Chapter 3 - Bab 3

Sudah hampir tiga minggu semenjak pertemuan unik Chaby dan Pika. Dari yang awalnya hanya pertemuan tak terduga di di gerbang sekolah, kini mereka telah menjadi teman dekat. Apalagi mereka sekelas, jadi kesempatan untuk menghabiskan waktu bersama pun semakin banyak. Pika pun mulai mengenal sifat asli Chaby yang menurutnya lucu dan sangat bertolak belakang dengan dirinya.

Pika suka makan pedas, Chaby tidak bisa. Pika suka baca komik, Chaby sukanya nonton film kartun. Pika suka olahraga, Chaby hobinya tidur. Bahkan sekali lari keliling lapangan, seluruh badannya bisa sakit-sakitan. Satu hal lagi, Chaby itu orangnya ceroboh dan penakut. Ia juga sangat manja sama orang yang sudah dekat dengannya.

"By, kantin yuk," ajak Pika, menarik tangan Chaby. "Ngapain ke kantin sih Pik, kan kita baru selesai makannya," ujar Chaby yang membiarkan kakinya mengikuti Pika ke kantin. Pandangan Chaby lurus dan fokus ke depan kantin yang akan mereka masuki. Ia membaca papan nama di depan kantin itu. "Nggak salah apa? Ini kan kantin kelas dua belas, ngapain kita kesini?" ucapnya takut-takut. Emang dasar dianya aja yang penakut.

"Gue harus temuin seseorang," balas Pika, terus melangkah masuk ke kantin kelas dua belas yang luar biasa ramainya. Bahkan ada cukup banyak anak kelas sepuluh di kantin itu. Alasannya hanya satu. Di kantin kelas dua belas ada sekelompok cowok-cowok tampan dengan wajah dan pesona yang membuat banyak siswi tergila-gila pengen dapat perhatian mereka. Beberapa di antara mereka ada Decklan, Bara dan Andra. Tiga cowok yang selalu menjadi topik utama sekolah ini.

"Kayak Pika tuh," ujar Andra saat melihat Pika muncul dari balik pintu. Bara dan Decklan ikut mengangkat wajah mereka, melihat ke arah yang ditunjuk Andra. Pika langsung berjalan menuju meja mereka, dan Chaby pun mengikutinya dengan perasaan gugup.

"Hai Deklan, Bara, Andra," sapa Pika, sambil tersenyum. "Hai Pika," jawab merekdiprediksi kecuali Deklan. Chaby hanya diam, matanya tertuju pada ketiga cowok itu. Mereka memang tampan. Tinggi, berwajah tegas, dan memiliki aura yang membuat siapapun yang melihatnya merasa terpesona.

"Ini temen gue, Chaby," kata Pika, memperkenalkan Chaby. "Hai," sapa Chaby, gugup. "Hai," jawab mereka kecuali Deklan, sambil tersenyum ramah. Chaby merasa jantungnya berdebar kencang. Ia tak menyangka akan bertemu dengan tiga cowok idola sekolah ini.

"Kalian lagi ngapain disini?" tanya Pika. "Lagi ngobrol," jawab Bara. "Gue mau ngomong sama Decklan," kata Pika, sambil melirik ke arah Decklan. "Oke," jawab Decklan dingin. Chaby hanya diam, memperhatikan mereka.

"By, kamu duduk aja dulu ya. Gue bentar," kata Pika, sambil menarik kursi untuk Chaby. "Oke," jawab Chaby, sambil duduk di kursi yang ditunjuk Pika. Ia merasa canggung berada di tengah-tengah tiga cowok tampan itu.

Pika pun mulai berbicara dengan Decklan, sedangkan Chaby hanya diam, memperhatikan mereka. Ia merasa seperti sedang berada di film. Ia tak menyangka akan bertemu dengan cowok-cowok tampan ini, apalagi di tempat yang tak terduga seperti kantin kelas dua belas.

"By, kamu mau minum apa?" tanya Pika, yang baru saja selesai berbicara dengan Decklan. "Nggak usah, Pik. Aku kenyang," jawab Chaby. "Yaudah, gue pesen buat kamu," kata Pika, sambil beranjak dari duduknya.

Chaby hanya mengangguk. Ia merasa canggung berada di tengah-tengah mereka. Ia tak ingin membuat Pika merasa risih dengan kehadirannya.

"Manis banget," puji Andra lagi dengan ekspresi terpesona, matanya berbinar melihat Chaby. Namun, pujian itu langsung mendapat tatapan maut dari Pika. Ia tahu betul Andra adalah tipe cowok playboy, dan itu membuatnya sangat protektif terhadap sahabatnya. Terlebih lagi, Chaby masih sangat polos dan naïf.

Andra hanya cengengesan melihat tatapan Pika yang tajam, sementara Decklan, sang kakak, hanya menatap adiknya dengan ekspresi datar. Dalam hati, ia merasa heran karena baru kali ini Pika mau berteman dan sangat menyukai teman barunya itu. Tidak seperti biasanya, Pika dikenal sebagai gadis yang sangat tertutup dan tidak suka menjalin kedekatan dengan orang lain.

Decklan mengingat kembali saat Mama mereka bertanya mengapa Pika tidak mau memiliki sahabat dekat. Pika selalu memiliki beragam alasan, mulai dari "teman itu merepotkan" hingga "sahabat hanya akan membuatmu terluka." Namun, sekarang, melihat Pika yang antusias berbicara dengan Chaby, Decklan merasa ada sesuatu yang berbeda.

Sementara itu, Chaby yang tidak menyadari ketegangan di antara mereka hanya tersenyum manis, berusaha menjawab Andra dengan ramah. "Makasih, Andra. Kamu juga baik banget," katanya, membuat Andra semakin bersemangat.

Pika merasa hatinya berdesir. Ia tidak ingin Chaby terjebak dalam pesona Andra yang licik. "Eh, Andra, jangan terlalu banyak menggoda Chaby, ya?" tegur Pika dengan nada serius. "Dia bukan tipe cewek yang bisa kamu mainkan."

Andra mengangkat alisnya, sedikit terkejut dengan respons Pika. "Tenang aja, Pika. Gue cuma mau bersahabat. Nggak ada niat jahat kok," jawabnya dengan nada santai.

Namun Pika tetap tidak merasa nyaman. "Mungkin kamu bisa bersahabat dengan cara yang lebih baik, Andra," balasnya, menekankan bahwa ia tidak ingin melihat sahabatnya terluka.

Decklan mengamati interaksi itu dengan seksama. Ia berpikir, mungkin sudah saatnya Pika membuka diri. "Hey, kita seharusnya bersenang-senang, kan? Kenapa tidak kita semua pergi ke taman setelah sekolah?" usulnya, mencoba meredakan ketegangan yang ada.

Pika dan Chaby saling memandang, lalu mengangguk setuju. Momen itu terasa seperti awal dari persahabatan baru, meski Decklan tahu, tantangan di depan masih banyak, terutama dengan karakter Andra yang sulit diprediksi.