnya, ada simbol berwarna biru yang membentuk garis-garis vertikal yang mengalir. Di sebelah kiri, sebuah simbol kuning berbentuk segitiga terbalik mengeluarkan kilauan yang tajam. Terakhir, sebuah simbol hijau tua tampak seperti bentuk spiral yang melilit dirinya sendiri.

Alden mundur beberapa langkah, bingung dan ketakutan. Apa arti simbol-simbol ini? Mengapa semuanya begitu berbeda, tapi juga seolah saling terkait? Perasaan asing yang menggelayuti hatinya semakin dalam. Ada sesuatu yang besar yang sedang menunggunya, dan ia merasa semakin terperangkap dalam misteri ini.

Alden berhenti sejenak, mencoba mengusir kebingungannya. Terlalu banyak simbol yang muncul, dan kepalanya mulai pusing memikirkannya. Ia memutuskan untuk melupakan simbol-simbol itu sementara waktu dan mengalihkan perhatiannya pada sesuatu yang lebih tampak jelas di depannya.

Di tengah area yang penuh dengan simbol-simbol aneh, berdiri sebuah pohon beringin tua yang sangat besar. Akarnya yang tebal menyentuh tanah, dan cabang-cabangnya menjulang tinggi, membentuk kanopi yang lebat. Pohon itu dikelilingi oleh sebuah kolam air yang jernih, memantulkan cahaya dari langit yang cerah. Alden merasa haus, dan tanpa pikir panjang, ia melangkah menuju pohon itu, berniat untuk meminum airnya.

Namun, saat ia baru saja akan meraih air dari kolam, sesuatu yang tak terduga terjadi. Sebuah sosok muncul dari dalam air, melayang perlahan ke permukaan. Sosok itu berbentuk seorang wanita kecil dengan sayap transparan yang berkilauan. Kulitnya bercahaya, dan rambutnya berwarna perak, mengalir di udara seolah terbuat dari cahaya itu sendiri.

Alden terkejut dan mundur beberapa langkah. "Kau... siapa? Dan ini tempat apa?" tanyanya, suaranya gemetar, kebingungan.

Wanita itu tersenyum lembut, matanya bersinar dengan kebijaksanaan. "Ini adalah tempat yang mengandung ekstra perana yang sangat besar. Di setiap hutan seperti ini, ada tempat yang menyimpan energi perana luar biasa. Namun, hanya mereka yang dapat melihat simbol-simbol perana yang bisa masuk ke sini. Sepertinya, kamu baru saja membangkitkan kemampuan perana di dalam dirimu," jawabnya dengan suara yang tenang.

Alden terdiam, mencoba mencerna apa yang baru saja ia dengar. Tiba-tiba, tanah di bawahnya bergetar. Tanah itu bergetar hebat, membuat pohon beringin itu bergoyang. Alden terkejut dan tanpa pikir panjang, ia berlari menuju desa. Cemas, ia meninggalkan kayu bakar yang seharusnya ia bawa pulang. Hatinya berdebar kencang, dan ia tahu ada sesuatu yang jauh lebih besar dari apa yang bisa ia pahami yang sedang terjadi.

Alden terus berlari tanpa henti, napasnya terengah-engah, dan keringat mengalir deras di pelipisnya. Pikiran tentang desa yang mungkin terkena dampak gempa membuat hatinya semakin gelisah. Di sepanjang perjalanan, ia melihat pepohonan bergoyang, beberapa cabang patah dan jatuh ke tanah. Burung-burung beterbangan ke segala arah, sementara suara gemuruh dari kejauhan semakin jelas terdengar.

Saat Alden tiba di sebuah bukit kecil yang menghadap desanya, ia tertegun melihat pemandangan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Gunung di sisi timur desa terlihat seperti terbelah menjadi dua, celah besar terbentuk seolah-olah ada kekuatan raksasa yang membelahnya dengan paksa. Guncangan terasa semakin intens, membuat Alden hampir kehilangan keseimbangan.

Tanpa membuang waktu, ia kembali melanjutkan langkahnya menuju rumah. Begitu sampai di desa, keadaan benar-benar kacau. Beberapa rumah sudah roboh, sementara yang lainnya menunjukkan retakan besar di dindingnya. Penduduk desa berlarian ke sana kemari, mencoba menyelamatkan barang-barang mereka atau membantu orang yang terluka.

"Alden!" seru ibunya begitu melihat anaknya mendekat. "Kau dari mana saja? Kami khawatir sesuatu terjadi padamu!"

"Ibu, apa yang sedang terjadi? Kenapa gempa ini begitu besar?" Alden bertanya sambil mencoba mengatur napasnya.

Sebelum ibunya sempat menjawab, gempa yang sempat mereda tiba-tiba kembali lagi, kali ini lebih hebat. Alden terhuyung, lalu tersandung ke tanah. Saat tangannya menyentuh permukaan bumi yang retak, sesuatu yang aneh terjadi.

Tanah di bawah tangannya mulai bercahaya, sebuah kilauan hijau dan biru yang semakin terang hingga menyilaukan mata. Sebuah energi gelombang tiba-tiba terpancar keluar, menyebar ke segala arah seperti shockwave. Dalam sekejap, guncangan gempa berhenti. Retakan-retakan yang sebelumnya tampak di tanah dan bangunan perlahan-lahan menyatu kembali, seolah-olah gempa itu tak pernah terjadi.

Penduduk desa yang menyaksikan kejadian itu terdiam, mata mereka tertuju pada Alden yang masih terduduk di tanah. Alden sendiri tak mengerti apa yang baru saja ia lakukan. Tangan yang ia gunakan untuk menyentuh tanah masih terasa hangat, seolah-olah ada sisa energi yang mengalir di dalamnya.

"Apa yang... baru saja terjadi?" gumam Alden dengan suara bergetar.

Ibunya mendekat, memegang bahunya dengan ekspresi penuh kekhawatiran. "Alden, kau... kau baru saja menghentikan gempa itu," katanya pelan.

"Tapi bagaimana mungkin? Aku tidak melakukan apa-apa!" Alden membantah, matanya masih memandang tangannya sendiri dengan tidak percaya.

Sebelum ada yang bisa menjelaskan lebih jauh, suara langkah kaki terdengar dari kejauhan. Seorang pria dengan pakaian formal berwarna gelap muncul di tengah kerumunan penduduk desa. Sosoknya tegap, rambutnya berwarna abu-abu dengan garis wajah yang tegas. Di tangannya, ia membawa tongkat pendek yang terlihat seperti dibuat dari logam yang bersinar.

"Siapa anak ini?" tanya pria itu dengan suara yang dalam, pandangannya tertuju langsung pada Alden.

Penduduk desa saling berpandangan, tak ada yang berani menjawab. Pria itu melangkah mendekat, dan kini Alden bisa melihat dengan jelas lambang berbentuk lingkaran dengan simbol-simbol rumit yang terukir di dada jubahnya.

"Aku Profesor Darma," katanya, memperkenalkan diri. "Aku datang dari Akademi Prana di Jogja. Kami mendeteksi anomali energi yang sangat besar berasal dari desa ini. Dan sepertinya..." Ia menatap Alden tajam. "Kau adalah sumbernya."

Alden mengerutkan kening. "Aku? Tapi aku tidak tahu apa yang terjadi. Aku hanya..."

"Kau baru saja menggunakan energi perana dalam jumlah besar tanpa sadar," Profesor Darma memotong. "Hanya mereka yang memiliki potensi besar yang bisa melakukan sesuatu seperti itu."

Penduduk desa mulai berbisik-bisik, mata mereka bergantian menatap Alden dan Profesor Darma. Alden merasa semakin bingung.

"Apa maksudmu? Aku tidak pernah belajar tentang perana atau hal semacam itu," kata Alden, mencoba mencari penjelasan.

Profesor Darma tersenyum tipis. "Mungkin ini pertama kalinya kau menyadarinya. Tapi kemampuan itu sudah ada di dalam dirimu sejak lama. Dan sekarang, kau harus datang bersamaku ke Jogja. Di sana, kita bisa memahami sepenuhnya apa yang sebenarnya terjadi padamu."

Ibunya tampak ingin protes, namun Profesor Darma melanjutkan, "Ini bukan hanya tentang Alden. Jika kekuatan ini tidak terkontrol, siapa yang tahu apa yang akan terjadi? Dunia membutuhkan anak ini."

Alden menatap ibunya, mencari jawaban. Namun, dalam hatinya, ia tahu bahwa hidupnya baru saja berubah. Dan ini baru awal dari perjalanan panjangnya.