Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Segel Dewa

DaoistqXSkmg
7
chs / week
The average realized release rate over the past 30 days is 7 chs / week.
--
NOT RATINGS
21
Views
VIEW MORE

Chapter 1 - Awal dari Kegelapan

Dunia ini dikenal sebagai Arcanthera, sebuah tempat yang dilingkupi oleh keajaiban dan kekacauan. Dari langit biru hingga tanah berbatu yang menggigil di bawah kutukan abadi, semuanya terikat oleh hukum satu kekuatan yang tidak bisa diganggu gugat: Segel Dewa.

Segel itu bukanlah sekadar simbol, melainkan inti keberadaan dunia. Ia menjaga keseimbangan antara para dewa di atas dan makhluk fana di bawah. Namun, segel itu kini retak—dan retakannya bukan sesuatu yang terlihat dengan mata, melainkan terasa oleh setiap makhluk yang tinggal di Arcanthera. Angin menjadi dingin dan menyakitkan, matahari kehilangan kehangatannya, dan bumi merintih setiap kali malam tiba.

Di salah satu sudut dunia yang dilupakan, terdapat sebuah desa kecil bernama Eldoria. Desa ini jauh dari gemerlap kota-kota besar, namun dihuni oleh para petani, pandai besi, dan penjaga hutan yang hidup damai. Di sinilah kita menemukan seorang pemuda bernama Kaelion, atau Kael, seperti panggilannya sehari-hari.

Kael bukan siapa-siapa. Hanya seorang yatim piatu yang hidup di bawah bimbingan paman angkatnya, seorang pandai besi tua bernama Roghan. Rambut hitam Kael selalu acak-acakan, matanya yang kelam menyimpan lebih banyak rahasia daripada yang siap ia ceritakan, dan lengannya yang penuh bekas luka menunjukkan bahwa hidupnya jauh dari kata mudah. Tetapi, ada satu hal yang membuat Kael berbeda—sebuah tanda aneh di telapak tangannya.

"Kael! Cepat bantu aku dengan pedang ini!" suara berat Roghan memanggil dari bengkel.

Kael menoleh, menyadari bahwa ia sudah terlalu lama termenung di depan pintu bengkel, memandangi hutan yang melingkupi desa. Ia berjalan masuk dan mengambil pedang yang setengah jadi. Logam itu panas di tangannya, tetapi rasa panas itu bukan hal baru baginya.

"Pikiranku tidak tenang, Paman," kata Kael, suaranya sedikit bergetar.

Roghan mendengus. "Anak muda memang selalu begitu. Apa kali ini yang kau pikirkan? Mimpi buruk lagi?"

Kael diam sejenak. Sudah tiga malam berturut-turut ia bermimpi tentang tempat yang asing—sebuah istana besar yang dikelilingi oleh api hitam, dengan sosok-sosok besar yang berdiri di atasnya, mengamati dunia seperti bidak-bidak catur. Dan selalu, mimpi itu diakhiri dengan suara gemuruh, suara yang memanggil namanya dengan nada yang memerintah.

"Ya," jawab Kael akhirnya. "Tapi lebih dari itu, aku merasa sesuatu yang buruk sedang terjadi. Dunia ini... rasanya seperti sedang menunggu sesuatu meledak."

Roghan terdiam, wajahnya yang keriput menjadi serius. "Mungkin kau hanya terlalu banyak membaca buku tua itu." Ia menunjuk ke rak kayu di sudut ruangan, tempat di mana sebuah buku tebal dengan kulit yang sudah usang tergeletak. Buku itu adalah peninggalan satu-satunya dari orang tua Kael. Judulnya hampir tak terbaca, tetapi kata-kata "Segel" dan "Dewa" dapat terlihat samar di sampulnya.

Sebelum Kael sempat menjawab, suara gemuruh terdengar dari luar. Desa yang biasanya tenang tiba-tiba dipenuhi teriakan. Kael dan Roghan keluar dari bengkel hanya untuk melihat langit yang berubah merah darah. Di tengah desa, sebuah pusaran energi muncul, melayang di udara. Dari dalam pusaran itu, sebuah bayangan raksasa muncul perlahan.

"Tidak mungkin..." bisik Roghan, wajahnya pucat. "Segel itu... retak?"

Kael berdiri mematung, tangannya gemetar. Tanda di telapak tangannya mulai bersinar, memancarkan cahaya keemasan yang menyakitkan. Dalam sekejap, Kael menyadari sesuatu: hidupnya di Eldoria tidak akan pernah sama lagi. Segel Dewa telah memanggilnya, dan ia tidak bisa menghindarinya.