Kyushu, Jepang
Di tengah malam itu, Ryuji Honda sedang berjalan menuju tempat yang pertemuannya. Ia telah menanti saat-saat ini dengan sangat lama. Malam di mana ia akan menjadi seorang dewa pedang, yang terbaik dalam berpedang, di Jepang.
Di sana telah menanti dua orang pendekar pedang terbaik saat ini. Musashi Miyamoto, seorang pendekar pedang aliran dua pedang. Dan Kojiro Sasaki yang merupakan pendekar pedang aliran satu pedang.
Musashi Miyamoto dan Kojiro Sasaki adalah dua pendekar yang saling bertolak belakang baik itu aliran pedangnya, maupun sikap serta kepribadiannya. Musashi Miyamoto adalah seorang pendekar pedang yang dikenal dengan sikap arogannya. Sangat berbanding terbalik dengan Kojiro Sasaki yang dikenal dengan sikap lembut dan tenangnya.
Malam ini, Ryuji Honda bersama kedua pendekar pedang itu telah bersepakat untuk menentukan siapa yang akan menjadi pendekar pedang terbaik di seluruh Jepang. Pertemuannya malam ini akan menjadi sebuah pertarungan untuk menentukan itu semua. Awal mula lahirnya Sang Dewa Pedang.
'Ini adalah saat-saat dimana aku akan menjadi pendekar pedang terhebat di Jepang '
Ryuji Honda terus melangkah ke depan, di tengah-tengah hutan di perbatasan Kyushu. Ia berjalan menyusuri hutan yang berisi pohon-pohon bambu yang menjulang tinggi. Dan sinar rembulan malam itu terasa begitu terang dan indah. Seolah rembulan sedang menyambut pertarungan sengit yang akan terjadi di dalam hutan bambu ini.
Akhirnya Ryuji Honda tiba ditempat yang telah dijanjikan. Terlihat olehnya Musashi Miyamoto dan Kojiro Sasaki yang telah menanti kedatangannya. Disana, Musashi sedang jongkok diatas batuan besar sambil menyeringai ke arahnya. Dan disebelah kanan dari Musashi, yang berjarak sekitar lima meteran, terlihat Kojiro sedang bersandar di pohon bambu sambil memeluk katana (pedang khas Jepang) miliknya.
"Akhirnya Kau tiba juga, Ryuji Honda!"
Suara Musashi memecahkan keheningan.
"Ya, maaf karena telah menunggu lama."
"Mari... segera kita selesaikan semua ini." Kojiro menyela pembicaraan.
Kemudian Kojiro Sasaki berjalan perlahan sambil menggenggam katana, yang masih berada di sarungnya itu, di tangan kirinya.
Musashi menatap Kojiro sesaat dan kemudian bangkit berdiri serta melompat turun dari bebatuan besar tempatnya berjongkok itu.
"Baiklah... Mari kita mulai pertarungannya."
Musashi berkata sambil menebas debu di pakaian yang ia kenakan.
"Tapi asal kau tau, Ryuji..."
Musashi berbicara sambil menatap mata Ryuji Honda.
"Aku dan Kojiro telah memutuskan untuk melenyapkanmu. Bagi kami, Kau terlalu angkuh dan arogan."
Musashi menyeringai ke arah Ryuji menunjukkan rasa muaknya.
"Seorang pendekar pedang harus memiliki martabat dan etika. Tapi Kau mengganggu dojo kami, membuat orang-orang disekitar kami ketakutan. Jika Kau menginginkan sebuah pertarungan, Kau tidak harus melakukan itu semua. Tentu dengan senang hati aku akan menerima tantanganmu..."
"Mari kita hentikan semua pembicaraan ini Musashi..." Kojiro menyela perkataan Musashi. Kemudian melanjutkan perkataannya, "Karena tidak ada gunanya berbicara dengan mahluk gunung seperti dia."
Ryuji tertawa dengan lantang mendengar ucapan Kojiro.
"Ya, benar... kita hentikan pembicaraan tidak berguna ini."
Ryuji melambaikan tangan kanannya ke arah Musashi dan Kojiro.
"Majulah kalian berdua... aku sama sekali tidak peduli jika kalian menyerangku secara bersamaan."
Tak berselang lama, mata mereka mulai saling menatap dengan tajam. Tangan mereka mulai bersiap di pegangan katana mereka masing-masing. Dan mereka mulai melangkah perlahan-lahan... kemudian berlari dengan cepat dan melompat menerjang.
Kali ini katana mereka semua telah keluar dari sarungnya. Dan pertarungan antara Ryuji Honda melawan Musashi Miyamoto dan Kojiro Sasaki pun dimulai.
Melihat kedua pendekar terbaik di Jepang itu menyerang nya secara bersamaan membuat darah Ryuji Honda mulai bergelora. Ia memutuskan melompat menerjang Kojiro terlebih dahulu. Ia memiringkan katana nya secara diagonal untuk menghanyutkan tebasan Kojiro ke samping kirinya. Kemudian saat tubuhnya semakin dekat dengan Kojiro, ia mengunakan pangkal pedangnya untuk memukul wajah Kojiro.
Kojiro yang mendapatkan serangan itu, menahannya dengan tangan kirinya. Tapi Ryuji langsung melompat dan menerjang dada Kojiro dengan lutut kanannya.
Kojiro terlempar mundur sambil menyeringai menahan sakit di dadanya.
Dari belakang, Musashi menerjang dengan ayunan dua pedangnya. Ia mengayunkan dua pedangnya menyamping ke arah Ryuji Honda.
Ryuji yang menerima serangan itu melompat mundur. Ia menyadari bahwa ia harus menghindari serangan itu. Karena jika ia menahannya, sudah pasti katana-nya akan terlempar, bahkan mungkin akan hancur oleh serangan dia pedang milik Musashi.
Setelahnya, Ryuji melompat dengan cepat, menerjang Musashi dengan ayunan pedang vertikal dari atas.
Tapi Musashi menghindari serangan itu dengan melompat menyamping, sambil kemudian membenahi posisinya berdiri.
Ryuji menyadari ini adalah pertarungan yang sangat berat, dimana dia harus bertarung melawan Musashi Miyamoto dan Kojiro Sasaki sekaligus. Kali ini, Musashi dan Kojiro mengepung Ryuji dari kanan dan kiri. Mereka mulai kembali menerjang ke arah Ryuji...
Tapi tiba-tiba cahaya putih yang sangat terang muncul...
Cahaya putih yang sangat menyilaukan mata...
****
Desa Toffa, Kerajaan Hensberg, Benua Utara.
Aku berjalan tertatih menuju ke pintu Kuil Matahari dengan tubuh yang letihku ini. Mataku melihat sekeliling mencari kuas tulis yang dapat kugunakan.
Aku menemukannya di samping lilin kecil di meja yang terletak di pojok kanan kuil.
Aku menguatkan tubuhku untuk berlari kesana. Aku meraih kuas itu, dan darah ditanganku mengalir membasahinya. Tapi aku tak peduli dengan semua itu.
Aku mulai menggambar lingkaran pemanggilan di altar kuil matahari. Darahku menetes di antara gambarku. Dan apa ini... Apa air mataku juga ikut menetes?
Kumohon... tahanlah... tahanlah semua ini Elena...
Aku memohon kepada tubuhku yang letih ini.
Lingkaranku telah selesai dan aku berlutut di depannya dan mulai merapalkan manteraku.
"O deus totius lucis, da mihi gloriam tuam! Nuntium mitte ut populum tuum salvet!" (Wahai dewa dari seluruh cahaya, berikan kepadaku kemuliaanmu! Turunkanlah utusan untuk menyelamatkan umat-umatmu!)
Darah semakin mengalir deras di tanganku, mengalir membasahi tubuhku. Tapi aku tak peduli dengan semua itu.
Aku harus bertahan... Harus !
"Pandite portas mundi... Venite heroes... Portas Heroum!!!" (Terbukalah gerbang dunia... Datanglah para pahlawan... Gerbang Pahlawan !)
Kemudian cahaya datang, bersinar dengan sangat terang memberiku secercah harapan. Dan muncul sosok laki-laki dengan pakaian seperti selimut yang melingkari tubuhnya. Ia telah menggenggam sebuah pedang di tangannya.
Harapan... Sebuah harapan telah tiba !
Air mataku mengalir di pipiku. Bersamaan dengan derasnya darah yang mengalir di lengan kananku.
Tapi pahlawan itu melihatku dengan tatapan yang dipenuhi kemarahan...
Ia berlari menerjangku dan mencengkram kerahku serta menarik tubuhku mendekatinya. Dan ia berteriak dengan sangat lantang.
"Apa yang telah Kau lakukan!"
Apa ini... kenapa dia menyerangku?
Apa memanggilnya adalah sebuah kesalahan?
Tubuhku terlalu lelah... Seluruh kekuatanku seolah menguap pergi.
Dan air mata mengalir semakin deras di pipiku.