"baiklah, lakukan sesuka kamu dengan bertanggung jawab. Ini perintah" putus tuan besar Lee.
SaeRa yang mendengar itu tersenyum dan begitupula dengan pria paruh baya yang di depannya.
Dia sudah tidak berharap lagi belas kasihan dari pria di depannya yang dia panggil dengan sebutan Ayah. Dan itu juga sudah sejak lama, dan saat bibi Lim sedang mabuk, bibi Lim berkata "sejak usia kandungan ibumu 7 bulan, dia sudah berhenti mengharap pada ayahmu, jadi mungkin, meskipun orang-orang tidak menyuruhmu suka ataupun benci pada ayahmu, kamu sudah acuh tentang rasa apapun terhadap ayahmu" dan setelah mendengar itu, detik berikutnya air mata sebelah kirinya jatuh menetes secara mendadak.
Bahkan kalimat itu selalu terngiang di memori otaknya. Sehingga, saat dirinya lelah dan menemukan bahwa dia sangat ingin ada sosok disisinya, yang teringat adalah tentang keacuhan ayahnya pada dirinya.
Oleh karena itu, disaat apapun, bahagia ataupun sedih, dia tidak ingin memikirkan sosok, melainkan rasa capek atau perasaan yang sedang terjadi saat itu. Misalnya, saat dia memenangkan medali emas, maka dia akan mengatur fikiran dan hatinya untuk berkata "untung aku kuat, terimakasih badan sudah berusaha, capek ya, duh aku senang, yes. emas lagi".
Meskipun SaeRa senang dengan jawaban kakeknya, namun karena melihat ekspresi ayahnya, kedua mata SaeRa langsung enggan untuk melihat pria itu lagi.
SaeRa berpamitan terlebih dahulu dan ayahnya hanya diam saja.
'untuk apa kamu berharap lagi padanya SaeRa! besok aku harus bisa hadapi yang seperti ini lagi dengan lancar dan setelah itu, kedepannya, mari untuk tidak bertemu walaupun itu kebetulan!!' ucapnya bersumpah dalam hati.
SaeRa berjalan keluar dari rumah kakeknya dengan tatapan kosong. Perasaan sepi dan ditinggalkan yang sangat dia benci. Sepasang air mata menetes tanpa aba-aba.
Langkahnya terhenti di antara ruangan luas yang dikelilingi kursi tamu dan pajangan foto dari keluarga besarnya. Matanya melihat satu persatu gambar yang terpajang di dinding itu. Foto yang tersenyum, tampak akrab dan hangat. Tapi kenapa dia hanya tersisa sendiri sekarang?. Tanyanya dalam hati.
Nafas SaeRa tersendat, dia menahan agar tidak menangis. Itu sangat sakit. Batinnya. Namun tetap saja, detik berikutnya air matanya menetes kembali!. Dia menangis dalam diam.
"SaeRa..." Panggil seseorang. Paman SeungJae!
Saera lekas menyeka air matanya, dan berputar ke arah kanan kemudian berjalan cepat dan berlari keluar rumah itu.
Dia terus berlari dengan menggebu, sampai akhirnya tidak terdengar lagi suara kaki yang mengejarnya.
"Huh... Huh... Huh.." nafasnya tersengal.
Dia lelah!
Tapi untung saja paman tidak melihat itu (kondisinya tadi).
Meskipun lelah, dia harus mencapai persimpangan restoran barbeque untuk mencapai tempat pemberhentian bis. Oleh karena itu, dengan lutut yang sudah sedikit bergetar, dia tetap berjalan, mungkin saja sekarang gaya berjalannya seperti bebek!.
Namun dia sudah tidak sanggup. Karena dia membawa tas jinjing travel yang berisi pakaian dan sebagainya dari tempat markas pelatihan. Oleh karena itu, dia memutuskan untuk berhenti dan terduduk.
Saat sedang mengarmtur nafas dan energinya kembali, dia berbicara sendiri.
"Dimana aku mendapatkan teknisi?"
"Sudahlah, malam ini tidak apa-apa jika harus gelap-gelapan. Lagi pula, di hp kan ada fitur senter"
"Tapi besok harus ke sekolah!! Hmmm!!! Apa izin aja ya?"
"Hmmm tidak bisa, dia sudah berjanji dengan pelatih Hwang!"
" nginap di rumah bibi Lim saja! Eh tapi gimana dengan medali lainnya? Kan besok harus berfoto dengan kakek. Dan semua medali ada di apartement. Hmmmm! Isshhh"
Disaat SaeRa yang sedang berbicara sendiri. SeungJae yang kesal akhirnya lega dapat menemukan yang dicarinya itu.
Namun saat dia melihat ke arah yang dicarinya, dia tersenyum. 'untung saja kami keluarga, jadi tidak akan memviralkan seorang atlet yang baru saja mendapat medali emas sedang berbicara sendiri layaknya orang dalam gangguan jiwa!'
Dia memperlambat laju mobilnya dan saat sudah dekat jaraknya, dia membuat suar klakson yang kuat.
Dia melihat ponakannya terkejut, kemudian dari ekspresi yang dilihatnya, ponakannya itu sedang mencibir dirinya.
Anak remaja yang sedang duduk di pinggir jalan itu kemudian berdiri dan berjalan.
Eh... Dia mengabaikan ku??!
Tinn...
Tinnn
Tiiiiiin..
Anak itu berbalik, dan kemudian berbalik lagi untuk meneruskan jalannya sambil memegang tas travel jinjingnya.
Dasar keras kepala!
Dia kemudian menyamakan kecepatan mobilnya dengan kecepatan jalan remaja itu.
"Paman pergilah" usir remaja itu dengan tetap berjalan dan pandangan lurus ke depan.
"Kenapa kau lari tadi?" Tanya nya penasaran, sebenarnya dia sudah melihat semuanya.
"Takut jika kau ingin meminjam utang"
"Hahahahahahaha" SeungJae tertawa puas mendengar jawaban asal remaja itu.
"Apa kamu akan terus berjalan?" Tanya nya lagi.
"Aku atlet, ini bukan apa-apa. Pergilah" jawab anak itu lagi.
"Besok masih ada sesi pemotretan. Jangan membuang energi, wajahmu akan kusam saat di foto besok" ucapnya santai.
Remaja yang berada di samping mobilnya itu berhenti.
SeungJae juga spontan mengerem mobilnya.
"Kamu memang jantung hati kakek" ucap remaja itu, lalu berjalan lagi.
Dia mengerti maksudnya. Itu artinya, 'bisa-bisanya dia tau bahwa akan ada pemotretan, berarti dia sudah tau duluan tentang itu dibandingkan dengan orang yang ada dalam agenda'.
"Aku tau juga karena saat berbicara dengan kakekmu dia sedang bertanya tentang setelan yang harus dikenakan saat pemotretan besok" jelasnya, dan itu memang apa adanya seperti yang diucapkan.
"SaeRa ya... Ayo ke salon!" Itulah yang terlintas di benak nya saat memikirkan pemotretan besok. Karena tentu saja SaeRa harus tampil lebih bersinar, karena dia adalh bintangnya untuk pemotretan besok.
"Tidak, sayang duitku" tolak SaeRa.
"Hahahahha, aku yang teraktir. Hadiah untuk si pemenang medali emas..." Ucap SeungJae dengan menggema seperti kasim-kasim istana jaman dahulu.
Remaja yang sedang dibujuknya itu tetap mengabaikan ajakannya. Namun tiba-tiba berhenti. SeungJae pun tersenyum.
Kepala anak itu berpaling ke arahnya dan berkata "aku ingin spa, perawatan seluruh tubuh dan aku yang memilih tempat" ucap SaeRa.
"Setuju. Naiklah!" Jawab SeungJae.
Siapa takut, semahal apasih perawatan yang diketahui oleh murid yang jarang pergi perawatan.
Kemudian anak remaja yang telah berhasil dibujuknya itu membuka pintu mobil dan masuk kemudian duduk.
"Jalan lah paman, aku akan memandu mu menuju lokasi"
SeungJae terbahak mendengar itu.
Anak remaja yang duduk disebelahnya selalu mengeluarkan ucapan, jawaban yang tidak terduga.
Dia mengendari mobilnya cukup jauh hingga 20Km. Sampai sampai ia berfikir bahwa ponakannya sedang menjahili dirinya.
"Berhenti"
SeungJae mengerem mendadak dan tangan sebelah kirinya refleks menahan badan remaja itu.
Saat akan marah, anak remaja yang dikhawatirkan nya malah bergerak cepat membuka seatbelt lalu pintu mobil. Sehingga marahnya terpendam lagi.
Mobil berhenti tepat di depan spa yang diinginkan ponakannya itu 'Mermaid Pearl'.
Dalam posisi berdiri menatap ke gedung itu kemudian berpaling ke arahnya, ponakannya berkata
"Paman. Turunlah, kita sudah tiba!"
Seru SaeRa yang sangat terlihat bahwa dia bersemangat untuk meremajakan kulitnya.