Chereads / Bayangan Para Penyintas / Chapter 6 - Part 5Bahaya yang Mengintai

Chapter 6 - Part 5Bahaya yang Mengintai

Hari kelima di dunia yang telah berubah menjadi neraka ini dimulai dengan ketegangan. Rey, Maya, dan ibunya melangkah dengan hati-hati melewati jalanan yang sunyi. Kota yang dulu ramai kini berubah menjadi labirin berbahaya, penuh dengan jebakan mematikan dan makhluk yang tak henti memburu mereka.

Mereka sudah berjalan selama beberapa jam sejak meninggalkan rumah tua itu. Persediaan mereka mulai menipis, dan kelelahan tampak jelas di wajah ibunya. Rey menoleh sesekali, memastikan ibunya masih bisa mengikutinya.

"Kita perlu berhenti sebentar," kata Rey akhirnya, melihat ibunya mulai tertatih-tatih.

Maya mengangguk, menunjuk ke sebuah bangunan kecil di sisi jalan. "Di sana. Kita bisa bersembunyi sementara."

Bangunan itu tampaknya bekas toko kelontong. Pintu depannya rusak, dan jendela-jendelanya pecah, tetapi bagian dalamnya tampak cukup aman untuk digunakan sebagai tempat istirahat singkat.

---

Saat mereka masuk, Maya segera memeriksa ruangan untuk memastikan tidak ada zombie. Rey membantu ibunya duduk di sudut, lalu memberikan sebotol air.

"Bu, kita hanya perlu bertahan sedikit lagi," kata Rey, mencoba memberikan semangat.

Ibunya tersenyum lemah. "Kamu sudah melakukan banyak hal, Rey. Ibu bangga padamu."

Maya kembali dengan membawa beberapa kaleng makanan yang ia temukan di rak yang masih utuh. "Tidak banyak, tapi ini bisa membantu."

Rey membuka salah satu kaleng itu dengan pisau, lalu membaginya dengan yang lain. Mereka makan dalam diam, hanya ditemani suara angin yang berdesir di luar.

Namun, ketenangan itu tidak berlangsung lama.

Dari kejauhan, terdengar suara langkah kaki yang berat dan tidak teratur. Maya segera berdiri, memegang tongkat logamnya. Rey mengikuti, mengangkat pedang kayunya dengan waspada.

"Zombienya banyak," bisik Maya. "Kita harus keluar dari sini sebelum mereka sampai."

Rey membantu ibunya berdiri. Mereka bertiga mulai bergerak ke pintu belakang, mencoba keluar sebelum kelompok zombie itu tiba. Namun, ketika mereka membuka pintu, suara pintu berderit menarik perhatian salah satu makhluk.

Zombie itu menggeram keras, dan suara itu memicu reaksi dari zombie lain. Dalam hitungan detik, kelompok besar zombie mulai bergerak menuju toko itu.

---

Rey dan Maya memimpin jalan, sementara ibunya mencoba mengikuti sekuat tenaga. Jalanan di depan penuh dengan puing-puing, membuat mereka harus bergerak dengan hati-hati.

"Ke sini!" seru Maya, menunjuk ke sebuah gang sempit di antara dua gedung.

Mereka berlari masuk ke gang itu, tetapi zombie-zombie itu terus mengejar, semakin dekat setiap detiknya. Rey tahu mereka tidak bisa terus berlari tanpa rencana.

"Kita harus melawan mereka di sini," kata Rey, berhenti di tengah gang.

"Kau gila?" balas Maya. "Mereka terlalu banyak!"

"Kita tidak punya pilihan lain! Kalau kita terus lari, mereka akan mengejar kita sampai kita kehabisan tenaga."

Maya menggertakkan giginya, tetapi akhirnya mengangguk. "Baik. Tapi kita harus cepat."

Rey dan Maya mengambil posisi, sementara ibunya bersembunyi di belakang tumpukan kotak kayu. Zombie pertama yang masuk ke gang segera dihadapi oleh Maya. Dengan satu ayunan tongkat logamnya, ia menghantam kepala makhluk itu hingga terjatuh.

Rey menyerang zombie berikutnya, mengayunkan pedang kayunya dengan kekuatan penuh. Meskipun senjatanya tidak setajam pedang sungguhan, itu cukup untuk melumpuhkan zombie yang mendekat.

---

Pertempuran itu berlangsung sengit. Maya bergerak dengan cekatan, memanfaatkan ruang sempit gang untuk mengurangi jumlah zombie yang bisa menyerang sekaligus. Rey, di sisi lain, menggunakan semua teknik yang ia pelajari dari game untuk mengatasi makhluk-makhluk itu.

Namun, jumlah zombie terlalu banyak. Mereka mulai kewalahan, dan salah satu zombie hampir berhasil mendekati ibunya.

"Ibu, awas!" teriak Rey.

Ia segera melompat ke depan, memukul zombie itu dengan pedangnya. Makhluk itu terjatuh, tetapi sebelum Rey sempat menyerangnya lagi, zombie lain menarik lengannya.

Maya berlari ke arah Rey, menghantam zombie itu dengan tongkatnya. "Kita harus keluar dari sini sekarang!"

Rey mengangguk, napasnya terengah-engah. Mereka berdua membantu ibunya berdiri, lalu mulai berlari lagi.

---

Akhirnya, mereka menemukan sebuah gedung tinggi yang tampak kosong. Mereka masuk melalui pintu samping dan segera mengunci pintu di belakang mereka. Suara zombie di luar masih terdengar, tetapi mereka tidak bisa masuk.

Di dalam gedung itu, mereka menemukan tangga darurat yang mengarah ke lantai atas. Rey memutuskan untuk membawa ibunya ke lantai atas, menjauh dari bahaya di bawah.

Setelah sampai di lantai tiga, mereka menemukan sebuah ruangan yang cukup aman. Rey dan Maya segera memeriksa ruangan itu, memastikan tidak ada ancaman.

"Kita bisa bermalam di sini," kata Maya akhirnya.

Rey mengangguk, lalu membantu ibunya duduk di salah satu kursi yang ada di ruangan itu. "Ibu, kita aman sekarang."

Ibunya hanya mengangguk, tampak terlalu lelah untuk berbicara.

---

Malam itu, Rey dan Maya bergantian berjaga. Di luar, suara zombie masih terdengar samar-samar, tetapi mereka tahu bahwa tempat ini cukup aman untuk sementara waktu.

Saat giliran Maya berjaga, Rey mendekatinya. "Maya, terima kasih. Tanpa kau, aku tidak tahu apa yang akan terjadi pada kami."

Maya tersenyum tipis. "Kita saling membantu, Rey. Itulah satu-satunya cara kita bisa bertahan di dunia ini."

Rey mengangguk, merasa bersyukur telah bertemu dengan Maya. Meskipun dunia ini penuh dengan kegelapan, kehadiran Maya memberinya harapan untuk terus bertahan.

Di tengah malam yang sunyi itu, mereka berdua duduk di dekat jendela, memandang ke luar. Dunia di luar mungkin telah hancur, tetapi di dalam ruangan kecil itu, mereka menemukan secercah harapan.