Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Cincin Takdir: Awal Dari Segalanya

Mcsar
7
chs / week
The average realized release rate over the past 30 days is 7 chs / week.
--
NOT RATINGS
121
Views
Synopsis
"Apa yang kau inginkan dariku?" Ray berteriak, matanya menatap cincin di tangannya yang memancarkan cahaya biru. Suara berbisik yang asing namun tegas memenuhi pikirannya. "Bukan aku yang memilihmu, Ray. Takdir yang melakukannya." Ray terdiam, tubuhnya gemetar. Ia hanya seorang pelayan miskin yang tidak pernah berpikir hidupnya bisa berubah. Namun, sejak cincin itu muncul, semuanya menjadi berbeda. Suara-suara aneh, kejaran dari sosok-sosok bayangan, dan kekuatan misterius yang mulai bangkit dalam dirinya perlahan menariknya ke dalam dunia yang tak pernah ia duga. Dunia baru ini penuh dengan sihir, rahasia kuno, dan ancaman mematikan. Dibimbing oleh seorang mentor dengan masa lalu yang kelam, Ray harus memutuskan: apakah ia akan melarikan diri dari takdirnya, atau menghadapi gelombang kegelapan yang siap menghancurkan segalanya? Ketika batas antara keberanian dan ketakutan semakin tipis, hanya satu hal yang pasti—Ray tidak akan pernah menjadi orang yang sama lagi. Cincin takdir telah memilih, dan tidak ada jalan untuk kembali.
VIEW MORE

Chapter 1 - Prolog: Awal dari Segalanya

Aku tidak pernah berpikir hidupku akan berubah. Setiap pagi, aku bangun di kamar kecil berukuran tiga meter persegi di atas kedai tempatku bekerja. Langit-langitnya dipenuhi retakan yang menyerupai peta yang terus-menerus berubah saat aku menatapnya. Kadang aku mencoba menebak-nebak ke mana hidupku akan membawaku, tapi jawabannya selalu sama: tidak ke mana-mana.

Aku menghela napas panjang, menatap langit-langit itu lebih lama dari biasanya. Pagi ini sama seperti pagi-pagi sebelumnya. Matahari bersinar malu-malu melalui jendela kecil di sudut kamar, menyoroti tumpukan buku tua yang aku kumpulkan dari perpustakaan desa. Aku suka membaca, meskipun dunia di luar halaman-halaman itu tampaknya tidak pernah berubah.

Bunyi derit tangga kayu di bawah mengingatkanku bahwa waktuku untuk bermalas-malasan sudah habis. Tuan Garrick, pemilik kedai tempatku bekerja, tidak pernah sabar menungguku turun. Dia akan mengomel tentang betapa lambatnya aku, tentang bagaimana aku hanya membuang waktu, dan bagaimana aku harus lebih bersyukur dia memberiku pekerjaan.

Dengan berat hati, aku bangkit dari tempat tidur, mengenakan seragam pelayan yang warnanya sudah pudar, dan menyelinap turun ke dapur.

---

Kedai itu selalu ramai di pagi hari. Pelanggan datang dengan wajah lelah, memesan kopi hitam pekat dan roti basi yang lebih murah daripada harapan mereka. Aku, si pelayan tanpa nama, hanya melayani mereka dengan senyum palsu, menahan komentar sinis yang sudah menjadi bagian dari rutinitasku.

"Ray, jangan melamun! Bersihkan meja itu sebelum pelanggan berikutnya datang!" teriak Tuan Garrick dari balik meja kasir.

"Ya, Pak," jawabku singkat, bergegas menuju meja yang dimaksud.

Aku tahu dia tidak akan puas dengan jawaban itu. Tuan Garrick adalah pria gemuk dengan suara yang lebih keras daripada sifat ramahnya. Dia tidak pernah berhenti mengomel tentang betapa malasnya aku, meskipun aku bekerja lebih keras dari siapa pun di tempat ini.

Saat aku menyeka meja dengan kain basah yang sudah terlalu kotor, pikiranku melayang. Apakah hidupku akan terus begini selamanya? Aku bertanya pada diri sendiri.

---

Setiap orang memiliki mimpi, bukan? Begitu juga aku. Dulu, saat masih kecil, aku ingin menjadi seorang petualang—seorang pahlawan seperti yang sering aku baca di buku-buku tua. Aku membayangkan diriku memegang pedang besar, melawan monster, dan menyelamatkan dunia. Tapi mimpi itu perlahan memudar seiring bertambahnya usia.

"Ray, kau mendengarku? Aku bicara padamu!"

Suara Tuan Garrick membuyarkan lamunanku. Aku berbalik dan menatapnya.

"Maaf, Pak. Aku akan segera membersihkannya," jawabku cepat, menunduk untuk menghindari tatapan marahnya.

"Jangan hanya bicara, lakukan!" dia mendengus, lalu berlalu pergi.

Aku menggigit bibir, menahan dorongan untuk membalas. Tapi apa gunanya? Aku hanyalah seorang pelayan tanpa daya.

---

Hari itu, saat aku sedang membuang sampah di belakang kedai, sesuatu yang aneh terjadi.

Tumpukan sampah di pojok gang selalu menjadi tempat yang aku hindari. Bau busuknya cukup membuat perutku mual, dan biasanya aku hanya melemparkan kantong sampah dari kejauhan. Tapi sore itu, di bawah cahaya redup matahari, ada sesuatu yang menarik perhatianku.

Sebuah benda kecil bersinar di antara sampah. Cahaya biru lembutnya tampak tidak wajar, seperti tidak berasal dari dunia ini. Aku mendekat dengan hati-hati, memastikan tidak ada yang memperhatikanku.

"Apa ini?" gumamku, menunduk untuk mengambil benda itu.

Bentuknya seperti cincin, dengan batu safir di tengahnya. Permukaannya dipenuhi ukiran simbol aneh yang tidak pernah aku lihat sebelumnya. Saat aku menyentuhnya, ada sensasi dingin yang menjalar ke seluruh tubuhku.

"Ray, apa yang kau lakukan di sana? Cepat kembali bekerja!" suara Tuan Garrick terdengar dari dalam kedai.

Aku segera memasukkan cincin itu ke saku, berharap dia tidak melihatnya. Tapi aku tidak bisa menghilangkan perasaan bahwa cincin ini lebih dari sekadar perhiasan biasa.

---

Malam itu, di kamarku, aku mempelajari cincin itu lebih dekat. Cahaya biru lembutnya masih bersinar, meskipun ruangan gelap gulita. Aku mencoba memutar-mutar cincin itu di jariku, tapi ukurannya terlalu besar.

"Apa sebenarnya kau ini?" bisikku pada cincin itu.

Tiba-tiba, cahaya biru itu memancar lebih terang, dan aku merasakan sesuatu yang aneh. Suara-suara berbisik mulai terdengar di kepalaku, suara yang tidak aku mengerti tetapi terasa akrab.

"Pilihan telah dibuat..." suara itu bergema di pikiranku.

Aku terlonjak, melepaskan cincin itu dari tanganku. Cincin itu jatuh ke lantai, tapi cahaya birunya tetap menyala.

Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku merasakan sesuatu yang lebih besar daripada diriku sendiri. Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi, tapi aku tahu satu hal: hidupku tidak akan pernah sama lagi.