Chereads / May The Queen Rest In Peace / Chapter 5 - V. Yang Termahsyur

Chapter 5 - V. Yang Termahsyur

"Atas nama sang penguasa langit, ditonton oleh semua penghuni langit serta mereka yang dicabut nyawanya dalam keadaan suci, dengan seluruh tahta dan singgasana sang raja yang melihat rakyatnya dari tempat tertinggi. Dengan berkat dari raja-raja leluhur serta izin dari para penguasa dunia bawah, kunobatkan dirimu wahai ananda Christian, anak Tuhan yang bijaksana, sebagai putra mahkota Arandolia."

Sorak-sorai dan tangisan mengelilingi pawai, terdiam Christian sambil memutar-mutar sorban yang menutup luka di jari tangannya, yang sejujurnya lupa didapatinya bagaimana dan darimana. Yang Christian ingat, itu adalah hari penobatannya. Dilihatnya sekeliling, pada wajah-wajah yang seharusnya ramah dan bersahabat. Christian bertanya kepada sekitar, berteriak memanggil sanak saudaranya. Nama raja dikumandangkan dengan jelas, Alianna jadi nama terakhir yang diingatnya sebelum batinnya hancur dan hatinya sesak. Entah kenapa terik matahari begitu menyengat hari ini, dan tidak ada satupun pasang mata yang dikenalinya, tidak ada satupun wajah yang dicintainya, mereka semua kosong. Matahari tenggelam, padahal seharusnya masih siang bolong, sementara seluruh penonton yang tadinya bersorak-sorai kini terkapar dan jalanan dipenuhi genangan darah. Christian menatap heran dan mulai histeris, pria itu mengangkat pedang dari sarungnya lalu disitulah matanya terbuka. Rupanya pria itu lagi-lagi tertidur nyenyak ketika sedang belajar.

Pada saat itu sudah tengah malam dan memang seharusnya Christian lanjut tertidur, namun ada sesuatu yang menghalanginya untuk melanjutkan tidur nyenyaknya, mungkin fakta bahwa dalam mimpi buruknya barusan hidungnya bisa mencium dengan jelas bau darah dan bangkai, dan mereka sudah membusuk.

"Kau harusnya merasa senang tidak harus turun ke jalan, teknologi adalah masa depan umat manusia," ucap sang ratu yang sedang melihat wajah anaknya yang sedang dirias untuk konferensi pers yang akan dihadirinya beberapa saat lagi. "Aku tahu, biarkan aku melihat wajah William sekali lagi," "Pria itu tidak ingin bertemu denganmu saat ini, pun dia mau, dirinya sedang begitu sibuk sehingga tidak bisa membantu apa-apa. Kau tahu bagaimana kesibukan seorang hakim daerah."

Lampu panggung dinyalakan, kamera diarahkan, seluruh pasang mata dihadapkan pada gadis cantik berambut krim yang melihat skrip yang sudah ditulis untuknya dalam sebuah layar yang tidak tersorot kamera.

"Perkenalkan saya adalah Alianna Fritzborough, atas nama kerajaan Streissberg saya meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada setiap pihak yang terlibat, dalam batin saya tidak ada keinginan sama sekali untuk melanggar hukum adat Andalusia terkait perburuan rusa liar Andalusia. Saya mengerti kalau tindakan saya adalah sebuah tindakan yang bodoh dan tidak patut untuk diulangi, saya sudah mendapatkan ganjarannya dan berjanji untuk menjadi seseorang yang lebih baik kedepannya."

Memangnya seberapa besar kerusakan yang diperbuat olehnya? Alianna menundukkan kepalanya sambil memikirkan betapa bodohnya tindakan tersebut. Yang Alianna tahu, dirinya hanya memburu seekor hewan langka. Tindakan yang keji, namun bisa dimaklumi dan sangat mungkin dimaafkan, tinggal sedikit saja upaya untuk memulihkan nama baiknya dan semuanya akan baik-baik saja.

Begitulah kamera dimatikan dan 75% rakyat Arandolia yang mempunyai akses terhadap listrik perlahan kehilangan akses mereka terhadap tayangan sesaat barusan. Apa yang harus dilakukannya? Alianna tertegun dan ibunya melihatnya dengan wajah bangga. Sepele memang, tapi ini adalah tahap pertama untuk mencapai kedamaian antara kedua negara besar.

Pada malam yang suntuk, Christian mengajak temannya Lunndi untuk memancing bersamanya ditepi sungai kebanggaan Streissberg. "Konon sungai ini adalah tempat tinggal seekor peri yang akan memberikan sekop emas kepada mereka yang jujur," "Begitu ya?" Jawab Christian dengan nada tidak niat. "Ada yang mengganggumu lagi ya?" "Bukan masalah besar, hanya mimpi buruk. Ini hal normal," "Ceritakan saja."

Christian memandang wajah sahabatnya lalu sedikit tertawa lalu menjelaskan mimpi buruknya di pagi hari, sesuatu yang tampaknya begitu mengerikan. Lunndi memandang wajahnya prihatin lalu menepuk punggungnya, belum pernah dilihatnya Christian se-khawatir itu. "Aku pernah mengalami Medan perang sebelumnya, dan aku tidak ingin hal itu terulang," "Tenanglah, ratu kita tahu hal terbaik yang bisa dilakukan dan adikmu sudah membuat permintaan maaf," "Aku harap begitu."

Maka betapa terkejutnya ketika Christian yang kala itu, sebagai jenderal militer mendapat surat tanggapan yang dikirim khusus dari Andalusia. Sebuah respons yang terlampau sederhana untuk sebuah tindakan yang bombastis seperti konferensi pers yang dilakukan Alianna. Hatinya lebih terasa sesak tatkala dibukanya kop surat itu dan dibacanya satu persatu kalimat yang tertulis disana, yang menegaskan satu hal; satu-satunya jalan perdamaian adalah membawa kepala adiknya ke Andalusia.