Chereads / Yuki Aizawa / Chapter 1 - Bab 1

Yuki Aizawa

🇮🇩ZiG_Momen
  • 7
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 313
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Bab 1

 

Sinar matahari pagi yang hangat menembus jendela jet pribadi, menyentuh lembut wajah mungil Yuki yang terlelap dalam dekapan Ayame. Di usianya yang baru dua tahun, Yuki tampak seperti malaikat kecil dengan pipi gembul dan rambut halus sewarna tinta. Ayame tersenyum, membelai lembut kepala putranya. Di sampingnya, Kenji menatap pemandangan awan putih di luar jendela dengan tatapan teduh.

 

"Kau tahu, Ayame," ujar Kenji, suaranya lembut, "Aku selalu membayangkan masa depan Yuki. Dia akan tumbuh menjadi anak yang cerdas dan kuat, mewarisi perusahaan Haru-jisan, dan..."

 

Kenji terdiam, sebuah firasat buruk tiba-tiba menyergapnya. Jantungnya berdebar kencang, telapak tangannya berkeringat dingin. Sebagai seorang ahli tao, Kenji terbiasa merasakan energi di sekitarnya. Dan saat ini, ia merasakan sesuatu yang tidak beres, sebuah bayangan gelap yang menyelimuti mereka.

 

"Kenji, ada apa?" tanya Ayame, merasakan perubahan pada suaminya.

 

Belum sempat Kenji menjawab, jet pribadi itu tiba-tiba berguncang hebat. Alarm berbunyi nyaring, lampu-lampu berkedip-kedip. Ayame menjerit, memeluk Yuki erat-erat.

 

"Ada yang salah dengan mesin!" teriak pilot dari kokpit. "Kita akan melakukan pendaratan darurat!"

 

Kenji menatap Ayame dengan tatapan penuh cinta dan keputusasaan. Ia tahu, mereka dalam bahaya besar. Ia bisa saja menyelamatkan diri dengan kekuatan taonya, tapi bagaimana dengan Ayame dan Yuki?

 

Dalam hitungan detik, Kenji membuat keputusan. Ia akan menyalurkan seluruh energi dan kekuatan taonya kepada Yuki, berharap itu cukup untuk melindungi putranya.

 

"Ayame," ucap Kenji dengan suara bergetar, "Jika kau selamat, tolong... jaga anak kita."

 

Tanpa menunggu jawaban, Kenji memejamkan mata, memfokuskan seluruh energinya. Cahaya keemasan memancar dari tubuhnya, menyelimuti Yuki yang masih terlelap. Ayame menyaksikan dengan takjub dan ketakutan, air mata mengalir deras di pipinya.

 

DUARRR!

 

Sebuah ledakan dahsyat mengguncang pesawat. Puing-puing berterbangan di udara, dilalap api. Jet pribadi itu jatuh ke dalam hutan lebat di kaki Gunung Fuji.

 

Berita kecelakaan pesawat Kenji Aizawa menyebar dengan cepat. Kenji, pewaris perusahaan Haru Corp dan seorang pengusaha muda yang brilian, dilaporkan tewas bersama istri dan anaknya. Seluruh Jepang berduka.

 

Namun, Tuan Haru, ayah angkat Kenji dan seorang maestro bela diri, menolak percaya. Ia merasakan sebuah energi familiar di tengah reruntuhan pesawat. Dengan kecepatan dan kekuatan yang melampaui usia senjanya, ia menyusuri hutan, mencari tanda-tanda kehidupan.

 

Di tengah puing-puing yang hangus, Tuan Haru menemukan Yuki. Bayi itu terbaring lemah, namun masih bernapas. Sebuah cahaya keemasan redup melingkupi tubuhnya, melindungi dari luka parah. Tuan Haru tahu, itu adalah warisan terakhir Kenji untuk putranya.

 

Dengan hati penuh harapan dan kesedihan, Tuan Haru membawa Yuki menjauh dari tempat kecelakaan. Ia berjanji dalam hati akan menjaga dan membesarkan Yuki, mewariskan semua ilmu dan kekuatan yang dimiliki Kenji. Ia akan membantu Yuki mengungkap misteri di balik kecelakaan itu, dan menemukan kebenaran tentang nasib Ayame.

 

Wajah Tuan Haru tampak lelah dan dipenuhi guratan duka saat petugas kepolisian menyampaikan laporan hasil investigasi awal. "Kami hanya menemukan empat sampel DNA manusia di lokasi kecelakaan, Tuan Haru," ujar petugas itu dengan nada prihatin. "Identifikasi masih berlangsung, tapi... kami belum bisa memastikan identitas mereka."

 

Hati Tuan Haru mencelos. Empat DNA. Dua pilot, satu pramugari... dan siapa yang keempat? Apakah Ayame, atau kenji? Lalu kemana diantara mereka? Aku merasa Kecelakaan ini semakin terasa janggal. Firasat buruk yang dirasakan Kenji sebelum kecelakaan, jumlah DNA yang tidak sesuai, semuanya mengarah pada satu kesimpulan: ini bukan kecelakaan biasa.

 

"Aku mengerti," ucap Tuan Haru dengan suara serak, berusaha menyembunyikan kecemasannya. "Terima kasih atas informasinya."

 

Setelah petugas itu pergi, Tuan Haru merenung. Ia harus melindungi Yuki. Jika ada pihak yang sengaja mencelakai Kenji, Yuki pasti dalam bahaya. Ia harus menghilangkan jejak, memutus semua hubungan yang mungkin membahayakan cucunya.

 

"Maafkan kakek, Yuki," gumamnya lirih, menatap Yuki yang tengah tertidur pulas di gendongannya. "Kakek harus melindungimu, apapun harganya."

 

Keesokan paginya, dunia bisnis Jepang gempar dengan berita yang mengejutkan: Tuan Haru, sang legenda yang membangun Haru Corp dari nol, mengumumkan akan menjual seluruh aset perusahaannya. Spekulasi bermunculan, namun tak seorang pun tahu alasan sebenarnya di balik keputusan drastis itu.

 

Di balik layar, Tuan Haru bergerak cepat. Ia mengurus semua keperluan untuk pindah ke Amerika secara diam-diam. Hanya Goro, tangan kanannya yang paling terpercaya, yang ia bawa serta. Goro adalah seorang pria paruh baya dengan wajah keras dan tatapan tajam, seorang ahli bela diri yang setia dan berdedikasi.

 

Dengan identitas baru dan kehidupan yang jauh berbeda, Tuan Haru memulai kembali di Amerika. Ia membangun bisnis baru, kali ini di bidang teknologi, dan dengan cepat mencapai kesuksesan. Namun, ia selalu menghindari publikasi dan menjaga identitasnya rahasia. Fokus utamanya hanya satu: membesarkan Yuki dan melindunginya dari bayang-baya

 

ng masa lalu.

 

Bulan purnama menyinari lembah Boulder, cahayanya menembus jendela kamar Tuan Haru. Di tengah keheningan malam, ingatan Tuan Haru melayang ke masa lalu, ke suatu sore yang cerah di sebuah taman di Tokyo, tiga puluh tahun yang lalu.

 

Saat itu, Tuan Haru, meski sudah menjadi seorang konglomerat terkenal, lebih suka mengenakan pakaian sederhana dan menyepi di taman untuk menenangkan pikiran. Ia sedang asyik membaca buku di bawah pohon sakura yang sedang mekar penuh, ketika suara ribut anak-anak memecah kesunyian.

 

Sekelompok anak laki-laki berlarian di antara pepohonan, mengejar seorang anak yang lebih kecil. Tuan Haru awalnya tidak terlalu memperhatikan, mengira itu hanya permainan biasa. Namun, tawa ceria anak-anak itu berubah menjadi teriakan marah. Mereka mengerubungi anak yang lebih kecil, menendang dan memukulinya tanpa ampun.

 

Tuan Haru terkejut. Ia segera berdiri dan bersiap untuk meleraikan mereka, namun ia tertegun melihat anak yang dikeroyok itu melawan dengan gigih. Dengan gerakan lincah dan tenaga yang mengejutkan untuk ukuran tubuhnya, ia berhasil menjatuhkan satu per satu penyerangnya. Namun, ia jelas kewalahan. Akhirnya, ia pun tumbang, terkapar lemas di tanah.

 

Tanpa ragu, Tuan Haru berlari mendekati anak itu. Ia mengusir para pengeroyok dan dengan hati-hati mengangkat tubuh kecil yang penuh luka itu. Wajah anak itu pucat, napasnya tersengal-sengal. Tuan Haru membawanya pulang ke rumahnya yang megah.

 

Kenji terbangun dengan kening berkerut. Ia menatap sekeliling dengan bingung, mencoba mengingat apa yang terjadi. Ia berada di sebuah kamar yang luas dan mewah, jauh berbeda dengan kamar sempit di panti asuhan tempatnya tinggal. Seorang pria paruh baya dengan wajah ramah duduk di samping tempat tidurnya.

 

"Tenang saja, kau aman sekarang," kata pria itu dengan suara tenang. "Kau ada di rumahku. Siapa namamu?"

 

"A-aku Kenji," jawab Kenji dengan suara lirih.

 

Tuan Haru tersenyum. "Namaku Haru. Bisa kau ceritakan apa yang terjadi? Di mana keluargamu?"

 

Kenji menunduk, air matanya berlinang. "Aku tidak punya keluarga. Aku tinggal di panti asuhan." Ia menceritakan kisah hidupnya yang sebatang kara, hidup berpindah-pindah dari satu panti asuhan ke panti asuhan lainnya.

 

Mendengar cerita Kenji, hati Tuan Haru terenyuh. Ia teringat pada istrinya yang telah meninggal dunia beberapa tahun lalu. Mereka belum sempat memiliki anak, dan Tuan Haru tidak pernah menikah lagi karena cinta dan kesetiaannya pada mendiang istrinya. Melihat Kenji, ia merasakan sebuah ikatan yang kuat, seolah-olah takdir telah mempertemukan mereka.

 

"Kenji," kata Tuan Haru dengan lembut, "Maukah kau menjadi anakku?"

 

Kenji terkejut. Ia menatap Tuan Haru dengan mata berbinar. "Benarkah?"

 

Tuan Haru mengangguk. "Ya, Kenji. Aku ingin kau menjadi keluargaku."

 

Dan pada saat itu, sebuah ikatan baru terbentuk, ikatan antara seorang ayah dan anak yang dipersatukan oleh takdir.

 

Tuan Haru, dengan naluri seorang ayah, menyadari potensi luar biasa yang terpendam dalam diri Kenji. Ia tak hanya ingin memberikan kehidupan yang layak bagi Kenji, tapi juga ingin membekali anak angkatnya itu dengan ilmu dan keterampilan yang akan membantunya meraih masa depan yang gemilang.

 

Maka, selain menyekolahkan Kenji di sekolah terbaik di Tokyo, Tuan Haru juga mendaftarkannya ke sebuah perguruan bela diri ternama. Di sana, Kenji dilatih oleh seorang guru yang tak lain adalah sahabat dekat Tuan Haru sendiri, seorang master Tao yang disegani.

 

Sejak hari pertama, bakat alami Kenji terpancar. Ia bukan hanya cerdas dan cepat belajar, tapi juga memiliki fisik yang kuat dan lincah. Dalam sebuah sesi latihan tanding melawan seniornya, Kenji memang kalah, namun gerakannya yang gesit dan refleksnya yang tajam membuat sang guru terkesima.

 

"Anak ini istimewa, Haru," ujar sang guru kepada Tuan Haru suatu hari. "Ia memiliki bakat alami dalam seni Tao. Aku belum pernah melihat potensi sebesar ini sebelumnya."

 

Tuan Haru tersenyum bangga. Ia tahu ia telah membuat keputusan yang tepat dengan mengambil Kenji sebagai anaknya.

 

Tahun demi tahun berlalu, Kenji tumbuh menjadi pemuda yang tangguh dan berwibawa. Ia menguasai teknik-teknik Tao dengan cepat, bahkan melampaui ekspektasi gurunya. Ia mampu mengendalikan energi dalam dirinya, membuka meridian hingga mencapai tingkat "Alam Gelap", sebuah pencapaian yang jarang dicapai oleh praktisi Tao seusianya.

 

"Alam Gelap" bukanlah tempat yang gelap dan menakutkan seperti namanya. Ia adalah sebuah tingkatan kesadaran yang mendalam, di mana seorang praktisi Tao mampu merasakan dan mengendalikan energi qi di tingkat sel dan molekul. Dalam keadaan ini, indera fisik mencapai ketajaman maksimal, intuisi meningkat, dan batin terhubung dengan aliran energi alam semesta. Kenji, meski masih muda, telah mencapai tingkat ini berkat bakat alami dan latihan kerasnya. Ia mampu merasakan getaran halus di sekitarnya, melihat aura makhluk hidup, dan bahkan mempengaruhi aliran energi untuk menyembuhkan atau melindungi.

 

Suatu hari, sang guru memanggil Kenji ke ruang latihan pribadinya. "Kenji," ucapnya dengan serius, "kau telah menguasai semua yang kuajarkan. Kau memiliki potensi untuk menjadi master Tao yang hebat."

 

Kenji menunduk hormat. "Terima kasih, Guru."

 

"Namun," lanjut sang guru, "kini saatnya kau fokus pada pendidikan formalmu. Haru telah banyak berinvestasi padamu, dan ia pasti akan mewariskan perusahaannya kepadamu. Kau harus siap menerima tanggung jawab itu."

 

Kenji terdiam sejenak. Ia mengerti maksud gurunya. Ia tidak bisa hanya fokus pada seni bela diri. Ia juga harus menjadi pemimpin yang bijaksana dan bertanggung jawab.

 

Dengan hati berat, Kenji berpamitan pada gurunya. Ia berjanji akan selalu menghormati ajaran Tao dan menggunakan kekuatannya untuk kebaikan. Ia akan membuktikan pada Tuan Haru bahwa ia layak menjadi penerusnya.

 

 

Â