Sosok itu tertidur dalam gelapnya malam, matanya merah memancar, dan matanya juga terlihat bosan namun juga menyeramkan, kemudian, angin berhembus dengan lantunan mantra, sosok itu tersenyum memperlihatkan gigi-giginya yang tajam.
Sosok itu berpindah tempat bagaikan sebuah angin malam saat itu, dia melayang memperhatikan manusia yang memanggilnya
"Wahai manusia... Terima kasih telah melakukan ritual untukku... Saya Marduk... Dan saya akan mengabulkan permohonanmu..."
Sosok itu berbicara, suaranya berat, menusuk telinga dan membuat sekujur tubuh merinding, kemudian sosok itu turun menapak tanah, bagai manusia biasa, berjalan menuju tempat cahaya bulan berada, dan... sesosok mengerikan itu berubah menjadi... Seseorang remaja biasa, tersenyum, matanya masih terlihat merah menyala, dia mengulurkan tangan.
"Nah... Apa yang akan... Kau pertaruhkan?"
.
.
.
.
.
Sebuah tubuh terbaring, ditutup dengan kain putih, darah terciprat dilantai lapangan, darah itu terlihat mengering meski masih lengket, hari ini sangat heboh, entah sudah berapa kali murid disekolah ini meninggal dengan cara yang sama.
Seakan akan... Mereka dituntun untuk melompat dari tempat setinggi tingginya. Faktanya semua kasus ini dinyatakan bunuh diri, karena setiap korban terekam melakukan tindakan mereka secara sukarela.
Bullying di sekolah ini memang terbilang sering terjadi, mungkin itu salah satu hal yang mendorong mereka melakukan tindakan ini. Kenyataannya semua korban memang pernah mengalami bullying.
...
Seorang anak remaja itu duduk dikursi, dengan wajah lesunya, membersihkan mejanya dari sebuah coret-coretan, kata kata hinaan terukir jelas di bangkunya, tintanya tidak bisa menghilang karena itu ditulis dengan tinta permanen
Secara tiba tiba seseorang menarik dengan keras rambutnya
"Woiii, gua dah bilang kan!!!! JANGAN DIHAPUS!!!!" kata anak itu dengan sangat lantang
"Maaf... Maaf... " Jawab anak itu dengan penuh rintihan
Si pembully itu menarik rambut anak itu lebih keras
"Hah? Apa? Lu bilang apa? Maaf? NIH JAWABAN DARI GUA"
Dia melayangkan pukulan di wajah anak malang itu dengan kuat, membuatnya tersungkur, hidungnya jelas berdarah, namun seisi kelas hanya menertawakannya
"Woi babu, Beliin gua makanan, cepet! Pake duit lu, telat semenit aja gua buat babak belur lu!" Kata si pembully
Sang anak hanya bisa mengangguk tak berdaya, dia berjalan di lorong dengan wajah yang putus asa, pikirannya menerawang seakan mencoba mencari jalan keluar dari masalahnya.
Tapi dia tidak mampu, dia tidak punya cukup kekuatan untuk melawan, dia mulai menggertakkan giginya, dia terus berjalan dengan rasa tak terima dihatinya, terus mengutuk orang orang itu didalam hatinya
Langkahnya terhenti begitu melihat seorang anak remaja misterius
"Halo... Namamu kak Eka, benar kan?" Tanya anak misterius itu
"I-iya, saya Eka" Jawab Eka dengan gagap
"Begini kak, aku anak tahun pertama, aku baruuu bangat pindah kesekolah ini, terus aku juga sedikit tersesat nih kak, kakak bisa tolong bantu aku ga kak?" Kata anak itu
"Begini dek, bukannya saya gak mau nolong kamu... Tapi saya lagi ada urusan..." Eka berusaha menolak dengan halus
"Yah... Tapi kak... Kagak ada yang mau nemenin saya dari setadi, akan saya kasih imbalan kok kak" jawab anak itu berusaha meyakinkan Eka
Eka terdiam memikirkan apa yang harus dia lakukan.
"WOIII EKAAAA" teriak anak yang membully Eka dari lorong
"Pandu... Maaf... Anak ini minta tolong sama aku...-"
Tak sempat menjawab, Pandu memukul wajah Eka untuk kedua kalinya, pukulan keras itu membuat gigi Eka berdarah
"GUA GA PEDULI, CEPET GA!!! KALAU LU TELAT LAGI, GUA PUKULIN LU LAGI!"
anak misterius itu tersenyum, memberikan tatapan meremehkan pada Pandu, sekaligus mata yang penuh intimidasi.
Sekujur tubuh Pandu merinding melihat tatapannya, insting Pandu mengatakan bahwa dia harus menjauh
"Y-yaudah... G-gua pergi dulu... Jangan lupa tugas lu!" Kata pandu dengan gagap
Pandu pergi menjauh dengan bulu kuduknya yang berdiri, dan sekujur tubuhnya yang gemetar hebat
*Apa-apaan anak itu, itu jelas bukan tatapan manusia* Batin pandu.
.
.
.
.
.
Eka dan anak itu duduk di kursi koridor, Eka tertunduk tak berdaya, merasakan rasa sakit yang sudah biasa dia rasakan.
"Kakak ada masalah ya kak? Maaf ya kak, gara gara saya kakak jadi begini" kata anak itu merasa bersalah
"Gapapa, saya sudah biasa kok, meski saya gak telat nanti saya juga bakal dipukul, pakai alasan gak suka makanannya atau yang lain, intinya ini bukan salah kamu" Jelas panjang lebar Eka
"Emangnya... Apa salah kakak sama mereka?"
Pertanyaan itu bagaikan sebuah pemantik yang menyalakan sesuatu dari dalam diri Eka
Tangan Eka mengepal mengingat perbuatan mereka selama ini, kepadanya, persimpangan urat terukir jelas di dahinya
"Kak?"
Mendengar dirinya dipanggil Eka mengalihkan pandangannya
"Iya?"
Anak itu mengulurkan tangannya, dan tersenyum kepada Eka, Eka melihat senyuman itu sangat lembut dan tulus
"Maaf sebelumnya belum memperkenalkan diriku kak... Nama saya... Marduk, salam kenal kak Eka" Kata Marduk dengan senyuman yang masih terukir diwajahnya
Eka sedikit terkesima, hingga akhirnya tersadar dan menjabat tangan Marduk
"I-iya... Saya Eka, salam kenal juga" Jawab Eka
Setelah itu Eka membantu Marduk untuk ke tempat yang diinginkannya, Hingga sampailah ke kelas X-5, Kelas yang sudah tak terpakai, kumuh dan kotor
Eka bingung dengan tempat tujuan Marduk, dengan gugup Eka bertanya padanya
"M-Marduk, bener kamu ingin kesini?"
Marduk menoleh sesaat pada Eka, dia tersenyum tipis, membuat Eka harus menelan ludah dengan berat
"Bener kok kak, Makasih udah nganterin aku kak, kakak udah boleh kembali kok"
Eka tersontak kaget dengan pernyataan Marduk
"T-tapi jangan lama lama ya, soalnya ada rumor yang gak mengenakkan disini" Kata Eka dengan gugup
Eka bisa menyaksikan Marduk yang tersenyum sesaat, meski sesaat itu jelas membuat Eka merasakan sesuatu hal yang aneh, bulu kuduknya berdiri, benar benar merinding sampai rahangnya bergetar dengan sendirinya.
"Oh ya? Rumor apa tuh kak? Tanya Marduk
"a-a i-itu, k-katanya ada jin yang menghuni kelas ini, jadinya kelas dan lantai ini udah gak kepake lagi, kelas X-5 juga udah digantikan sama kelas yang baru, dan lagi banyak murid murid yang suka melihat hal hal aneh di lantai ini, beberapa petugas sekolah juga suka mengeluhkan bahwa mereka diganggu oleh makhluk halus selama bekerja" Jelas panjang lebar Eka
"Udah itu aja?"
"I-iya, kalau begitu saya duluan ya"
Eka bergegas pergi, merasa tak beres dengan situasi ini
Namun beberapa langkah dia berjalan, Marduk memanggilnya, suaranya terdengar jauh lebih berat
"Kak? Saya belum kasih imbalan Lo"
Langkah Eka terhenti saat mendengar hal itu, dia membalikkan tubuhnya pada Marduk
"Udah gak papa, gak perlu kasih imbalan, saya ikhlas kok"
"Ngga bisa kak, saya kan udah janji" Jawab Marduk
Marduk melangkah ke arah Eka, lagi lagi Eka merasakan sensasi mengerikan yang sama seperti saat sebelumnya, kakinya mulai lemas, seakan dia melihat sosok lain dari balik Marduk
"Kak... Apa yang kakak inginkan?"
Eka tak kuasa menahan kakinya yang lemas, dia jatuh tersungkur ditanah, memandang Marduk dengan ketakutan.
Marduk berjongkok dihadapan Eka yang terduduk
"Kak... Apa yang kakak inginkan?" Tanya kedua kalinya Marduk
Sekilas ingatannya tentang bagaimana Pandu dan yang lainnya melakukannya terlintas dalam pikirannya Eka, api kebencian berkobar pada dirinya
"Aku berharap... AKU BERHARAP PANDU MATI SAJA!!!"
Seakan kesenangan tak terbendung bagi Marduk, dia tersenyum dengan lebar, matanya berubah menjadi merah menyala, senyuman itu begitu mengerikan bagai menenggelamkan Eka ke dalam kegelapan
Sosok Marduk kini terlihat lebih menakutkan bagi Eka, Kengerian diwajahnya terlihat menyeramkan, wajahnya pucat, terlihat seperti orang mati, Eka tak kuasa untuk berteriak ketakutan
A-A-AHHHHHHH
.
.
.
.
.
Di lorong sekolah lantai tak terpakai itu, kini Eka sedang meringkuk ketakutan, sangat ketakutan, matanya bergetar, keringatnya bercucuran membasahi bajunya, dia terus berkata
"Tolong, Tolong, Tolong saya..."
Bahu Eka disentuh sesuatu, membuat Eka teriak ketakutan untuk kedua kalinya
"AHHHHH HANTUU!!!"
"Hantu? Eka... Ini bapak... Coba lihat kesini, ini bapak Eka, bukan hantu."
Mendengar hal itu Eka memberanikan dirinya untuk melihatnya, dan benar saja, sosok itu adalah gurunya Eka
"Bapak?" Panggil Eka dengan bingung
Pak guru pun meraih tangan Eka dan membangunkannya
"Ayo kita pergi dulu" kata Pak guru sembari menuntun tangan Eka
Pak guru kemudian membawa Eka menuju lantai tiga, wajah Eka masih terlihat ketakutan, didalam hidupnya dia baru pertama kali melihat makhluk menyeramkan seperti itu
"Eka, kamu tadi ngapain disana?" Tanya pak guru
Eka hanya menunduk tidak sanggup menjawab pak guru dengan jawabannya yang tidak masuk akal
"Tadi ada orang yang katanya melihat kamu jalan dilantai dua sendirian"
Mendengar hal itu membuat tubuh Eka kembali gemetar dan merinding, ternyata orang orang melihat dia berjalan sendiri selama ini
"Makannya bapak buru buru kesana, Ehh bapak sampe sampe kesana kamu malah bilang bapak Hantu"
Sekian banyaknya pak guru berkata, Eka tak menanggapi perkataan pak guru
Pak guru menghentikan langkahnya dan menatap Eka dengan serius
"Eka, sedang apa kamu disana? Kamu tahu kan? Peraturan sekolah ini? (Murid dilarang menginjakkan kakinya di lantai dua) Kamu lupa itu? Peraturan yang paling penting disekolah ini"
Eka menundukkan kepalanya, wajahnya murung seakan menyesali kesalahannya
"Maaf pak..." Sahut Eka
"Iya... Jangan lakukan lagi ya" jawab pak Guru
Pak guru dan Eka kembali berjalan ditengah jalan pak Guru melirik Eka dan bertanya
"Eka... Kamu melihat dia?" Tanya Pak Guru
Langkah Eka terhenti, jelas wajahnya terlihat ketakutan lagi, namun dia berhasil menutupi itu, meski hanya sedikit
"Maksud bapak? Saya gak ngerti" kata Eka
Dengan wajah yang semakin serius Pak guru bertanya lagi pada Eka
"Kamu melihat dia kan Eka? Marduk..."
Mendengar nama itu, membuat Eka mengalihkan pandangannya cepat pada pak guru, membuat Eka bingung sekaligus bertanya tanya
"Bapak... Bapak kok tahu?" Kata Eka dengan kebingungan
"Kamu kira sudah berapa lama bapak jadi guru disekolah ini? Bapak udah tau semuanya, termasuk makhluk licik itu"
Mendengar penjelasan itu membuat Eka tertunduk kembali
"Eka... Apapun yang terjadi... Jangan Pernah, meminta permohonan pada Marduk, dia itu licik, dia hanya akan memberi kesenangan di awal, pada akhirnya kamu hanya akan berada pada genggamannya"
Eka tertunduk menyesal dengan semua penjelasan dari pan guru
"Iya... Terima kasih pak..."
"Jangan ulangi lagi ya... Sekarang bapak harus pergi... Bapak sudah gak punya banyak waktu lagi, selanjutnya adalah kamu yang menentukan" kata bapak guru dengan berjalan tergesa gesa meninggalkannya
.
.
.
.
.
Eka masuk ke kelas dengan wajah lesu, hari ini benar benar banyak sekali kejadian yang menimpanya, dia duduk dibangku, dan melihat pandu tidak ada dibangkunya
*Tumben bangat pandu gak ada dikelas* batinnya
Kemudian seseorang mendekat kepadanya, dia adalah sahabat Eka sejak kecil Bahri, Bahri mendekat pada Eka dan duduk disampingnya
"Bjir, pucet bangat muka lu ka" Kata Bahri
"Iya... Hari ini banyak bangat kejadian aneh menimpa gua..."
"Kejadian aneh? Apa?" Tanya Bahri
"Kalau gua ceritain gua yakin lu gak bakal percaya sih, pokoknya bisa dibilang gua udah dalam bahaya tadi, untung aja ada Pak Ali nolongin gua" jawab Eka
Bahri tertawa mendengar perkataan Eka, sembari memukul mukul meja, membuat Eka kebingungan dengan tingkah Bahri
Dengan terengah Bahri angkat bicara
"Kalau itu mah gua juga gak bakal percaya ka, kan Pak Ali udah meninggal beberapa Minggu yang lalu"
Bagai sebuah listrik yang mengalir dalam tubuh Eka, kata kata itu benar benar membuat Eka terkejut sekaligus tersadar
*Bagaimana aku bisa lupa?* Batin Eka
Eka memegangi kepalanya merasa sangat pusing dengan semua ini
Beberapa hari setelahnya, Pandu ditemukan meninggal terjatuh dari lantai 5, mayatnya dibawa dengan mobil ambulans.
Eka menatap tempat bercak darah tempat Pandu mengakhiri hidupnya dengan bergemetar, mata terus menatap tempat itu, sekujur tubuhnya lemas.
.
.
.
.
.
Kini Eka berada dikelas X-5, dilantai dua, dengan memberanikan diri da berteriak
"MARDUK, MARDUK, LU DIMANA?"
Eka terus meneriakkan nama Marduk, hingga akhirnya sekujur tubuh Eka terasa dingin, dan Marduk datang dengan wujud anak remaja yang memakai seragam sekolah seperti saat pertama kali bertemu Eka
"Yo, ada apa Eka?"
Dengan raut wajah kesal Eka menarik kerah Marduk
"APA YANG UDAH LU LAKUIN KE PANDU?"
"Saya bunuh, memang apa lagi?" Kata Marduk dengan raut wajah santai
"Ternyata benar lu yang udah ngebunuh Pandu, kenapa lu lakuin itu?" Tanya Eka masih dengan raut wajah yang kesal
Marduk tak bisa menahan tawanya dia tertawa begitu keras, hingga gedung sekolah terasa bergetar
"Kamu bilang apa sih? Bukannya kamu yang meminta?"
Eka melepas kerah Marduk setelah mendengar hal itu, sekujur tubuhnya lemas mengingat permintaan bodoh yang dia katakan saat itu, dia menunduk memegang kepalanya berteriak dengan frustasi
Marduk hanya memandangi Eka dengan tersenyum, dia mendekatinya dan mengelus kepala Eka
"Kenapa? Bukankah Pandu sudah membuat menderita? Kalau kamu ingin... Aku bisa mengabulkan keinginan mu lagi..."
Eka masih tertunduk tak merespon kata kata Marduk
"Kalau mereka tahu kamu yang membunuh Pandu, kira kira bagaimana reaksi mereka ya?
Eka mendongak dengan cepat ke arah Marduk
"YANG BENAR SAJA, AKU BUKAN PEMBUNUH, KAMU YANG MEMBUNUHNYA" teriak Eka
"Tapi kamu yang meminta..."
Eka tak berdaya melawan kata kata Marduk, bagaimanapun dia benar, karena Pandu mati karena permohonannya
.
.
.
.
.
Kini Eka sedang berada didepan makam Pak Ali, Eka mengelus nisannya dengan lembut
"Pak... Maafkan saya... Karena saya tidak bisa memenuhi harapan bapak"
...
Rintik hujan turun membasahi tanah, suaranya begitu menenangkan, indah, namun membuat tubuhmu dingin...
Semua orang tidak tahu... Dibalik dinginnya rintik hujan itu...
Tubuh itu tergeletak dengan darah yang mengalir bersamaan dengan rintik hujan yang menggenang...
Kala itu, tubuh tak asing terbaring, seakan mengejar kematian seseorang, tak mengharapkan kehidupan...
"Beristirahatlah dengan tenang, Eka"