Pagi hari, di kereta kuda dalam perjalanan menuju Kerajaan Nothredam.
"Hmmm ceritanya mulai dari mana ya ... ahh, mungkin dari sini. Saat aku tengah tertidur lelap, sebuah cahaya terang tiba - tiba muncul. Lalu entah bagaimana caranya, aku sudah ada di depan singgasana raja . Ya singkat saja, aku diberitahu kalau aku dipanggil untuk menjadi seorang pahlawan. Aku juga diberitahu kalau aku mempunyai mana sihir yang luar biasa, dan diharapkan bisa mengalahkan Raja Iblis nantinya. Setelah diberitahu, aku mulai belajar cara menggunakan sihir seperti cara merapal mantra, menghafal berbagai mantra sihir, pokoknya kegiatan yang benar - benar membosankan. Tapi ya hal itu membuahkan hasil, dimana aku mampu menguasai sihir dalam waktu 3 hari saja."
"3 hari? Kamu mengada - ngada ya?"
"Eh beneran loh ya. Esoknya aku dibawa menuju medan perang, menghajar habis para pasukan Raja Iblis. Puncaknya, aku berhasil membabat habis 1 kompeni pasukan Raja Iblis dalam sekali serang."
"Aku mendengar itu. Kabarnya itu membuat para petinggi berkumpul."
"Tuh kan, gila enggak tuh."
"Kamu terlalu sombong. Lanjutkan ceritamu."
"Kabar itu menggema di seluruh kerajaan. Orang - orang mulai menganggapku sebagai pahlawan. Sampai saat penyerangan di kota Zaitsya, semua itu sirna. Saat itu aku bertemu kamu, seorang iblis, tidak — vampir yang anggun nan cantik."
"Tolong hentikan. Itu menjijikkan." Clarissa memberiku tatapan jijik.
"Waktu itu banyak sekali prajurit yabg benci kepadamu. Ya mau bagaimana lagi, kamu katanya ras iblis langka. Belum lagi kamu juga anak buah tujuh petinggi Kerajaan Iblis kan. Saat aku melihat mereka mau menyentuhmu, aku naik pitam. Kamu ingat kan aku menyuruh mereka berhenti, tapi mereka menolak. Ya sudah mau bagaimana lagi, terpaksa aku menghabisi mereka semua. Kalau enggak salah, ada selusin prajurit perang yang aku habisi."
"Singkatnya aku dibawa ke hadapan Raja untuk mempertanggung jawabkan perbuatanku. Menyebalkan, bisa - bisanya pak tua itu berkata kalau perbuatan yang dilakukan oleh prajurit yang aku habisi itu sah - sah saja. Kalau seperti itu, apa bedanya kita dengan mereka. Aku akhirnya divonis mati oleh pak tua bodoh itu."
"Tapi bagaimana kamu masih hidup sekarang."
"Tentu saja dengan negosiasi. Aku meminta kepada pak tua itu untuk menyegel mana-ku saja. Alasannya sih supaya aku tidak melakukan hal yang membahayakan mereka saja. Seperti yang kau lihat sekarang, aku dibebaskan tapi dibuang jauh ke kerajaan paling utara."
"Kamu ini lumayan sinting juga ya. Hei di dunia ini sihir adalah kekuatan paling hebat. Bisa dibilang sihir adalah segala - galanya. Bahkan semakin besar jumlah mana sihirmu, maka semakin mudah bagimu untuk mendapat status bangsawan."
"Clarissa, apa kamu tahu karakter penjahat berwarna ubi ungu di film yang aku tonton bulan kemarin katakan?"
"Kamu ini bodoh atau gimana! Tentu saja tidak. Lagian film itu apa?" Clarissa terdengar kesal.
"Harusnya kamu mengincar kepalaku, itulah yang ia katakan. Gini - gini aku anak yang pintar tahu. Bahkan di sekolahku aku disebut anak ajaib. Itu kenapa isi kepalaku lebih berharga daripada sihir magis bodong itu."
"Baiklah tuan anak ajaib, bagaimana kamu bisa membuktikan ucapanmu itu?"
"A-aku juara olimpiade sains 4 kali. 2 di SMP, dan 2 di SMA. Itu juga bukan tingkat kota, tapi nasional ya."
"Apa itu? Olimpiade? Aku tidak tahu menahu tentang itu. Lagian itu hanya berlaku di duniamu saja. Yang aku tanyakan kan bukti di dunia ini."
Menyebalkan. Cantik - cantik tapi mulutnya tajam seperti pedang.
"Akui saja kalau kamu itu tidak ada apa - apanya tanpa sihir," ucap Clarissa dengan nada mengejek.
"Akan kubuktikan nanti bahwa kekuatan sains akan menguasai dunia ini. Kamu lihat saja nanti."
Clarissa hanya tersenyum mengejek.
"Omong - omong tuan elf, berapa lama kita akan sampai ke Nothredam?" Aku menanyakan kepada pak kusir didepan yang seorang ras elf.
"Panggil saja aku Charles. Untuk waktu sampai kira - kira memakan waktu 35 hari. Itu belum ditambah waktu istirahat ya."
"Waahhh ... lama sekali," ucapku tak percaya.
"Memangnya kenapa? 35 hari itu terbilang cukup cepat loh," celetuk Clarissa.
"Haahhh..." aku menghela nafas.
"Asal kamu tahu, di dunia tempatku tinggal ada sebuah teknologi sains bernama kereta api. Dengan teknologi ini, jarak hitungan jam menjadi hitungan menit, hitungan hari menjadi hitungan jam, dan hitungan puluhan hari menjadi hitungan hari."
"HEH?! Ada benda yang seperti itu?" Charles langsung berbalik, seolah terkejut dengan perkataanku tadi.
"Tentu saja. Bahkan kami punya benda yang lebih gahar lagi. Kami menyebutnya dengan pesawat. Dengan teknologi ini, jarak waktu 35 hari bahkan bisa dipangkas menjadi hitungan jam saja."
"Luar biasa. Tapi, apakah benda yang kamu sebutkan tadi bisa diwujudkan di sini?" tanya Clarissa penasaran.
"Ya sebenarnya bisa saja. Asal kita sudah menginjakkan kaki ke abad revolusi industri. Tchh ... jangankan revolusi industri, abad renaisans saja belum sampai. Jadi ya kalian bersabar saja. Kudoakan panjang umur dah."
"Reinasans? Revolusi industri? Memangnya itu apa?" tanya Charles.
"Ah itu semacam periode membagi waktu. Reinasans bisa dibilang waktu kebangkitan, dimana ilmu pengetahuan, seni, dan sastra berkembang. Dari pengamatanku, dunia ini bahkan masih belum masuk zaman renaisans sama sekali."
"Memangnya kamu tahu itu darimana?" tanya Clarissa.
"Benar. Kita sudah banyak memiliki banyak benda ajaib seperti kereta kuda ini, atau bangunan seperti istana megah Kerajaan Heden," ujar Charles.
"Itu saja belum cukup. Dunia ini masih dipengaruhi entitas gereja Order. Misalnya, pengetahuan dan cara berpikir yang ada harus sesuai dengan dogma gereja. Kalau tidak, tentu kamu akan di cap pembangkang oleh mereka bukan."
"Benar sekali. Ya untungnya aku bukan anggota Order jadi aku tidak terikat dengan hal begituan." Charles terkikih.
"Lalu revolusi industri itu apa?" Clarissa bertanya lagi.
"Oh itu sebuah zaman dimana pekerjaan yang dilakukan manusia atau hewan akan diganti oleh mesin."
"Mesin?" tanya mereka berdua.
"Benar. Sebuah alat yang memudahkan manusia, itulah mesin. Dengan mesin, kamu tak perlu susah - susah mencangkul lagi. Dengan mesin juga, kamu bisa bepergian dengan cepat."
"Gila! Omong - omong kapan kamu akan membuat ini semua tuan Akira?" Charles terkagum - kagum.
"Hahaha ... intinya kita harus sampai dulu ke Nothredam."
"Okee."