Chereads / Merenda Harapan / Chapter 8 - Bab 5: Terjerat dalam kesalahan yang sama

Chapter 8 - Bab 5: Terjerat dalam kesalahan yang sama

Pagi itu, Mayra terbangun dengan perasaan cemas yang terus mengganggu. Setiap detik yang berlalu terasa seperti beban yang semakin berat. Ia merasakan sesuatu yang hilang—sesuatu yang tak pernah ia bayangkan akan terjadi. Adrian, yang semalam begitu dekat dengannya, kini tak ada lagi. Teleponnya tak terangkat, dan pesan-pesannya tidak dibalas. Hanya sepi yang memenuhi ruangannya, membuatnya merasa terjebak dalam ketidakpastian.

Adrian Menghilang Tanpa Jejak

Mayra mencoba menghubungi Adrian berulang kali sepanjang pagi, tetapi tidak ada jawaban. Ia merasa panik dan bingung. Apa yang terjadi? Bukankah semalam mereka baru saja berbicara tentang masa depan? Mengapa tiba-tiba ia menghilang tanpa kabar?

Mayra mencoba menenangkan diri dan memutuskan untuk pergi ke tempat kerja. Namun, pikirannya terus saja melayang ke Adrian. Apa yang salah? Apa yang ia lakukan untuk membuat Adrian pergi?

Sampai saat itu, Mayra tidak bisa mengerti apa yang terjadi. Ia merasa seperti dunia yang ia kenal mulai runtuh. Di satu sisi, ia merasa kecewa karena Adrian tidak memberi penjelasan. Namun, di sisi lain, ada rasa cemas bahwa ia telah membuat kesalahan besar dengan mempercayai seorang pria yang telah terluka begitu dalam.

Damien, Godaan yang Tak Bisa Diabaikan

Keesokan harinya, Damien menghubungi Mayra. Suara pria itu di telepon terdengar lembut, penuh perhatian. "Mayra, saya tahu kamu sedang merasa bingung dan kesepian. Jika kamu butuh seseorang untuk berbicara, saya ada di sini."

Mayra menghela napas. Ada yang aneh dalam dirinya. Ia merasa seolah-olah ia mencari kenyamanan dalam perasaan yang tidak pasti, dan Damien hadir sebagai pelipur lara yang tak terduga.

Setelah beberapa kali pertemuan singkat di galeri, Damien mulai memengaruhi pikiran Mayra dengan cara yang halus namun menggoda. Pada awalnya, Mayra hanya merasa nyaman berbicara dengannya, tetapi semakin lama, perhatian Damien semakin intens. Ia mulai memberi Mayra perhatian lebih, memujinya tentang lukisannya dan menunjukkan ketertarikannya pada sisi pribadi Mayra yang lebih dalam.

Suatu sore yang cerah, Mayra bertemu Damien di sebuah kafe yang tenang. Tepi jalan yang sibuk di luar tak menghalangi kedekatan mereka di dalam ruangan itu. Damien duduk di seberang meja dengan senyum yang membuat Mayra merasa seperti satu-satunya orang yang penting di dunia ini.

"Mayra," kata Damien dengan nada yang serius, "Saya tahu kamu sangat terluka sekarang. Tetapi percaya padaku, kamu tidak harus merasa sendirian." Ia meraih tangan Mayra dengan lembut, dan seketika itu juga, Mayra merasa detak jantungnya semakin cepat. "Kamu pantas mendapatkan lebih dari apa yang kamu terima."

Mayra menatap Damien, hatinya berdebar. Ada sesuatu yang membuatnya ragu, tetapi pada saat yang sama, ada godaan yang kuat untuk merasa dihargai, untuk merasa dicintai oleh seseorang yang begitu memahaminya.

Godaan yang Tidak Bisa Ditahan

Malam itu, Damien mengundang Mayra untuk makan malam di apartemennya. Suasana yang romantis, dengan cahaya lilin yang redup, menciptakan atmosfer yang membuat segala sesuatunya terasa intim. Mereka berbicara tentang seni, kehidupan, dan masa depan, namun semakin lama, Mayra merasa semakin terhanyut dalam pesona Damien.

"Aku tahu kamu merasa tertekan, Mayra," kata Damien, suaranya berbisik pelan di telinganya. "Tapi aku bisa memberimu kebahagiaan yang kamu cari. Aku bisa memberi kamu rasa aman yang kamu butuhkan."

Mayra merasa dirinya terhanyut, dan sebelum ia menyadarinya, Damien sudah berada begitu dekat dengannya. Wajahnya yang tampan, sorot mata yang memikat, dan sentuhan tangan yang lembut membuat Mayra merasa seperti dalam mimpi.

Dalam satu momen, perasaan yang telah ia pendam begitu lama meledak. Ia merasakan tarikan kuat menuju Damien, seperti magnet yang tak bisa ia hindari. Meskipun hatinya tahu ia sedang melakukan kesalahan besar, tubuhnya bergerak tanpa kendali. Mereka berdua terjerumus dalam ciuman yang penuh gairah, dan dalam sekejap, Mayra merasa telah mengorbankan dirinya untuk sebuah godaan yang tampaknya tak bisa dihindari.

Keesokan Pagi, Penyesalan yang Tiba-Tiba

Ketika Mayra terbangun di pagi hari, terbaring di ranjang Damien, rasa bersalah langsung menghantamnya. Ia merasa seperti orang yang telah kehilangan arah, terjerumus dalam sebuah lubang yang tidak bisa ia keluarkan dirinya.

Damien terbangun di sampingnya, dengan ekspresi tenang yang tidak mencerminkan kekacauan yang terjadi di dalam hati Mayra.

"Mayra," kata Damien pelan, sambil mengusap rambutnya dengan lembut. "Kamu tak perlu merasa menyesal. Kamu adalah wanita yang luar biasa, dan aku ingin selalu ada untukmu."

Namun, Mayra hanya bisa menatap kosong. Semua yang terjadi begitu cepat, dan ia merasa kehilangan kendali atas hidupnya. Ia sadar bahwa ia telah mengkhianati dirinya sendiri—melakukan kesalahan yang sama sekali lagi, setelah yang terakhir dengan Adrian.

Keputusan yang Dihadapi

Keesokan harinya, Mayra duduk di studio, menggambar tanpa semangat. Setiap garis yang ia tarik seakan terasa kosong. Di pikirannya, wajah Adrian, Damien, dan bahkan Nathan—semuanya saling bertabrakan, membuatnya semakin bingung.

Adrian, yang tiba-tiba menghilang, meninggalkan ruang kosong yang tak bisa ia pahami. Damien, yang telah menggoda dan menawarkan pelarian, telah memicu perasaan bersalah yang membara. Dan Nathan, yang selalu memberi dukungan dan pengertian, tetap menjadi bayang-bayang yang tak bisa ia raih sepenuhnya.

Mayra tahu, dalam hatinya, bahwa ia harus memilih—tetapi apa yang terjadi jika pilihan itu berarti mengorbankan semua yang pernah ia perjuangkan? Bagaimana ia bisa memperbaiki segalanya setelah terjatuh dalam kesalahan yang sama sekali lagi?

Bab ini berakhir dengan Mayra yang berdiri di depan kanvas kosong, matanya penuh kebingungan dan penyesalan. Ketiga pria itu—Adrian, Damien, dan Nathan—berada di luar jangkauannya, dan Mayra tahu bahwa ia harus membuat keputusan yang akan mengubah takdir hidupnya selamanya.