Acara pelepasan anak-anak TK berakhir 15 menit yang lalu, gadis kecil yang duduk seorang diri di halte bus tampak sedih dan lemah gadis kecil itu terlihat kurang sehat.
Rintikan hujan mulai turun gadis kecil itu tidak beranjak juga dari tempatnya, apakah ia menunggu seseorang ?
Entahlah tidak ada yang tahu, tidak ada orang lain juga selain dirinya yang sedari tadi memperhatikan gadis kecil itu.
Pikiran Albian berkecamuk kesana kemari, saat melihat banyak lebam di wajahnya remaja berpakaian smp itu meringis sambil merutuki dirinya sendiri, entah apa yang akan terjadi setelah ia kembali kerumahnya dalam kondisi yang buruk. Lebam di wajahnya dan seragamnya yang lusuh dan kotor pasti akan menimbulkan masalah baru di rumahnya.
Albi melihat kembali ke arah halte bus di depannya dan mengecek arloji hitam di pergelangan tangannya, bus sekolah seharusnya sudah lewat, tapi gadis kecil itu masih duduk dan tidak bergerak sama sekali.
Albian mencoba untuk tidak memperdulikan anak kecil itu, dan segera menyalakan mesin motornya tapi pikiran Albian selalu terarah pada anak kecil di hadapannya.
Setelah mesin motor menyala Albi menyebrang dengan mengendarai motor lalu berhenti tepat di depan Halte lalu ia turun dan mendekati dan duduk di sebelah gadis kecil itu.
Rintikan hujan mulai berubah menjadi guyuran hujan yang lebat di sertakan awan berkabut.
"Bus sekolah harusnya udah lewat kan ?" Tanya Albi basa-basi. Padahal sebenarnya Albi tidak pandai basa-basi.
Tidak ada jawaban dari anak itu, anak itupun masih sama dengan posisinya.
"Hujannya makin besar, kamu lagi nunggu orang tua kamu ?" Tanya Albi lagi sedikit berteriak karena suaranya yang kedap akibat hujan deras.
Gadis kecil itu mendongak menatap Albi, ia tersenyum sedikit lalu kembali menunduk.
"Mau nunggu sampai kapan ? ayok aku antar pulang" tawar Albi
Gadis kecil itu menggeleng, lalu ia kembali menatap Albi tangan kecil gadis itu terangkat menyentuh wajah penuh lebam milik Albi, Albi sedikit meringis karena sentuhan gadis itu.
"Shh, ayok aku antar pulang" Albi menarik lengan gadis kecil itu, namun yang ia rasakan tangannya dingin seperti es.
Albi menatap gadis kecil itu yang sekilas mirip dengan seseorang.
"Albian" ucap gadis kecil itu.
Mengejutkan, bagaimana ia tahu nama dirinya, dan suara itu ? Suara itu tampak familiar baginya.
"Bian..." Ucap lagi gadis kecil itu.
"Kamu ingat aku Bi ?" tanyanya sambil menatap Albi dalam.
Albian terperanjat dari tempat tidur nya, mimpi itu kembali lagi sejak 2 tahun yang lalu, keringat dingin di tubuhnya bercucuran entah siapa gadis itu Albian sama sekali tidak mengenalnya tapi gadis kecil itu sering sekali muncul dalam mimpinya, mimpi yang sama saat ia berada di smp, dan mimpi itu selalu hadir saat ia bertemu gadis kecil yang sama di hari pelepasan adiknya.
Albi menghela nafas kasar lalu mengatur pernafasannya perlahan, pikirannya selalu tidak tenang saat mimpi itu muncul.
"KAKAK" teriak Zea dari luar kamar Albi
Zea adik perempuan Albian lebih tepat adik tiri Albi. Gadis kecil yang sekarang duduk di bangku kelas 2 smp, orang tua Albi berpisah dan Albi ikut bersama Ayah dan ibu tirinya.
"KAKAK" Teriak Zea lagi.
"KAKAK"
Albi menoleh malas ke arah pintu kamarnya, dengan langkah malas Albi mendekat ke arah pintu lalu membukanya.
Gadis dengan tubuh kecil memakai seragam smp yang kebesaran serta rambutnya yang di biarkan terurai itu berdiri tegak di depan pintu kamar Albi.
"Ckk ayok cepat, keburu telat" gerutu gadis itu.
"Hmm" Albi berdehem pelan, lalu kembali ke kamar mengambil kunci motor dan tasnya, cowok itu juga sudah siap dengan seragam SMA nya rambut acak-acakan dan baju kurang rapi.
"Diem mulu, sariawan Lo kak ?" Tanya Zea.
Albi tidak menjawab. Setiap mimpi itu muncul lagi sikapnya akan berubah 390° derajat. Bagaimana bisa ? Entahlah ia hanya memikirkan siapa gadis kecil itu dan apa hubungan gadis itu dengan dirinya Albi sungguh tidak mengerti.
"Menurut Lo siapa anak kecil itu ?" Tanya Albi pada Zea.
Plakk
Zea memukul keras lengan Albi kemudian ia menjawab dengan kesal.
"Ya mana gue tau bodoh" jawabnya.
Zea mengetahui semuak hak tentang kakaknya, hubungan Meraka sebagai kakak beradik tiri tidak menjadikan mereka saling membenci malah membuat mereka menjadi sahabat, Albi menolak Zea sebagai adiknya saat itu sama halnya dengan Zea berjalannya waktu serta waktu yang mereka habiskan bersama-sama perlahan membuat keduanya menerima satu sama lain.
"Argghh" geram Albi.
Setiap kembali ia mengingat-ingat gadis itu kepala Albi menjadi i pusing dan pikirannya menjadi kacau.
"kakak ga ingat apapun ?" Tanya Zea
Albi menggeleng lemah entah sejak kapan ia tidak mengingat hal-hal tentang masalalunya. Albi tidak sakit parah tidak mengemalami kecelakaan yang menyebabkan kehilangan ingatan, Albi benar-benar sehat selama ini.
"Tentang perpisahan Mama dan Ayah kakak, kakak ingat ?" Tanya Zea lagi.
"Gue ingat Ze, gue ingat saat dimana Mama lagi sama anak kecil terus Ayah datang langsung nampar mama, tapi setelah itu gue ga ingat apa-apa lagi" jelas Albi
"Aneh" kata seseorang yang tiba-tiba datang dari arah belakang Zea.
Keduanya terperanjat kaget mendengar suara itu, dan tanpa wajah dosanya orang itu duduk di atas meja lalu mencomot cireng milik Zea.
"Ga sopan" ketua Zea pada Kael.
Kael sahabat Albi dari kecil sampai sekarang.
"Lo ingat di hari perpisahan nyokap bokap lu, tapi ga ingat apapun selain itu" ucap Kael.
"Dan anak yang bersama mama lu ?" Tanya Kael lagi.
"Lu ingat wajahnya ?"
Albi menggeleng lemah, ia tidak ingat apapun selain tentang orang tuanya, tapi bagaimana bisa, ayah dan ibunya berpisah saat ia berada di kelas 2 SD, dan seharusnya anak TK pun sudah mampu mengingat banyak hal kan ? Tapi kenapa dirinya tidak mampu mengingat apapun dari masa kecilnya ?