Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Eon And The World That Disappeared

Uda_Jisol
7
chs / week
The average realized release rate over the past 30 days is 7 chs / week.
--
NOT RATINGS
634
Views
Synopsis
“Kebangkitan dunia Eon? Apakah kalian menyadari apa yang telah kalian perbuat itu begitu menjijikkan?” Nada suara sosok bertopeng itu tiba-tiba berubah, tajam dan menggema di ruangan. “Kau pikir kekuatan Eon saat ini sudah mencapai puncaknya? Dunia ini… telah hancur karena perang tak berujung. Kita membutuhkan kekuatan untuk memperbaiki seluruh kerusakan di bumi ini! Dan Eon, bersama para penggunanya, adalah harapan terakhir yang kita miliki!” Pria itu berteriak, matanya dipenuhi campuran kemarahan dan putus asa. Sosok bertopeng itu bergerak tanpa ragu. Tangannya terangkat, dan kekuatan hitam Eon menjalar seperti ular berbisa, mengitari tubuh pria itu. Dalam hitungan detik, pria itu terangkat ke udara, wajahnya menegang dalam kepanikan. “Harapan terakhir? Atau kehancuran yang lebih dalam?” Suara dingin itu menusuk telinga. Dengan gerakan kasar, sosok bertopeng menghentakkan tangannya, membuat tubuh pria itu terpental ke dinding. Bunyi dentuman keras mengisi ruangan, disusul erangan kesakitan yang teredam.
VIEW MORE

Chapter 1 - Prolog a

Laboratorium penelitian EON 

jam 00.00 AM

Sosok misterius berjalan dengan perlahan seolah menyatu dengan kegelapan malam. Suara sepatu botnya menggema di dalam lorong gelap yang telah hancur dan meninggalkan banyak abu di udara. Tubuhnya yang ditutupi oleh kain hitam menyisakan bagian wajah yang dilindungi oleh topeng tengkorak. Bekas tumpahan darah telah meninggalkan nodanya di pakaian sosok itu yang berjalan dengan dingin. Entah sudah berapa banyak nyawa yang melayang di fasilitas penelitian itu karena setiap peneliti dan penjaga yang bertemu dengannya sudah dipastikan akan tewas karena misinya hanya untuk menemukan satu orang dan sisanya menghancurkan seluruh fasilitas penelitian Eon yang bernama Bharke

Tempat penelitian seluas 22 hektar yang dibangun oleh berbagai pihak-pihak penting seperti bangsawan, konglomerat kaya, dan beberapa anggota dari 8 keluarga pengguna Eon terkuat di kerajaan Arcanthe yang bertujuan untuk meneliti lebih jauh tentang Eon. Tempat penelitian ini telah dilengkapi dengan berbagai peralatan-peralatan penelitian mutakhir hingga keamanan yang sudah menggunakan robot-robot seukuran manusia yang dikendalikan jarak jauh dan drone pengintai yang terbang selama 24 jam. Tidak hanya robot, tetapi juga dijaga oleh pengguna eon yang kuat dikirim langsung oleh anggota 8 keluarga pengguna eon. Dengan segala keamanan yang diyakini sangat kuat, malam yang dingin itu telah berhasil ditembus oleh sosok misterius bersama rekan-rekannya.

Tidak jauh dari lorong yang dilalui sosok itu, terdengar berbagai ledakan dari sebuah gedung yang diiringi oleh teriakan dan kepanikan pria maupun wanita. Rekan-rekannya telah melaksanakan tugas penghancuran sistem kendali keamanan menjadi tanda untuk dia bergerak dan menemukan orang yang dicari secepatnya.

Langkahnya berhenti ketika lorong yang terhubung dengan gedung yang akan di masukinya terhalang sebuah pintu yang tertutup rapat menyembunyikan apa yang ada di baliknya. Sebelum tangannya mencapai gagang pintu, sebuah serangan eon merah menghantam pintu itu membuatnya terpaksa melompat mundur menghindari benturan keras dari pintu yang lepas. Tidak diberikan kesempatan untuk menghela nafas, serangan es tajam dan tipis melesat dengan cepat memaksanya untuk menghindar lagi tapi kedua kakinya telah terbenam kedalam tanah menghambat kesempatan untuk kabur. Sehingga es tajam itu mengenai dirinya dengan bebas tanpa halangan. Tubuh sosok itu rubuh menghantam tanah.

"Ternyata penyusup ini tidak terlalu sulit dihentikan," ujar seorang pria kekar yang berjalan bersama dua orang di sebelahnya.

Wanita berambut panjang berwarna kuning keemasan melipat tangannya dengan pandangan sombong dia menatap sinis tubuh yang sedang terbaring.

"Roy, periksa tubuhnya, sepertinya dia masih menyembunyikan banyak hal di balik pakaiannya," perintah wanita itu.

Pria berbadan kekar bernama Roy itu mendengus kesal, ekspresinya menunjukkan ketidaksukaan yang jelas terhadap perintah yang diberikan oleh rekan wanitanya. Ia melipat kedua tangannya di dada sambil menggeleng perlahan, seakan menolak mentah-mentah apa yang baru saja diminta.

"Hei, aku bukan bawahanmu," keluh Roy dengan nada tajam, matanya menatap menusuk ke arah wanita itu. Mereka saling berhadapan, saling menukar pandangan yang penuh ketegangan. Si wanita, dengan tangan terlipat di pinggangnya, mencondongkan tubuh sedikit ke depan. "Tubuh besarmu itu terlihat tidak berguna, jadi berhenti bersikap keras kepala dan lakukan perintahku"' balasnya dengan nada tak kalah tegas.

Pria kurus berbadan kecil menghembuskan nafas kecilnya karena sudah lelah dengan pertengkaran yang selalu terjadi di antara keduanya.

"Diamlah! Roy, Elena. Biar aku yang memeriksanya," ucap pria itu mengabaikan pertengkaran yang sedang terjadi.

"Kau dapat mencontoh Veri, dia benar-benar rekan yang dapat diandalkan," sindir Elena kepada Roy.

"Dasar jalang," umpat Roy kepada wanita itu

Veri mendekati secara perlahan tubuh itu, diam-diam dia mengeluarkan pisau yang telah diisi oleh eon disekitar bilahnya agar jika ternyata pemilik tubuh itu berpura-pura mati dia bisa langsung membenamkan pisau itu dan memberikan efek membakar yang amat sangat menyakitkan.

Semakin dekat dia dengan tubuh itu semakin dieratkan tangannya memegang pisau dan ketika kaki mereka bertemu, Veri menginjak kaki sosok itu sekuat mungkin dengan harapan sang pemilik kaki terbangun mengerang rasa sakit. Tetapi sepertinya tidak ada tanda-tanda bahwa sosok itu segera bangun.

"Sepertinya dia benar-benar sudah mati," ujarnya dalam hati sembari mendekati tubuh itu

Dilihatnya dengan lekat tubuh yang tidak bergerak itu, topeng tengkorak yang menutupi seluruh wajahnya dengan bolongan hitam di kedua mata dan hidung. Topeng itu ternyata telah dilapisi oleh garis-garis yang berisikan eon di setiap sisinya. Cukup mengejutkan bahwa eon yang berada di dalam garis-garis itu lebih tebal daripada pisau yang digunakan oleh Veri.

Pandangannya beralih kepada tubuhnya yang pakaiannya serba hitam dan ternyata memakai eon yang sama tebalnya seperti yang ada di topeng. Ada banyak bercak darah di sekitar pakaiannya tetapi tidak ada lubang atau kerusakan apapun di pakaian itu..

"Tunggu! Tidak ada kerusakan?" mendadak Veri merasakan keringat dinginnya keluar dan membelalakkan matanya karena tangan kanannya yang memegang pisau telah terpisah dari tempatnya. Memuncratkan darah segar yang banyak keseluruh lantai.

"Ahh! Brengsek," Umpat Veri sembari memaksakan tubuhnya menghindar ke belakang ketika serangan eon hitam yang hampir memenggal kepalanya tetapi berhasil menggores kakinya.

Rasa sakit dan panas yang teramat sangat menjalar di bagian tubuh yang terluka membuatnya menggigit bibir dengan keras hingga sobek.

"Roy, Elena bantu aku," teriaknya untuk menyadarkan dua orang yang saling bertengkar untuk segera memberikannya bantuan.

Roy dan Elena menyadari bahwa Veri telah terluka dengan parah segera menyiapkan eon mereka. Roy yang memiliki eon merah yang menguatkan fisik segera menerjang ke depan dengan kecepatan yang tinggi. Menyelamatkan Veri yang sedang mencoba menghindari sebuah eon hitam yang mengarah ke jantungnya.

"Makan ini!" kata Roy dengan geram sambil menendang tubuh itu sekeras mungkin dan membuatnya terpental jauh dari posisi mereka.

"Ver, kau tidak apa-apa?" tanya Roy sambil melihat kondisi Veri

"Menurutmu?" Geram Veri dengan marah karena pertanyaan bodoh rekannya itu.

Dari samping kedua orang itu sebuah bilah es yang terbuat dari eon melayang menuju tubuh yang masih di udara. Menyebabkan seluruh tubuh sosok itu tertutupi oleh uap es.

"Ayo aku gendong," ujar Roy sembari mencoba mengangkat tubuh Veri seperti gendongan tuan putri yang tentu saja ditolak oleh Veri dengan keras sehingga dia terjatuh membentur tanah.

"Brengsek, bopong saja aku," umpatnya sembari menahan rasa sakit hidungnya yang mencium tanah.

Roy Membopong Veri lalu berjalan menuju tempat Elena yang ternyata sedang mempersiapkan eon es skala besar dengan kedua tangannya. Udara dingin menguasai tempat mereka berdiri beberapa bahkan telah menjadi beku termasuk beberapa ujung jarinya. Siapapun yang terkena energi dingin itu pastinya akan menjadi beku hingga ke tulang atau begitulah harapannya. Udara di sekitar mulai bergetar, menebarkan hawa dingin yang menusuk kulit. Dengan satu gerakan tegas, ia melepaskan gelombang es raksasa yang meluncur ke arah kabut tebal tempat musuhnya berada.

Saat eon es itu menyentuh kabut, suara retakan menggema di udara, menggantikan keheningan yang sebelumnya menyelimuti. Kabut yang menyembunyikan musuh perlahan berubah menjadi kristal-kristal es yang menyebar, melapisi seluruh area dengan lapisan beku yang halus namun mematikan. Tanah di bawahnya membeku, menciptakan permukaan berkilauan yang dinginnya mampu menghentikan langkah siapa pun yang nekat mendekat. Bahkan udara yang tersisa terasa berat, seolah setiap partikel di dalamnya telah menjadi bagian dari es yang masif itu. Mengisyaratkan betapa kuatnya serangan eon yang Elena berikan.

Tapi harapan terkadang sering mengkhianati orang-orang yang mempercayainya. Dari balik udara dingin itu, berjalan sosok bertopeng tengkorak yang seluruh tubuhnya mengeluarkan uap es dingin. Tidak ada tanda-tanda bahwa dia mengalami kerusakan besar seperti yang Elena harapkan

"Aku kira ini akan menjadi pertarungan yang mudah," gerutu Elena kecewa, suaranya diselingi napas yang tersengal-sengal. Eon yang dilepaskannya tadi telah menguras staminanya dengan cepat, meninggalkan tubuhnya lelah dan sedikit limbung. Sensasi dingin yang menjalar dari ujung jari-jarinya yang membeku semakin memperburuk kondisinya, membuatnya kesulitan untuk merasakan jari-jarinya. Kepalanya sedikit berdenyut, tanda bahwa ia telah mendorong dirinya melewati batas, tetapi ia memaksakan diri untuk tetap berdiri meski tubuhnya mulai kehilangan keseimbangan.

Roy dan Veri menganga tidak percaya bahwa serangan masif seperti itu masih tidak memberikan dampak apa-apa kepada musuh yang ada di depan mereka. Alarm di dalam kepala mereka seketika memberikan peringatan bahwa musuh ini mungkin lebih kuat dari pada musuh-musuh yang sebelumnya pernah menyusup ke fasilitas penelitian.

"Siapa kau? Apa tujuan kalian menyusup dan membuat kerusakan di fasilitas ini?" teriak Veri.

Cukup lama keheningan menyelimuti diantara mereka sampai akhirnya sosok itu mulai memecahnya dengan berbicara tapi suara yang keluar seolah langsung masuk ke dalam kepala mereka.

"Serahkan Profesor Venili kepadaku, maka akan aku pertimbangkan untuk membiarkan kalian bertiga kembali kepada keluarga kalian, Elena, Veri dan Roy," tuturnya dengan tenang akan tetapi tekanan eon yang kuat seolah mengoyak udara keluar dari dirinya dan membuat ketiga orang itu merasakan paru-paru mereka menjadi berat serta keringat membasahi telapak tangan mereka.

"Luar biasa, kontrol eon yang sangat sempurna," batin Veri, rasa kagum melintas sejenak di benaknya, namun kewaspadaan tajam segera mengambil alih saat dia berusaha mengatur napasnya yang terengah-engah.

Mereka bertiga saling melihat satu sama lain seolah pikiran mereka saling berbicara. Tentu saja mereka mengenal orang yang disebutkan oleh sosok itu. Profesor Venili adalah seorang peneliti terkenal yang sangat dihormati di fasilitas penelitian eon. Dengan kacamata bulat dan gaya berpakaian yang berantakan, ditambah sikapnya yang santai dan suka bercanda tanpa mempedulikan status setiap orang membuatnya mudah akrab dengan siapa saja di fasilitas penelitian ini. Meski terlihat sederhana, Profesor Venili memiliki hubungan dekat dengan para petinggi yang mendanai fasilitas ini. Bahkan, banyak yang percaya bahwa tempat ini dibangun khusus untuk mendukung penelitian besar yang ia lakukan, karena hasilnya dianggap bisa mengubah cara pengguna eon di seluruh dunia.

Seolah satu pikiran dengan rekan-rekannya, Veri menyelimuti tubuhnya dengan eon untuk mengurangi pendarahan yang dia alami lalu bangkit dari posisinya dan berkata

"Tidak akan aku biarkan kau mencapai Profesor Venili, jika kau mau mencarinya, lewati dulu mayat kami".

Masing-masing dari mereka bertiga mengeluarkan eon merah, biru dan kuning untuk memperkuat tubuh dan pikiran lalu memasang posisi bertarung.

"Ah- Padahal aku harap kalian memilih jalan yang mudah," ujar sosok itu sembari mengeluarkan eon hitam yang sangat pekat di sekujur tubuhnya.

Gelapnya malam yang penuh kengerian menjadi saksi atas pertarungan mematikan yang bahkan langit sendiri seolah menahan napasnya ketika menyaksikan pembantaian satu pihak itu.

***