5. Percaya Diri
"Kalau kamu tidak ingin kalah dari mereka, kamu harus lebih berani. Jangan terlalu banyak berpikir atau gagap saat bicara," kata Ren tegas.
Miyuki mencatat kata-kata Ren di notebook yang dibawanya. Namun, di dalam hati, ia bertanya-tanya kenapa pemuda itu begitu peduli dan repot-repot membantunya.
"Jujur saja, menurutku lebih baik kamu menyerah."
"Apa? Tidak mungkin! Kenapa tiba-tiba kamu menyuruhku menyerah?"
"Dengar dulu, Miyuki."
Ren memperhatikan cara bicara Miyuki yang cenderung berbelit-belit. Ia juga merasa penampilan Miyuki terlalu kaku dan jauh dari kesan menarik.
"Kita mulai dengan pergi ke salon akhir pekan nanti."
"Salon? Kenapa aku harus ke salon?" Miyuki menatap Ren dengan bingung.
"Ayolah. Penampilan dan daya tarik itu penting. Lihat saja mereka berempat—selalu tampil modis dan percaya diri. Sementara kamu?" Ren melirik rok panjang Miyuki yang tampak jauh dari gaya siswi seusianya. "Bahkan rokmu saja terlalu panjang untuk standar anak sekolah."
"Kenapa? Kenapa ini jadi masalah besar? Apa aku terlihat aneh? Rokku terlalu pendek... Aku merasa malu. Ini benar-benar memalukan."
"Makanya, aku bilang kamu lebih baik menyerah saja. Kamu tahu, kan? Kebanyakan laki-laki suka gadis yang percaya diri dan berani."
"Eh...? Ryuji-kun suka tipe seperti itu? Tidak mungkin! Aku yakin dia tidak menyukai gadis seperti itu!"
"Ryuji itu laki-laki. Tentu saja dia punya selera. Aku juga laki-laki, dan kami semua menyukai gadis dengan kaki jenjang seperti itu."
Miyuki menatap kosong, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Hatinya bergejolak. Jika ini yang harus dilakukannya, dia merasa tidak sanggup. Namun, di sisi lain, menyerah juga bukan pilihan.
Melakukan hal ini mungkin akan membuatnya terlihat jauh dari kesan gadis baik-baik. Tapi demi seseorang yang dia cintai, dia rela untuk berjuang.
"Kamu pikir dengan berpenampilan apa adanya semuanya akan berubah begitu saja?" tanya Ren, menatap Miyuki dengan tatapan tajam.
Mata Miyuki mulai berkaca-kaca. "Apakah ini benar-benar perlu? Haruskah aku melakukannya?" tanyanya dengan suara lirih.
Ren menghela napas dan berkata dengan tenang, "Itu keputusanmu. Aku hanya berusaha membantumu agar dia tidak terus memandangmu sebelah mata."
---
Akhirnya, pada Minggu pagi, Miyuki pergi bersama Ren ke salon. Di sana, ia memotong rambut panjangnya menjadi jauh lebih pendek. Saat melihat bayangannya di cermin, Miyuki hampir tak percaya. Hanya dengan memotong rambut, penampilannya sudah tampak begitu berbeda—seolah ada sihir yang mengubah dirinya.
Setelah itu, mereka pergi menyesuaikan ukuran seragam sekolah Miyuki. Untungnya, perubahan kecil pada seragam tidak melanggar peraturan sekolah. Saat Miyuki mencobanya, wajahnya memerah karena malu, sementara Ren mengangguk puas melihat hasilnya.
Kemudian, Ren mengeluarkan gaun modis berwarna putih yang panjangnya hanya sampai di atas lutut, bahkan lebih pendek. Miyuki melangkah dengan gugup saat mengenakannya. Ia tidak pernah memakai pakaian yang menurutnya terlalu berani seperti ini.
"Wah..." seru Miyuki pelan sambil memandangi dirinya di cermin.
"Nah, lihat? Gadis desa sudah berubah, kan?" kata Ren dengan nada bangga.
"Uh... gadis desa..." gumam Miyuki lirih, pipinya masih memerah.
Miyuki menatap bayangannya di cermin sekali lagi, mencoba membiasakan diri dengan perubahan drastis ini. Pipinya masih terasa panas, tetapi ada sedikit rasa percaya diri yang mulai muncul di hatinya.
"... terima kasih," ucap Miyuki lirih namun tulus. "Aku tidak pernah berpikir bisa terlihat seperti ini."
Ren tersenyum tipis. "Ingat, ini baru permulaan. Sisanya tergantung bagaimana kamu membuktikan diri."
Miyuki mengangguk mantap. Semua ini demi memperjuangkan cintanya.