Seorang pria tampak mengusap peluh yang membawahi pelipisnya dengan handuk kecil yang melingkar di lehernya. Cuaca yang terik tak membuat pria itu menghentikan kegiatannya. Justru dirinya terlihat kembali bersemangat karena pekerjaannya pekerjaannya hampir selesai.
Darko, pria berusia setengah abad itu sudah 15 tahun bekerja di rumah milik keluarga Hadmidja sebagai tukang kebun. Dulu, dirinya bekerja bersama sang istri yang menjadi asisten rumah tangga di rumah ini.
Namun sepuluh tahun yang lalu, istrinya meninggal dunia karena sakit yang dideritanya. Sehingga kini hanya tersisa Darko yang bekerja di rumah keluarga Hadmidja. Pak Darko sendiri masih terikat saudara sepupu dengan pak Ganjar Hadmidja. Yaitu, ayah dari Tuan Muda Bima Hadmidja yang sudah menikah. Sekaligus, sang putra memiliki cucu perempuan yang sudah tamat SMA. Saat ini, sang cucu ingin melanjutkan pendidikan di universitas yang dimana tempat sang kakek dan ayah dulu menimba ilmu.
Hal itulah yang sekarang dilakukan oleh Bima dan sang Istri-Runa mengantarkan sang anak ke rumah warisan yang pernah di tinggali oleh sang putra sewaktu menjalani kuliah unjuk menggondol gelar sarjana.
Hal itu juga berlanjut kepada sang cucu yang ingin mendapat gelar sarjana ekonomi sama seperti sang ayah. Sekarang, Bima bersama keluarga sedang melakukan perjalanan menuju ke rumah warisan yang di jaga pak Darko pembantu setia mereka selama bertahun-tahun.
Selamat bekerja disini, Darko tidak pernah mendapatkan masalah. Keluarga Hadmidja memperlakukannya dengan baik sehingga membuatnya betah bekerja disini. Sang majikan beserta keluarganya memang jarang berada di rumah ini. Selain karena lokasinya yang cukup jauh dari perkotaan, memang memiliki rumah lain yang berada di pusat kota. Sehingga hanya dua minggu sekali, atau bahkan sebulan sekali Darko bisa bertemu dengan majikannya.
Kembali pada masa kini, sudah jauh berkembang. Bahkan, universitas ternama ikut berdiri di tempat sama dengan rumah warisan keluarga pak Ganjar berada. Pria paruh baya itu saat ini tengah menduduki dirinya di sebuah gazebo yang berada di taman. Dirnya baue saja selesai memangkas tanaman yang sudah mulai memanjang.
Selang beberapa menit kemudian, sebuah mobil tampak berhenti di depan teras rumah. Membuat pak Darko kelayakan dan bergegas mendekati mobil tersebut.
"Tuan Bima. Selamat datang, Tuan."sapa Darko dengan ramah.
Pria tampan yang baru saja disapa olehnya itu tampak mengangguk singkat. Dia lalu menunggu seseorang keluar dari pintu penumpang.
"Nyonya Runa."sapa Darko lagi setelah melihat istri dari majikannya keluar dari mobil.
"Siang, Pak Darko. Apa kabar?"sapa balik Runa, Istri Bima.
Darko tampak tersenyum lebar.
"Saya baik, Nyonya."jawab pria itu.
"Syukurlah. Makasih ya, Pak, sudah menjaga rumah ini selama kami nggak ada disini."ujar Runa tampak rendah hati.
Darko mengangguk beberapa kali sebelum menjawab ucapan majikan wanitanya.
Runa kini beralih menengok ke arah pintu penumpang yang berada di belakang.
"Hanna sayang, ayo turun."seru wanita itu dengan suara lembutnya.
Darko tampak penasaran menanti akan seseorang yang sudah lama tidak dia temui. Sudah hampir tiga tahun dia tidak melihat nona mudanya yang bernama Hanna. Hanya Bian dan Sarah yang sering ikut kesini setiap Bima datang berkunjung.
Pintu belakang tersebut akhirnya terbuka. Menampilkan seorang gadis remaja yang tengah menatap Darko dengan tatapan polosnya.
Runa datang merangkul gadis itu agar mendekat. Lalu memperkenalkan Darko pasa gadis itu.
"Hanna, ini Pak Darko yang Papa suruh jaga rumah kita disini. Kamu masih ingat 'kan? Sekaligus, Pak Darko yang bakal mengawasi selama kamu kuliah disini."tanya Runa.
Gadis bernama Hanna itu tampak mengernyit. Mencoba menerka siapa pria setengah baya yang ada di depannya saat ini.
"Non Hanna. Ini saya Darko. Lama tidak bertemu, Non."sapa Darko terlebih dahulu.
Hanna tampak mengerjap bingung. Namun juga membalas ukuran tangan dari Darko.
"Hanna, Pak."ujar gadis itu malu-malu.
Arus yang tampak melihat tingkah putrinya hanya bisa menggangguk maklum. Hanna memang jarang berbicara dengan lawan jenis selain Papa, Kakak, dan Kakeknya. Sehingga tingkatnya akan berubah seperti sekarang ini.
Di sisi lain, Darko merasa aneh dengan tubuhnya saat tangan mungil itu membalas jabatan tangannya. Tubuhnya seperti tersnegar listrik dengan tegangan yang cukup kuat.
Namun pria itu berusaha untuk tetap bersikap normal. Dan menepis tentang apa yang barusan yang terjadi pada dirinya.
"Sepertinya aku terlalu banyak pikiran akhir-akhir ini."gumam pria itu dalam hati.
Setelah berbincang, Darko kini mengetahui tujuan Bima datang tiba-tiba ke rumah ini tanpa memberitahunya. Pria itu mengatakan jika putri bungsunya, Hanna ingin melanjutkan kuliahnya disini.
Sebelumnya Hanna bersekolah di sekolah umum yang ada di pusat kota. Namun karena kepribadiannya yang tertutup dan polos sering dimanfaatkan oleh para temannya. Sehingga membuat Bima dan Runa terpaksa memkuliahkan Hanna ke universitas lain.
Dan pilihan mereka jatuh pada universitas khusus wanita yang berada di daerah ini. Runa berpikir jika Hanna pasti akan lebih aman jika kuliah disini.
"Mama sama Papa akan sering berkunjung kesini. Kamu hati-hati ya. Selalu nurut sama ucapan Pak Darko."ujar Runa menasehati putrinya.
"Iya, Mah. Hannna nggak akan nakal kok."jawab gadis itu memberenggut. Yang membuat Runa dan Bima gemas melihatnya. Tak terkecuali juga Darko sedari tadi terus menatap nona mudanya tersebut.
Kini Bima beralih ke arah tukang kebun sekaligus orang yang dia percaya untuk menjaga rumahnya.
"Saya titip Hanna, ya, Pak. Dua minggu lagi Mbok Jum akan datang kesini menemani Pak Darko menjaga Hanna."tutur Bima.
"Baik, Pak. Saya akan menjaga Non Hanna selama disini. Tuan Bima dan Nyonya Runa tidak perlu khawatir."kata Darko mengangguk patuh.
Kedua majikannya itu tampak mengangguk lega dan beralih memeluk putri bungsunya. Hanna terlihat sedih saat kedua orang tuanya akan pergi meninggalkan dirinya.
"Mari Non, masuk."ajak Darko sembari menarik koper milik gadis itu.
Hanna mengangguk samar dan beranjak terlebih dahulu masuk ke dalam rumahnya. Merasa lelah karena perjalanan yang cukup jauh, Hanna memilih untuk membaringkan tubuhnya di sofa bed minimal yang berada di depan TV.
Gadis itu berbaring dengan kedua kakinya yang menjuntai di lantai. Membuat rok pendek sepanjang lutut itu tertarik ke atas menampakkan paha mulusnya.
Darko yang baru saja datang di buat tertegun dalam beberapa detik. Namun dengan segera pria itu menyadarkan dirinya dari pikiran buruknya.
"Non Hanna kenapa tiduran di sana? Pindah ke kamar aja, Non."ujar Darko memberi usul.
Hanna tak langsung menjawab ucapan Darko. Gadis itu terdiam sejenak dan mulai bersuara tanpa merubah posisinya.
"Hanna capek, Pak. Mau tiduran disini dulu."kata Hanna setengah merengek.
Darko tampak tersenyum kecil melihat tingkah nona mudanya. Dia akhirnya mengalah dan membiarkan Hanna berbaring di sofa selagi dirinya memasukkan koper ke dalam kamar gadis itu.
Di sisi lain, Hanna yang merasa lelah sekaligus gerah memilih untuk melepaskan blazer yang dia kenakan. Sehingga gadis itu kini hanya memakai crop top hitam yang menampilkan pusat dan perut datarnya.
Gadis itu merubah posisi berbaringnya menjadi mennyamping. Menghadap ke arah tangga dimana terdapat seorang pria yang tertegun karena melihat posisinya saat ini.
Glup.
"Kenapa dengan tubuhku ini? Kenapa dia bereaksi karena melihat Non Hanna?"gumam Darko menatap sesuatu yang menggembung di di dalam celakanya dengan ekspresi bingung.