Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

EUPHORIA poison

FIGU
7
chs / week
The average realized release rate over the past 30 days is 7 chs / week.
--
NOT RATINGS
91
Views
Synopsis
i no have idea

Table of contents

Latest Update1
MELLISA4 hours ago
VIEW MORE

Chapter 1 - MELLISA

Matahari perlahan naik ke langit, memancarkan sinarnya yang hangat ke seluruh penjuru desa. Burung-burung berkicau riang, mengiringi aktivitas pagi para penduduk yang sudah mulai bersiap menyambut hari baru. Namun, di kamar yang hangat dan nyaman di lantai atas sebuah rumah kecil, Mellisa masih terlelap, terbungkus dalam selimut tebalnya.

Pintu kamar Mellisa perlahan terbuka. Alice, seorang wanita cantik dengan rambut pirang terurai hingga bahu dan mata biru cerah seperti langit, melangkah masuk. Dengan lembut, dia menarik tirai jendela, membiarkan cahaya matahari masuk dan langsung menyinari wajah putrinya.

"Sudah waktunya bangun, Tuan Putri," ujar Alice sambil tersenyum. Ia mendekati tempat tidur Mellisa, duduk di tepinya, dan menggoyangkan tubuh putrinya dengan lembut.

Mellisa mengerang pelan, menekuk dahinya sambil memutar tubuh. "Baiklah... lima menit lagi," gumamnya, suaranya masih berat karena kantuk.

Alice menghela napas, lalu berdiri sambil melipat tangan. "Setelah bangun, rapikan tempat tidurmu. Sarapan sudah siap," ucapnya tegas sebelum meninggalkan kamar Mellisa.

Di Meja Makan

Alice menuruni tangga dan menuju meja makan. Di sana, suaminya, Jeff, sudah duduk sambil menikmati secangkir kopi hangat. Sebuah koran terbuka di tangannya, seolah menjadi rutinitas wajib pagi harinya.

"Lihatlah putrimu itu. Dia sungguh pemalas. Dari siapa dia mendapat sifat seperti itu?" keluh Alice, menatap suaminya.

Jeff terkekeh pelan, lalu meletakkan koran. "Biarlah. Dia harus belajar bertanggung jawab. Lagipula, dia sudah remaja sekarang," jawabnya santai sambil menyeruput kopinya.

"Kau terlalu lembut, Jeff," balas Alice dengan nada protes, meski tersirat nada geli dalam suaranya.

Tak lama kemudian, terdengar suara langkah dari tangga. Mellisa muncul dengan seragam sekolah yang rapi, rambut pirangnya diikat ke belakang, dan tas sekolah tersampir di bahunya. Tanpa berkata banyak, ia langsung duduk, mengambil roti, dan mengolesinya dengan selai stroberi.

Jeff menatap Mellisa sambil tersenyum. "Bagaimana sekolahmu, Sayang?"

"Semua terasa biasa saja," jawab Mellisa sambil mengunyah rotinya. "Oh, iya! Bulan depan ada study tour."

"Study tour? Ke mana?" tanya Jeff sambil melipat korannya.

"Ke London. Kami akan mengunjungi Natural History Museum," jawab Mellisa, matanya berbinar sejenak.

Alice yang mendengar itu langsung menimpali, "Saat di sana, kau harus berhati-hati. Jangan pernah terpisah dari teman-temanmu."

"Iya, Bu. Aku tahu. Aku bukan anak kecil lagi," balas Mellisa dengan nada sedikit kesal.

Alice tersenyum tipis, tapi nadanya tetap serius. "Justru karena kau bukan anak kecil lagi, kau harus lebih waspada terhadap orang asing."

Mellisa menghela napas panjang. "Ya, ya, aku dengar."

Obrolan ringan itu berlanjut hingga mereka selesai sarapan.

Perpisahan di Pagi Hari

Di depan rumah, Jeff dan Mellisa bersiap untuk pergi. Sebelum masuk ke mobil, Alice menghampiri Jeff. Tanpa berkata apa-apa, ia merapikan dasi suaminya dengan lembut.

"Terima kasih, Sayang," ucap Jeff sambil tersenyum hangat.

"Kami berangkat!" ujar Jeff, melambaikan tangan ke arah Alice. Mellisa mengikuti, melambaikan tangan ke ibunya sebelum masuk ke dalam mobil.

"HATI-HATI DI JALAN!" teriak Alice, suaranya terdengar jelas meski mereka sudah di dalam mobil.

Sebagai jawaban, Jeff membunyikan klakson. "HONK!"

Perjalanan Pagi

Dalam perjalanan, Jeff menyalakan radio mobil. Sebuah lagu lama yang ceria terdengar, dan tanpa ragu, ia ikut bernyanyi. Suaranya tidak terlalu merdu, bahkan sedikit fals, tapi ia tampak menikmati setiap nadanya.

Mellisa yang duduk di kursi belakang hanya bisa menghela napas, merasa sedikit terganggu. Dengan enggan, ia mengalihkan pandangan ke jendela, menyaksikan pemandangan pagi yang berlalu.

"Bagaimana, Mellisa? Suara Ayah bagus, kan?" tanya Jeff dengan nada bercanda, menoleh sekilas ke kaca spion.

"Ya... kalau Ayah ikut kompetisi menyanyi, mungkin Ayah akan jadi juri... untuk menentukan suara terburuk," jawab Mellisa sambil tersenyum tipis.

Jeff tertawa terbahak-bahak mendengar balasan itu. "Ah, kau memang putriku!"

Mellisa hanya menggeleng pelan, tapi senyum tipis masih menghiasi wajahnya. Hari yang cerah, meskipun dimulai dengan gangguan kecil, tampaknya akan menjadi awal dari petualangan baru bagi keluarga kecil itu.