[Pov Leo]
Aku Leonard Delphine yang merupakan adik (kandung) dari Penny Delphine. Saat ulang tahunku yang ke-15, Kami mengalami kecelakaan dalam perjalanan menjenguk kakak dirumah sakit. Tiba-tiba saja ada mobil truk yang menghantam sebelah kanan mobil Ayah, dimana Ibu berada. Ayah yang terkejut tidak sempat membanting setirnya yang mengakibatkan Ibuku meninggal ditempat. Ajaibnya meskipun mobil kami terpental begitu jauh, namun aku dan Ayah masih bisa selamat. Aku hanya mendapat luka ringan sedangkan ayah harus melakukan operasi karena terjepit yang mengakibatkan kaki sebelah kanannya patah. Polisi yang menyelidiki kasus ini menyimpulkan bahwa ini adalah kecelakaan tunggal.Dilihat dari CCTV jalanan, kalau ayah yang menabrak truk yang tengah diam dibahu jalan saat sedang menunggu petugas derek datang.
"Saksinya adalah sopir truk itu sendiri" ujar polisi tersebut
Ayah yang tak percaya dengan semua bukti dari polisi itu kemudian mulai berteriak histeris bak anak kecil yang baru saja kehilangan mainannya. Ya, kami tau jika itu sangat tidak masuk akal. Jelas-jelas aku melihat truk itu yang berjalan dari samping mobil dengan kecepatan penuh seperti menabrakannya dengan sengaja.
Setelah kejadian itu, ayah selalu mengurung diri di basement tempat ayah biasa bekerja. Selesai acara pemakaman ibu, kakek dan nenek selalu sibuk menyalahkan ayah, karena mereka pikir anaknya tidak akan meninggal jika ayah menyetir dengan benar. Aku sangat benci dengan keadaan ini.
*Tok tok* aku mengetuk pintu basement untuk memberikan makanan yang aku masak seadanya.
"Ayah? Ini aku Leo."
"..."
"Umm.. ayah? Aku membawakan makanan untukmu, aku mohon makanlah walau sedikit ya?"
"Ini sudah 4 hari kau tidak keluar dari sana bahkan hanya untuk bernafas" tambahku cemas.
Namun tidak kunjung ada jawaban darinya, aku yang khawatir kemudian membuka pintu dengan paksa, betapa terjekutnya aku saat melihat pemandangan mengerikan tersaji didepanku. Ayah yang sudah tak sadarkan diri, bahkan sudah tidak bernyawa bergelantung diatas meja kerjanya. Aku dengan segara menelepon 911, berbicara dengan sangat terbata karena panik. Tak lama, polisipun datang dan mengamankan TKP. Namun aneh, tidak ada satupun polisi yang menyelidiki tempat ayah ditemukan meninggal.
"Apa kasus kali ini dia yang memintanya sendiri untuk menyelidiki lebih lanjut?"
"Well, aku rasa begitu. Kelapa polisi bilang dia yang ingin turun tangan langsung"
"Tanpa ada orang menyentuh sedikitpun?"
"Ya, seperti biasanya"
Saat itu aku merasa aneh dengan percakapan para polisi tersebut, namun aku menghiraukannya. Pada akhirnya aku dibawa ke rumah sakit karena syok. Bagaimana tidak, belum lama setelah ibuku meninggal, ayah secara mendadak mengakhiri hidupnya dengan cara yang begitu tragis. Setelah satu hari berada dirumah sakit, akhirnya aku diperbolekan untuk pulang. Aku hanya bisa berdiri didepan gerbang rumahku sendiri karena tempat itu masih terpasang banyak sekali garis polisi. Saat aku tengah kebingungan, tiba-tiba ada seseorang berjalan kearahku.
"Oh, apa kau berusaha menerobos tanda peringatan itu?" sembari menunjuk ke arah gerbang.
"Ti-tidak tuh! Aku hanya..." belum aku selesai bicara orang itu langsung menyerobot
"Itu adalah pelanggaran, kau tau itu kan?" ucapnya santai
"Te-tentu saja aku tau itu!"
Pria itu tampak sangat gagah, dia memiliki postur tubuh yang hampir menyentuh nilai sempurna. Matanya yang agak sayu dengan gaya rambut messy man bun sangat cocok untuknya aku rasa. Kemudia dengan pasti dia melangkahkan kakinya masuk ke halaman rumahku. Aku terheran melihatnya dengan tampilan berantakan itu dia masuk dengan santai setelah membicarakan soal larangan memasuki TKP sembarangan. Belum jauh pria itu berjalan, ia pun berbalik melihat kearahku dan memperlihatkan kartu identitas miliknya.
"Aku Detektif Joe Olsen, yang bertanggung jawab atas penyelidikan kasus kematian ayahmu"
"OH!" aku sedikit terkejut
"Aku harap itu adalah reaksi yang baik untukku"
"Senang bisa bertemu dengan anda Detektif Olsen"
"Hmm? Ya begitu" Lalu dia kembali berjalan
Siapa yang tidak mengenalnya, pasti semua orang sering mendengar namanya di TV dengan penyelesaian kasus dan pencapaiannya yang sangat hebat. Tapi saat melihatnya langsung sungguh tidak menyangka bahwa orang yang berpenampilan bak preman ini adalah seorang Detektif Joe Olsen yang sangat terkenal itu. Jauh berbeda dengan orang yang dikenal cukup elegan dan berkarisma seperti apa yang biasa tampil di TV.
"Tunggu apa lagi? Ikuti aku" tambahnnya tanpa menoleh.
Aku tersenyum dan mengikutinya dari belakang. Berjalan dengan hati-hati mencoba menyamakan iramanya.
"Umm..Detektif Olsen"
"Aku sendiri yang meminta untuk menyelidiki kasus ini"
"Oh, begitu ya" Aku terkejut
Belum bertanya apapun ia sudah menjawab pertanyaanku, apa ia juga bisa membaca pikiran orang?
"Apa aku dapat membaca pikiran? Tentu saja tidak, itu adalah pertanyaan yang umum."
"Ah, ya?"
Kami sudah sampai didepan basement, tempat yang sekarang menjadi mimpi buruk untukku. Saat Detektif mulai meninvestigasi tempat kejadian, aku hanya bisa melihatnya dari pintu tanpa melakukan apapun.Tidak banyak yang ia temukan disana, karena memang hanya ada kursi dan tali saja yang masih tergantung disana dengan noda bekas darah disekitarnya. Karena hanya dugaan kasus bunuh diri akibat depresi, banyak orang yang menganggapnya hal sepele saja.
"Dalam foto, dia menunjukan lirikan mata yang nampak tak biasa"
"Ini? Lukisan ayahmu? Tambahnya
"Ya, itu adalah salah satu karyanya yang sangat ia banggakan"
"Oh ya? Selera ayahmu cukup...bagus...yah, ku rasa"
Aku terheran melihat ekspresinya yang tidak meyakinkan itu, Aku tau ayah sangat menyukai jenis lukisan surealisme (Surialisme adalah sebuah aliran dalam seni lukis yang menggunakan warna dan bentuk seperti dalam mimpi) dan karya terakhir yang ia lukis adalah lukisan Angel Of Eden. Lukisan sosok malaikat dengan sayap putihnya yang sangat indah dan menawan. Namun apa yang kami lihat sekarang jauh dari kata itu. Sosok mengerikan dengan tanduk besar menghiasi kepalanya, sayap yang semula nampak putih dengan detail bulu yang sangat lembut kini berubah menjadi sayap berduri berbalut darah diseluruh permukaannya. Kami terpaku melihat lukisan yang tampak begitu nyata, sorot matanya yang tajam seakan tengah memperhatikan setiap gerak-gerik kami.
"Ayah tidak pernah membuat yang seperti ini" gumamku
"Oh? Apa ini sebuah buku diary?"
Dengan cepat aku merebut buku tersebut, karena baru kali ini aku melihat buku yang sangat asing ini. Aku tidak mau jika buku yang berisikan rahasia atau hal-hal sensitif ayah diketahui orang lain. Detektif Olsen sedikit terkejut dengan tindakanku tadi kemudian tersenyum kearahku.
"Ini merupakan bagian dari tugas, jika kau menghalanginya aku akan"
"Aku hanya ingin menjaga privasi ayah" jawabku pelan
"Aku tau itu, bukankah kita kesini untuk menyelidiki apa yang sebernanya terjadi pada ayahmu?"
"Tapi aku.."
Aku terdiam sejenak sembari memeluk buku catatan ayah. Disisi lain, Detektif Olsen tidak begitu mendesakku. Ia berusaha bersikap tenang dan membujukku pelan-pelan.
"Apa kau mencoba mencari tau ini semua sendiri?"
Aku mengangguk saat mendengar pertanyaannya.
"Ini tidak akan mudah, jadi bolehkah aku meminjam bukunya?"
Aku menatapnya was-was, namun ia begitu tenang menghadapi tingkahku. Dengan berat hati kemudian akupun memberikannya pada Detektif Olsen, dengan syarat aku ingin terus ikut serta dalam penyelidikan kasus ini. Ia pun tersenyum dan mempersilahkan aku untuk turut melihat dan membaca isi dari buku itu. Dan dari sinilah aku mulai mengetahui apa yang terjadi sebenarnya.