Suara deru mesin mobil bercampur dengan ketukan hujan di kaca depan. Jalanan yang licin membuat Ardan memegang erat setir, matanya terfokus ke depan. Dia tidak suka bepergian larut malam, tapi tuntutan pekerjaan membuatnya harus kembali ke kota dengan tergesa-gesa. Wajahnya datar seperti biasa, meski di dalam hati dia merasa sedikit gelisah.
Ketika sampai di persimpangan, alarm peringatan perlintasan kereta mulai berbunyi. Ardan melirik jam di dashboard. "Sial, telat lagi," gumamnya. Dia menekan rem, tapi sesuatu terasa salah. Mobilnya berhenti mendadak, mati di tengah rel. Jantungnya berdegup kencang.
Dia mencoba menyalakan mesin, tapi tidak berhasil. Sementara itu, suara kereta semakin dekat. Dalam kepanikannya, dia membuka pintu dan mencoba keluar, tapi sabuk pengamannya tersangkut. Dengan napas yang semakin memburu, Ardan berusaha melepaskan sabuk itu, namun suara klakson kereta menggelegar, memekakkan telinganya.
Waktu terasa melambat. Dalam sekejap, tubuhnya dihantam gelombang besar cahaya dan suara, dan semuanya menjadi gelap.
---
Ardan terbangun dengan rasa berat di tubuhnya. Suara tangisan bayi terdengar samar, dan aroma tanah basah menyeruak ke dalam hidungnya. Dia mencoba membuka matanya, tetapi pemandangan yang dilihatnya membuatnya bingung. Dia tidak berada di mobil atau rumah sakit, melainkan di sebuah ruangan kecil dengan dinding kayu yang lapuk.
"Apa ini?" pikirnya. Namun sebelum dia bisa mencerna situasinya, suara asing muncul di kepalanya.
"Selamat datang, pengguna baru. Sistem telah diaktifkan. Anda adalah Renn sekarang. Informasi lebih lanjut akan diberikan sesuai kebutuhan."
Rasa pusing menghantamnya. "Apa-apaan ini? Sistem? Renn? Siapa yang bicara?"
Namun sebelum pertanyaan-pertanyaan itu terjawab, dia menyadari tubuhnya kecil, jauh lebih kecil dari sebelumnya. Dia mencoba menggerakkan tangannya, tetapi tubuhnya terasa kaku. Pemandangan di sekelilingnya menjadi lebih jelas. Dia berada di pelukan seorang wanita yang tampak lemah dan kurus. Wajah wanita itu pucat, dengan lingkaran hitam di bawah matanya.
"Anakku... kau akhirnya menangis..." gumam wanita itu dengan suara lemah, namun penuh kasih.
Ardan, atau sekarang Renn, mencoba mencerna apa yang terjadi. Tubuh ini bukan miliknya, tetapi jiwa dan pikirannya jelas adalah dirinya sendiri. Suara di kepalanya berbicara lagi.
"Kondisi awal tubuh ini lemah akibat kelaparan. Anda menggantikan jiwa asli yang telah meninggal dunia. Sistem akan membantu Anda bertahan hidup dan berkembang."
Mendengar itu, Renn merasa darahnya berdesir. Dia bukan hanya mati dan hidup kembali—dia terlahir kembali di dunia yang asing. Namun dia tidak diberi waktu untuk memikirkan lebih jauh. Wanita yang memeluknya—ibunya yang baru—bangkit perlahan sambil berbicara pada seorang gadis kecil yang berdiri di sudut ruangan.
"Layla, tolong ambilkan kain untuk adikmu. Dia akhirnya berhenti menangis."
Gadis kecil itu mengangguk dan berjalan tergesa-gesa ke arah keranjang kecil di sudut. Wajahnya kusut, dengan rambut hitam panjang yang terlihat kusam. Dia membawa kain lusuh ke ibunya, yang kemudian membungkus tubuh kecil Renn dengan hati-hati.
"Adik kecil, akhirnya kau bersama kami," gumam Layla dengan senyuman kecil. Meski usianya terlihat masih sangat muda, hanya sekitar delapan tahun, sorot matanya menunjukkan kedewasaan yang dipaksakan oleh keadaan.
Beberapa hari berlalu, dan Renn mulai memahami kerasnya kehidupan di dunia baru ini. Keluarganya sangat miskin. Mereka tinggal di sebuah gubuk reyot di pinggir desa, jauh dari pusat kota yang katanya lebih makmur. Setiap hari, Layla keluar rumah mencari makanan—kadang-kadang pulang dengan tangan kosong, kadang membawa beberapa akar atau buah kecil yang dia temukan di hutan.
Ibunya, Mira, terlalu lemah untuk bekerja. Renn menyadari bahwa keluarga ini berada di ambang kelaparan. Sistem di kepalanya terus memberikan informasi, tetapi kebanyakan hanya tentang kondisi tubuhnya yang lemah dan rekomendasi untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
Suatu hari, Layla pulang dengan mata sembab. Dia duduk di lantai dan menangis terisak-isak. Renn, yang hanya bisa terbaring di tempat tidur jerami, memperhatikan dengan cemas. Mira mencoba menenangkan putrinya.
"Apa yang terjadi, Layla?" tanya Mira dengan lembut.
"Aku... aku tidak bisa menemukan makanan, Bu," jawab Layla dengan suara bergetar. "Orang-orang di pasar bilang kita hanya peminta-minta yang tidak tahu malu. Mereka bilang kita lebih baik mati saja..."
Renn merasa darahnya mendidih. Meski tubuhnya kecil dan lemah, ingatan dari kehidupan sebelumnya mengingatkannya pada satu hal—dia tidak akan pernah diam ketika keluarganya dihina atau direndahkan.
"Sistem," bisiknya dalam hati, "apa yang bisa kulakukan untuk membantu mereka?"
"Pengguna dapat mulai melatih energi magis yang ada di tubuh ini. Meski tubuh Anda masih bayi, jiwa Anda yang dewasa memungkinkan Anda untuk memahami sihir lebih cepat dari manusia biasa."
Renn merasa ada secercah harapan. Jika dia bisa menguasai sihir, mungkin dia bisa mengubah nasib keluarganya. Dia memejamkan mata, mengatur napas, dan mulai mencoba merasakan sesuatu yang disebut energi magis.
Namun, bahkan untuk sekadar merasakan energi itu, tubuh kecilnya terasa seperti akan hancur. Sistem berbicara lagi.
"Proses ini akan menyakitkan, tetapi jika berhasil, Anda akan membuka jalan baru untuk bertahan hidup."
Dengan tekad yang bulat, Renn memutuskan untuk bertahan. Dia tidak akan membiarkan keluarganya terus menderita. Ini adalah awal dari perjuangannya di dunia baru.
---
Renn menggertakkan gigi kecilnya. Rasa nyeri yang menusuk di seluruh tubuhnya hampir membuatnya menyerah, tapi dia tidak berhenti. Dia mengingat wajah Layla yang menangis dan ibunya yang lemah. Bagaimanapun caranya, dia harus kuat.
Dalam keheningan malam, Renn terus berusaha. Sistem memberikan panduan sederhana.
"Rasakan aliran energi di tubuhmu. Bayangkan itu seperti sungai kecil yang mengalir di dalam nadimu."
Dia memusatkan pikirannya, berusaha menemukan apa yang disebut energi magis. Awalnya, tidak ada yang terasa, hanya kelelahan dan nyeri. Namun, perlahan, dia merasakan sesuatu—seperti aliran hangat yang bergerak di sekitar dadanya. Itu kecil, hampir tidak terlihat, tapi jelas ada.
"Energi magis terdeteksi. Anda berhasil menemukannya. Langkah berikutnya adalah mengendalikannya."
"Sistem," pikir Renn, "apa yang bisa kulakukan dengan energi ini?"
"Dengan energi ini, Anda dapat menciptakan sihir. Namun, kondisi tubuh Anda saat ini sangat lemah. Latihan yang terlalu berat dapat berakibat fatal. Mulailah dengan teknik sederhana, seperti menghangatkan tubuh Anda sendiri."
Renn menuruti instruksi itu. Dia membayangkan aliran hangat itu bergerak dari dadanya ke tangan kecilnya. Dia berkonsentrasi keras, dan perlahan-lahan, tangannya mulai terasa hangat. Meski hanya sedikit, itu sudah cukup untuk membuatnya tersenyum.
Namun, latihan itu tidak luput dari perhatian. Layla, yang tidur di sudut ruangan, terbangun dan memperhatikan adiknya dengan mata membelalak.
"Renn... apa yang kau lakukan?" bisiknya.
Renn berhenti, matanya bertemu dengan Layla. Dia bingung harus berkata apa. Dia tidak bisa menjelaskan bahwa dia adalah jiwa dari dunia lain yang kini terlahir kembali dengan kemampuan aneh.
"Aku... hanya mencoba menghangatkan diriku," jawabnya dengan suara pelan, mencoba terdengar seperti anak kecil.
Layla mendekat dan menyentuh tangan Renn. Dia terkejut ketika merasakan kehangatan yang tidak biasa.
"Ini... luar biasa," katanya. Matanya bersinar dengan kekaguman. "Kau pasti anak yang istimewa, Renn."
Renn hanya tersenyum kecil, meski dalam hatinya dia merasa lega. Dia tidak tahu bagaimana menjelaskan hal ini, tapi setidaknya Layla tidak merasa curiga.
Malam itu, Layla tidur dengan senyum kecil di wajahnya. Bagi Renn, itu adalah kemenangan kecil, tetapi langkah awal dari sesuatu yang lebih besar.
---
Keesokan harinya, Layla bangun lebih awal seperti biasa. Dia bersiap untuk pergi ke hutan mencari makanan. Sebelum pergi, dia berlutut di samping Renn.
"Renn, kau harus tumbuh besar dan kuat, ya. Suatu hari, kita pasti akan hidup lebih baik," katanya sambil mengelus kepala adiknya.
Kata-kata itu membuat Renn semakin bertekad. Setelah Layla pergi, dia mulai berlatih lagi. Sistem terus memberikan panduan, mengajarkan cara mengarahkan energi magis untuk hal-hal kecil, seperti memanaskan udara di sekitarnya atau mengeringkan kain basah.
Hari-hari berlalu, dan Renn mulai melihat kemajuan. Dia berhasil membuat api kecil di telapak tangannya tanpa bantuan alat apa pun. Meski hanya bertahan beberapa detik, itu adalah pencapaian besar baginya.
Namun, kehidupan tetap sulit. Suatu sore, Layla pulang dengan wajah babak belur. Renn yang sedang berlatih segera merangkak mendekatinya.
"Ada apa, Layla?" tanya Renn, meski suaranya kecil dan lemah.
Layla duduk di lantai, menunduk sambil memeluk lututnya. "Orang-orang di pasar... mereka menuduhku mencuri. Padahal aku hanya melihat-lihat. Mereka memukulku dan mengusirku."
Renn merasa amarah membara di dalam dirinya. Dia mengepalkan tangan kecilnya, dan tanpa sadar, api kecil muncul di ujung jarinya.
"Layla, aku janji... aku akan melindungimu. Aku akan membuat kita kuat," katanya dengan suara tegas, meski tubuhnya masih kecil.
Layla tersenyum lemah, tidak menyadari apa yang baru saja Renn katakan. Namun bagi Renn, itu adalah sumpah. Tidak peduli berapa lama waktu yang dibutuhkan, dia akan memastikan keluarganya tidak lagi diinjak-injak oleh orang lain.
Malam itu, Renn berlatih lebih keras dari sebelumnya. Dia tahu, waktu masih panjang, tetapi setiap langkah kecil yang dia ambil akan membawa mereka lebih dekat pada kehidupan yang lebih baik.