Chereads / Orang Bodoh juga ingin Sukses / Chapter 2 - Bab 2: Pahitnya Pelajaran

Chapter 2 - Bab 2: Pahitnya Pelajaran

Pagi itu, Awik memulai harinya dengan penuh semangat. Meski hari pertamanya sebagai kurir makanan penuh kesalahan, ia merasa hari ini akan menjadi lebih baik.

Dengan tekad baru, ia berangkat ke tempat makan tempatnya bekerja.

"Wi, ini pesanan untuk Blok C Nomor 7. Jangan sampai salah, ya," ujar Edo, sambil menyerahkan tas delivery.

"Tenang, Do. Gua udah ngapalin jalan. Kali ini aman," jawab Awik dengan percaya diri.

Edo hanya menggeleng kecil. "Hati-hati, Wi. Jangan sampai ada drama lagi."

Awik mengangguk dan langsung menuju motornya. Hari ini, ia merasa lebih yakin akan pekerjaannya.

Jalan jalan Mulus yang Awal

Di atas motor, Awik menyusuri jalan dengan hati-hati. Blok C Nomor 7 sudah ia tandai dengan jelas di peta. "Oke, tinggal lurus, belok kanan, sampai deh," gumamnya pada diri sendiri.

Namun, saat ia hampir sampai di lokasi, di sebuah tikungan sempit, seorang pria berpenampilan lusuh tiba-tiba berlari keluar gang dari gang kecil ,kemudian menoleh ke kanan dan ke kiri dan terdiam menatap awik. Pria itu tampak linglung, dengan pakaian kumal dan wajah penuh debu.

Awik mengerem mendadak, nyaris terjatuh dari motornya. "Waduh, maaf, Pak. Mau lewat?" tanyanya sopan sambil mencoba meminggirkan motornya.

Pria itu tidak menjawab. Ia hanya berdiri diam, menghalangi jalan dengan ekspresi kosong. Awik menggaruk kepala, bingung.

"Pak, saya buru-buru nih," ujar Awik sambil memutari pria itu.

Pria itu tiba-tiba bergerak maju, melangkah pelan-pelan mendekati motor Awik. Gerakannya lambat tapi cukup mengintimidasi.

"Astaga, dia mau ngapain nih? jangan jangan mukul lagi? waras ga ya dia?" pikir Awik panik.

Tanpa banyak bicara, pria itu mengulurkan tangan ke arah tas delivery di motor Awik. Refleks, Awik segera turun dan menarik tas itu dan mundur beberapa langkah.

"Pak, ini buat pelanggan, bukan buat Bapak. Tolong jangan sentuh!" katanya dengan nada cemas.

Untungnya, seorang ibu-ibu yang kebetulan lewat segera datang membantu. "Pak, ayo jalan. Jangan ganggu anak ini, kasihan dia lagi kerja," ujar si ibu sambil menarik pria itu menjauh.

Pria tersebut akhirnya bergerak menjauh tanpa perlawanan, kembali masuk ke gang kecil tanpa sepatah kata.

Awik menghela napas panjang. "Waduh, hampir aja," gumamnya sambil memeriksa tas makanannya. Setelah memastikan semuanya aman, ia kembali fokus menuju lokasi pengantaran.

Kesalahan Edan

Setelah sampai di Blok C Nomor 7, Awik memarkir motornya dan membawa tas makanan ke pintu pelanggan. Ia mengetuk pintu dengan hati-hati.

Seorang ibu paruh baya membuka pintu dengan senyum ramah. "Iya, ini pesanan saya ya dek?" tanyanya.

"Betul, Bu. Maaf kalau agak lama tadi ada macet di jalan," jawab Awik sambil membuka tas delivery.

Namun, saat ia hendak mengeluarkan makanan, tas itu tergelincir dari tangannya. Semua makanan di dalamnya jatuh ke tanah.

Awik terdiam, ngeri melihat lauk dan sup yang berceceran di halaman rumah pelanggan. Ibu itu menatapnya dengan wajah syok

"Astaga! Makanan saya!" seru ibu itu.

Awik segera jongkok, mencoba mengumpulkan makanan yang tumpah. "Bu, saya... saya minta maaf. Ini nggak sengaja."

Ibu itu menghela napas panjang. "Nak, makanan ini untuk arisan saya. Sekarang saya harus pesan lagi, dan tamu-tamu saya bakal nunggu!"

"Saya... saya akan ganti kerugiannya, Bu," kata Awik dengan suara pelan.

Ibu itu menggeleng. "Yang saya butuhkan itu waktu, bukan uang. Tolong lebih hati-hati lain kali."

Awik menunduk dalam-dalam. "Iya, Bu. Maaf banget."

Kecewa & suatu Ke putus an

Setelah insiden itu, Awik kembali ke tempat makan dengan langkah berat. Edo menyambutnya dengan tatapan penuh tanya.

"Wi, kok balik cepet? Ada apa?"

Awik menyerahkan tas kosong sambil menunduk. "Do, makanan pelanggan gua jatuh semua. Kayaknya gua nggak cocok kerja kayak gini."

Edo mengusap wajahnya dengan tangan. "Aduh, Wi. Baru hari kedua, loh. Kenapa ceroboh banget?"

Awik duduk di kursi, menunduk lesu. "Do, Gua serius. Kayaknya gua nggak bisa lanjutin kerja di sini."

Edo menghela napas. "Kalau itu keputusan lu , Gua nggak bisa maksa. Tapi coba pikir lagi, jangan nyerah gitu aja."

Percakapan Berat ,rumah di dalamnya

Malam itu, Awik pulang dengan perasaan kacau. Agus, kakaknya, mengetuk pintu kamarnya.

"Kerjaan lu gimana?" tanya Agus sambil duduk di tepi kasur.

"Gua resign," jawab Awik singkat.

Agus terkejut. "Baru dua hari, Wi. Kok cepet banget?"

Awik menatap lantai. "Gua terlalu ceroboh buat kerja kayak gitu. Tadi makanan pelanggan jatuh semua."

Agus menepuk pundaknya. "Wi, lu nggak bisa terus-terusan gini. Semua orang pernah salah. lu tinggal belajar dari kesalahan itu."

Awik menghela napas panjang. "Gua cuma takut bikin orang kecewa lagi, Gus."

Agus tersenyum tipis. "Kalau lu takut, kapan lu bakal maju? lu kan tahu, kita semua di keluarga ini saling dukung. Jangan biarin kesalahan kecil bikin lu berhenti."

Meski masih merasa bersalah, kata-kata Agus sedikit menguatkan hati Awik.