Chereads / Saya Memanggil Sang Swordmaster Ryuji Honda / Chapter 5 - Say Goodbye to My Home; Elena's Farewell

Chapter 5 - Say Goodbye to My Home; Elena's Farewell

"Haappp!"

Aku menutup koperku dengan menggunakan seluruh tenaga yang ada di tubuhku. Keliatannya aku membawa terlalu banyak barang. Tapi... ini semua adalah barang-barang penting, setidaknya bagiku.

Aku mulai menyeret koper beratku menuju ke ruang tamu. Dan aku mulai melihat sekelilingku, ke setiap sudut ruang rumah peninggalan dari ibuku. Setiap sudut ruang yang memiliki kenangannya masing-masing.

Beberapa saat kemudian aku mulai memandang foto ibuku yang tergantung di ruang keluarga.

"Aku berangkat, Ibu!" Aku berkata dengan sebuah senyuman kecil di bibirku.

Aku mulai berjalan dan meninggalkan rumahku. Tempatku dilahirkan dan dibesarkan. Dan rumah yang berisi kenangan indahku bersama dengan ibuku.

'Selamat tinggal, Ibu! Dan aku, putrimu Elena Fearis, akan memulai petualanganku.'

Aku berjalan perlahan-lahan sambil mengingat kenanganku dengan ibuku.Tiba-tiba suaranya terdengar di kepalaku,

"Elena... apa yang kau lakukan!" Ia terkejut melihatku mencuri kue sebagai penutup hidang makan malam.

Melihat itu, aku yang kala itu baru berusia lima tahun, berlari sambil tertawa riang. Dan ibuku... dia mengejarku dengan senyuman cantiknya. Sesaat kemudian, ia melompat dan menangkap tubuh kecilku. Wajahnya dipenuhi kue coklat hasil curianku. Kami berdua tertawa bersama. Ya... aku tertawa dalam hangatnya pelukan ibuku.

Dan kenangan terakhir yang kumiliki adalah tangisannya.

Beberapa bulan setelah itu, di atas tempat tidurnya, ibuku menggenggam kedua tanganku sambil tersenyum dalam tangisannya. Dan ia berkata kepadaku,

"Elena maafkan ibu, jika ibu harus pergi meninggalkanmu!"

Saat itu aku hanya bisa menangis dan berkata,

"Tidak, Ibu! Jangan tinggalkan aku sendirian!"

Ya, kala itu aku hanyalah seorang gadis kecil yang bahkan belum berusia genap tujuh tahun. Dan dihadapanku terbaring tubuh lemah ibuku. Dengan nafas beratnya, ia memandangku penuh ke khawatiran. Ia akan pergi meninggalkan putri kecilnya sendirian.

Aku menangis di lengan ibuku, kala itu lengannya terasa begitu panas. Sangat panas.

"Estella... Jangan terlalu takut dengan Elena kedepannya. Aku berjanji aku akan merawatnya!"

Kata Bapa Kepala Dante yang berdiri di belakangku. Ia berdiri sambil membelai kepalaku. Bapa Kepala Dante adalah kepala pendeta di Kuil Matahari di Desa Toffa.

"Terima kasih, Bapa Dante."

Dan tak berselang lama kemudian tangan ibuku terlepas dari genggamanku. Dan saat itu aku melompat ke tubuh ibuku. Aku menangis, aku menggoyangkan tubuhnya sekencang-kencangnya berharap agar ibuku membuka kedua matanya kembali. Aku pun menjerit,

"Ibu! Jangan tinggalkan aku, Ibu... Ibu!"

Malam itu adalah malam paling menyakitkan dalam hidupku. Sampai saat ini, aku masih merasakan sebuah luka yang tersimpan dihatiku.

Ya... ibu... aku merindukanmu. Kenapa kau pergi begitu cepat? Kenapa?

Setelah kepergian ibuku para biarawati dan pendeta dari Kuil Matahari lah yang merawatku. Bapa Dante terus berusaha menghiburku dengan tingkah-tingkah lucunya. Sampai akhirnya aku bisa sedikit pulih dari rasa sakit ku.

Tanpa terasa kedua kaki ku telah melangkah hingga mendekati gerbang Desa Toffa. Terlihat dari kejauhan, mereka semua menanti kedatanganku. Bapa Dante, para pendeta dan biarawati Kuil Matahari, prajurit penjaga Desa Toffa, dan beberapa warga desa. Rize serta ibunya pun terlihat disana, Rize melambaikan tangan kecilnya sambil tersenyum ke arahku. Dan tentu saja Tuan Ryuji Honda juga menungguku disana.

Rize melompat serta memelukku, dan kemudian berkata,

"Kak Elena akan pergi sekarang!" Ia terlihat bersedih atas kepergianku.

Aku membelai kepalanya lembut sambil berkata,

"Ya... Rize, jadilah gadis yang baik. Dan jangan pernah menyakiti perasaan ibumu. Bisakah Kau berjanji kepadaku untuk itu?"

"Heem!" Ia menjawabku sambil menundukkan wajah imutnya.

Dari jauh ibu Rize menundukkan kepalanya padaku sambil tersenyum, akupun membalasnya dengan cara yang sama.

Tiba-tiba Bapa Dante berjalan menghampiriku. Ia kemudian memeluk tubuhku kedalam dekapannya dan menangis. Dan ia berkata,

"Maaf... Elena! Maafkan aku!"

Semua orang memandang dengan heran dan penasaran. Para pendeta dan biarawati menundukkan kepala mereka dengan wajah duka. Dan bahkan beberapa dari mereka menangis.

Aku pun berbisik di telinga Bapa Dante,

"Tolong jangan lakukan ini, Bapa Dante! Kau membuat semuanya kebingungan..."

"Tapi Elena..." Bapa Dante menyela pembicaraanku.

Tapi aku melanjutkan perkataanku dengan wajah tegar, untuk meyakinkannya atas keputusanku.

"Bapa Dante, aku melakukannya untuk melindungi kebahagiaan orang-orang di desa ini. Aku ingin mereka tetap tersenyum. Dan aku melakukan 'itu' semua tanpa sedikit pun penyesalan."

Aku menatap mata Bapa Dante dalam-dalam.

"Tolong jangan berkata sesuatu yang akan membuat mereka semua bersedih. Bisakah Anda melakukan itu, Bapa Dante?" Aku memohon kepadanya.

"Elena... kau telah tubuh menjadi gadis yang kuat dan tegar. Seperti ibumu, Estella." Bapa Dante berkata sambil memandangku dengan wajah kagum yang bercampur dengan rasa sedih dan duka.

Benar! Ini adalah keputusanku. Aku tak kan menyesal dengan apa yang telah kulakukan.

Aku mulai berjalan pergi menjauh dari gerbang desa. Sambil melambaikan tanganku ke arah mereka, para warga yang melepas kepergianku. Beberapa dari mereka menangis melepas kepergianku. Rize menangis sambil melambaikan tangan kecilnya.

Dan aku pun sepertinya juga menangis.

Selamat tinggal desaku, Desa Toffa. Aku pergi ibu...!

****

Saat ini aku sedang berjalan di ladang gandum yang berada di perbatasan Desa Toffa di sebelah utara. Saat berangkat kami telah memutuskan untuk memulai perjalan pertama menuju kota festifal, Mildiesta.

Sepanjang perjalanan Tuan Ryuji menatapku dengan wajah penasarannya. Kenapa? Mungkinkah ia penasaran dengan pembicaraanku dengan Bapa Dante?

Aku pun memandangnya dan bertanya padanya,

"Ada apa, Tuan Ryuji?"

Ia terkejut dan memalingkan wajahnya dariku.

Kemudian ia berkata sambil mengaruk-garuk ujung hidungnya dengan jarinya.

"Em... sepertinya Kau sangat akrab dengan penduduk di desa terlebih dengan para pendeta dan biarawati di kuil."

Aku pun menjawabnya dengan senyuman kecil,

"Ya... tentu saja! Aku lahir dan tumbuh di sana. Dan para pendeta serta biarawati di Kuil Matahari lah yang telah menjagaku semenjak kepergian ibuku."

"Ibumu...?" Ia menatapku sambil terkejut.

"Ya, ibuku meninggal saat aku berusia enam tahun. Dan para pendeta serta para biarawati Kuil Matahari lah yang menjagaku selama ini. Terlebih Bapa Kepala Dante, ia memperlakukanku seperti putrinya sendiri."

Kemudian aku berjalan ke depan, membalikkan badanku sambil tersenyum ke arah Tuan Ryuji.

Aku pun berkata kepadanya,

"Karena itulah ia memelukku sambil menangis. Ia tak ingin putri satu-satu nya pergi meninggalkannya."

"Aaahhh!"

Ia menganggukkan kepalanya seolah mengerti akan semuanya. Kemudian Tuan Ryuji terlihat tertawa kecil. Entah... aku sendiri pun tak tahu apa yang ia tertawakan.

Ya... lebih baik seperti ini. Biarlah hanya aku dan Bapa Dante yang tahu. Biarlah ini menjadi rahasia kami berdua. Dan tak perlu ada yang tahu selain kami berdua.

Terutama Tuan Ryuji... aku tak ingin dia mengetahuinya. Karena ia akan merasa bersalah terhadapku. Dan aku tak menginginkan hal itu.

Ini adalah keputusanku... dan satu-satunnya jalan untuk menyelamatkan Desa Toffa dari amukan para Orge di malam itu.