Hari itu, suasana di rumah Junkyu terasa begitu tenang. Doyoung dan ibunya tengah duduk di ruang tengah, asyik menonton acara favorit di televisi sambil berbagi camilan ringan.
Namun, ketenangan itu segera terusik oleh langkah kaki yang terdengar ceria dari arah pintu depan. Junkyu pulang dengan wajah berseri-seri, membawa energi bahagia yang seolah menyebar ke seluruh rumah.
Begitu membuka pintu, ia berseru.
"Aku pulang!" dengan nada yang jelas terdengar lebih bersemangat dari biasanya.
Mamanya menoleh dengan senyum lembut.
"Hai, Kak. Gimana wawancaranya tadi? Lancar?" tanya wanita paruh baya itu penasaran.
Doyoung ikut menoleh, alisnya terangkat, sedikit ingin tahu meski ia berusaha terlihat santai. Tanpa menunggu lebih lama, Junkyu meletakkan tasnya di meja dekat pintu dan menghampiri mereka.
"Lancar banget, Ma! Aku diterima! Mulai minggu depan aku resmi jadi guru bahasa Inggris disana!"
Junkyu menyampaikan kabar itu dengan suara yang sedikit bergetar karena kegembiraan.
"Karena, minggu ini mereka masih sibuk sama acara ulang tahun sekolah. Jadi aku mulai ngajar minggu depan." sambungnya.
Doyoung yang duduk bersila di karpet tersenyum.
"Selamat, kak! Akhirnya, keterima juga,"
"Bener tuh. Selamat ya, Nak!"
Ibunya langsung berdiri dan memeluk Junkyu erat, matanya berbinar penuh kebanggaan.
"Lo hebat, Kak!" ucap Doyoung.
Junkyu tersenyum lebar, merasa terharu dengan respons ibunya dan adiknya.
Setelah pelukan selesai, Junkyu ikut duduk di sofa, masih dengan senyum yang tak kunjung hilang dari wajahnya. Ia segera merogoh ponselnya dari saku celana.
"Gue harus kasih tau Lia. Dia pasti senang banget dengernya." ucap Junkyu sambil fokus pada ponselnya.
Doyoung yang sedang mengunyah camilan langsung menyela.
"Salam buat Kak Lia, Kak."
Namun, Junkyu menoleh sambil terkekeh.
"Dih, males! Itu calon bini gue, nggak boleh ada yang ngerebut," candanya, membuat Doyoung mendengus kecil.
"Lebay amat. Siapa juga yang mau ngerebut? Kan cuma salam doang," balas Doyoung sinis, meski dalam hatinya ia tak bisa menyembunyikan rasa gemas pada kakaknya.
Junkyu mengabaikan komentar itu, matanya kembali tertuju pada layar ponselnya. Jemarinya sibuk mengetik pesan untuk Lia, tunangannya yang sudah lima tahun menjalin hubungan dengannya. Mereka baru saja bertunangan sebulan lalu, dan Junkyu tak bisa menutupi rasa bahagianya setiap kali mengingat hal itu.
"Nggak sabar gue nikahin dia," gumam Junkyu pelan, tapi cukup jelas terdengar oleh ibunya dan Doyoung.
Ibunya tersenyum mendengar itu, tapi seperti seorang ibu pada umumnya, ia merasa perlu memberikan nasihat kepada anak sulungnya.
"Kamu harus kerja keras, Kak. Nikah itu bukan buat main-main. Modal cinta aja nggak cukup. Apalagi Lia itu anak tunggal. Mama tau kamu sayang banget sama dia, tapi kamu juga harus pastiin bisa penuhi kebutuhan kalian nanti. Jadi jangan malas-malasan, oke?"
Junkyu menoleh dan mengangguk mantap.
"Siap, Ma! Tenang aja, aku ni laki-laki. Aku pasti bakal buat Lia bahagia."
Mendengar jawaban penuh keyakinan itu, ibunya kembali tersenyum lega.
"Itu baru anak Mama! Keren, keren!"
Di sisi lain, Doyoung hanya menggeleng kecil sambil mengunyah camilannya.
"Semangat, kak, semoga kerjaan kakak lancar. Terus, semoga kakak juga betah ngajar disana, rada sinting semua anak-anak disana soalnya,"
Junkyu terkekeh mendengar komentar Doyoung.
"Iya, tau. Gue udah ngeliat itu dari lo, kok,"
"Enak aja! Gue mah anak baik," protes Doyoung.
***
Malam itu, suasana di luar rumah terasa begitu damai, dengan angin yang bertiup pelan, menciptakan suasana yang sempurna untuk sebuah kencan romantis.
Junkyu, yang baru saja merayakan penerimaannya sebagai guru bahasa Inggris di sekolah tempat adiknya bersekolah dan tempat dia dulu menimba ilmu, merasa sangat bahagia. Ia ingin merayakan keberhasilannya ini dengan orang yang paling berharga dalam hidupnya-Lia.
Setelah bekerja keras untuk meraih mimpinya, Junkyu merasa layak untuk menikmati malam bersama Lia, merayakan kebahagiaan yang berharga, dan tentunya menghabiskan waktu berkualitas berdua.
Junkyu mengemudi menuju rumah Lia dengan perasaan yang campur aduk. Ia merasa penuh kebahagiaan, tak sabar ingin bertemu Lia yang selalu membuatnya merasa tenang dan diterima.
Setelah mengemudi selama sekitar 15 menit, mobil Junkyu akhirnya berhenti di depan pagar rumah Lia. Dari kejauhan, Junkyu sudah melihat sosok wanita cantik yang sedang menunggunya di depan pintu rumah.
Lia mengenakan dress berwarna denim yang sangat cantik pemberian Junkyu, bersama bandana di kepalanya, berpadu sempurna dengan senyum cerah yang tak lepas dari wajahnya. Junkyu merasa matanya terpesona. Lia memang selalu tampil menawan di matanya, tetapi malam ini, dia terlihat lebih cantik dari biasanya.
Lia dengan riang melambaikan tangan ketika melihat mobil Junkyu. Begitu mobil berhenti, dia segera menghampiri dengan langkah ringan dan penuh semangat. Pintu mobil dibuka, dan Lia masuk ke dalam dengan senyum bahagia.
"Hai!" sapanya ceria, dengan suaranya yang lembut namun penuh kegembiraan.
Junkyu tersenyum lebar dan sedikit terdiam sejenak, memandang Lia dengan penuh rasa bangga dan cinta.
"Hai! Kamu cantik banget. Sudah lama nunggu?" tanya Junkyu, merasa sedikit khawatir jika Lia menunggu terlalu lama di luar.
Lia tertawa kecil menahan rona di pipinya setelah di puji oleh Junkyu, wanita itu lalu menggelengkan kepala.
"Nggak kok, aku juga baru turun."
Lia berkata dengan santai, seolah tak ada yang perlu dikhawatirkan lagi. Matanya berbinar, memancarkan kebahagiaan yang sama besar dengan Junkyu.
Junkyu merasa lega mendengarnya, lalu dia memulai percakapan yang lebih serius.
"Oh iya, Mama Papa mana? Mau sekalian izin, kalau mereka ada di rumah," tanyanya dengan nada ingin memastikan.
Ini adalah salah satu kebiasaan yang selalu ia lakukan setiap kali keluar dengan Lia. Junkyu tidak mungkin membawa Lia pergi tanpa memberitahu orang tua perempuan itu terlebih dahulu, walaupun mereka sudah berstatus tunangan sekarang.
Lia menjawab dengan tenang, "Nggak usah, mereka juga lagi nggak di rumah. Mereka ke acara kondangan."
Suara Lia terdengar nyaman, seolah memberi penjelasan yang tak perlu risaukan lagi. Mendengar penjelasan itu, Junkyu hanya mengangguk, melepaskan kekhawatirannya.
"Oh, oke. Let's go kita meluncur!"
Junkyu pun melanjutkan perjalanan dengan mobilnya, membawa mereka menuju restoran yang sudah mereka pilih untuk makan malam malam ini.
Malam ini bukan hanya sekadar makan malam biasa. Ini adalah cara mereka merayakan pencapaian-pencapaian kecil dalam hidup mereka yang sering kali terlewatkan, meskipun sudah lima tahun mereka bersama. Junkyu tetap merasa Lia adalah pendukung terbesarnya, dan ia ingin membahagiakan Lia dengan cara sederhana ini.
Saat mobil melaju pelan, suasana di dalam mobil terasa begitu nyaman. Mereka berbincang ringan, membicarakan berbagai hal, namun percakapan mereka terasa penuh kehangatan.
"Oh, iya! Aku hampir lupa, selamat ya sayang udah jadi guru, semangat ngajarnya nanti!"
Lia berkata dengan penuh semangat, memberikan dukungan yang selalu ia berikan kepada Junkyu.
Junkyu menatap Lia dengan penuh cinta.
"Siap! Makasih ya. Aku pasti semangat, kok. Apalagi udah di semangati calon istri aku," ucap Junkyu, suara hangat dan lembutnya memenuhi ruang mobil.
Ia menoleh sedikit, meletakkan tangan di kepala Lia, lalu mengelus rambutnya dengan penuh kasih sayang.
Lia tersenyum, merasakan sentuhan lembut dari Junkyu.
"Ah, bisa aja gombalnya. Awas aja nanti, kalo pas ngajar malah genit ke cewek lain," ancam Lia dengan setengah bercanda.
Junkyu tertawa kecil mendengar kata-kata Lia.
"Yah, nggak lah. Kan nggak ada yang secantik tunangan aku ini, kamu doang yang paling spesial di hati aku," jawab Junkyu dengan penuh keyakinan.
Keduanya saling berbagi pandangan penuh makna, seolah tak ada yang bisa menghancurkan kebahagiaan mereka malam itu. Begitu banyak hal yang telah mereka lewati bersama, dan malam ini menjadi satu lagi momen yang mereka bagi bersama. Junkyu tahu, meskipun dunia bisa memberi tantangan besar, dengan Lia di sisinya, ia bisa melewati segala sesuatu.
Setibanya di restoran, Junkyu dan Lia duduk di meja yang telah mereka pilih, menikmati suasana malam yang indah. Lampu-lampu lembut yang menggantung di langit-langit, serta suara musik yang mengalun pelan, menambah suasana romantis malam itu.
Junkyu meraih tangan Lia di atas meja, menggenggamnya erat, merasakan kehangatan dan kenyamanan yang selalu ia rasakan setiap kali bersama Lia.
"Makasih udah selalu ada buat aku, ya. Aku nggak bisa bayangin aku kalo nggak ada kamu," ucap Junkyu dengan suara yang penuh ketulusan.
Lia menatapnya dengan penuh kasih.
"Aku juga sama, Kyu. You are the one, who always makes me feel safe and loved. Thank you for always fighting for us," balas Lia lembut.
Malam itu berlanjut dengan penuh tawa dan kebahagiaan. Makanan yang disajikan, percakapan ringan mereka, semua terasa sempurna.
Di tengah kehidupan yang penuh dengan perubahan, mereka tahu bahwa satu-satunya hal yang tak akan pernah berubah adalah cinta mereka satu sama lain.
✼ • TO BE CONTINUED! • ✼